Selasa, 15 Februari 2011

Sesekali Bercermin Itu Perlu

Sebuah tulisan, bukan untuk menggurui atau men-judge, tapi hanya tulisan, nasihat hati, terlebih untuk diri pribadi.....

Untuk kita yang mungkin larut dalam dakwah, terkadang terasa penat memikirkan umat (walau hanya perasaan pribadi kita saja), untuk kita yang jenuh dgn aktivitas yang monoton (terasa tak membuahkan hasil), dan untuk kita yang merasakan kekeringan ukhuwah (yang katanya indah itu)....


Saudaraku,,pernahkah kita merenung mengapa semua itu bisa terjadi? Seringkali kita mengeluh ketika merasa kerja sendiri, kita bersedih ketika melihat satu per satu saudara kita mundur teratur (tapi tanpa ada usaha untuk mengetahui alasannya,hanya menebak-nebak), kita kecewa ketika merasa kerja tak dihargai, kita ngambek ketika merasa tak diperhatikan, atau kita merasa tinggal sendiri dan menjadi tumbal dari kemalasan-kemalasan saudara kita? Astaghfirullah aladzim....

Sekali lagi, ini hanya sebuah nasihat jiwa, terlebih untuk diri pribadi....

Semua amalan akan menjadi sia-sia belaka tanpa keikhlasan, terlebih lagi dakwah, sebuah aktivitas yang begitu mulia, karena denganya seorang hamba mengenal penciptanya Allah SWT untuk kemudian menyembahNya dengan tidak mempersekutukan-Nya dengan suatu apapun, akan hilang nilainya.
Ada beberapa tanda dan contoh dari generasi para sahabat atas keikhlasan mereka yang perlu menjadi perhatian para dai sehingga dapat mengontrol sejauh mana keikhlasannya dalam berdakwah. Diantara tanda tersebut ialah: Perhatian yang mendalam terhadap diri sendiri atas perasaan kurang dalam menjalankan hak-hak dan kewajibanya kepada Allah, dalam beribadah dan berdakwah. Bahkan kemarahan terhadap dirinya sendiri atas kekurangan itu, juga tidak melihat terhadap dirinya bahwa ia memiliki keutamaan secuil pun. Bukan justru merasa telah banyak berbuat untuk dakwah dan telah paling banyak ibadahnya. Allah berfirman: "Orang-orang yang memberikan apa yang telah dikaruniakan kepada mereka sedang hati mereka khawatir, sedang kepada tuhan merekalah mereka kembali." (Al-Mu'minun : 60)

Berikut beberapa sikap para salafus sholih dalam keikhlasan mereka beramal:

Abu Bakar Ash-Shiddiq ra memegang lidahnya lalu berkata: "Inilah yang akan membawaku kepada kehancuran."

Umar bin Khattab berkata kepada Huzaifah: "Apakah aku termasuk dari golongan mereka -yaitu orang-orang munafik- atau aku sebagaimana yang disebutkan oleh Rosulullah?"

Imam Syafi'I berkata: "Aku mencintai orang-orang sholeh namun aku bukan dari golongan mereka, semoga aku mendapatkan syafaat bersama mereka."

Muhammad bin Wasi' berkata: "Kalau sekiranya dosa itu mempunyai bau, kalian tentu tak sudi berdekatan denganku, karena baunya tubuhku oleh dosa."

Muhammad bin Aslam At-Thusi berkata: "Aku telah berjalan di bumi dan mengelilinginya, tidaklah aku melihat orang yang sholat menghadap qiblat yang lebih buruk sholatnya dari diriku sendiri."

Hasan Al-Basri rahimahullah mencela dirinya sendiri sambil berkata: "Engkau berkata dengan ucapan orang-orang yang sholeh, ahli ibadah dan taat, sedangkan engkau melakukan perbuatan orang-orang yang fasik dan riya' , Demi Allah.. Ini bukanlah sifat orang-orang yang ikhlas."

Yunus bin Abid berkata: "Aku telah menghitung seratus macam bentuk amal kebaikan, namun tak ada satupun yang ada di dalam diriku."

Fudhoil bin Iyadh berkata kepada dirinya sendiri: "Bagaimana engkau melihat orang yang banyak dosanya ini, sedikit sekali amalnya, sudah hampir senja usianya, namun belum bersiap untuk tempat kembalinya, belum mengisi dirinya untuk hari kematiannya, selalu menghiasi dunianya. "
Lalu ia duduk sambil kembali mencela dirinya: "Orang-orang berkumpul disekelilingmu menulis setiap ucapanmu, ohh.. engkau telah banyak bicara.. Celakalah dirimu, engkau telah banyak bicara. Malulah wahai orang bodoh, apakah engkau tidak tahu siapa dirimu sesungguhnya? Kalau sekiranya orang-orang itu tahu siapa dirimu niscaya mereka tidak akan duduk di sekelilingmu, tidak akan mendengar ucapanmu dan tidak akan mencatatnya darimu."

Begitulah di antara keistimewaan yang mereka miliki, semoga memberi motivasi para dai untuk meningkatkan keikhlasan dalam mengabdi kepada Allah.
Ya Rabb, jagalah selalu keikhlasan kami. Sungguh tiada yang patut dibanggakan, seberapa banyak pun kita merasa berbuat namun sesungguhnya itu sangat secuil. Mereka yang tidak terlihat, sedikit berbuat,tapi tulus ikhlas adalah jauh lebih beruntung daripada mereka yang merasa memikul semuanya sendiri namun sesungguhnya banyak kekhawatiran dan prasangka di belakangnya.

Adalah lebih baik ketika kita mengukur diri sendiri. Melihat kondisi orang lain bukan dari posisi kita, coba duduk di tempatnya, di dekatnya. Lalu bertanya, Mengapa hanya ada aku? Mengapa aku disini? Mengapa saudara2ku menjauh? Mungkin pribadi saudara kita sedang ada masalah, atau malah kita yang menjadi sebab masalah? Bisa jadi. Pernahkah kita berpikir orang lain jengah dengan sikap kita, membiarkan orang lain bertanya-tanya dengan tatapan kurang ramah kita. Kecil memang, tapi bisa memberi kesan negatif terhadap ukhuwah yang katanya indah bagi para aktivis dakwah.

Sekali lagi, ini hanya nasihat jiwa, terlebih untuk diri pribadi...
Saudaraku, semoga Allah menjadikan kita pribadi-pribadi yang selalu bersyukur, yang tak pernah merasa telah melakukan semua namun selalu merasa belum melakukan apa-apa dan perlu orang lain membangun impian dakwah kita. Sehingga ada perasaan ingin merangkul saudara di sampingmu, dengan sabar mendengarkan saudaramu (walau kau tahu saudaramu hanya membicarakan alasan).
Karena Hati hanya dapat disentuh dengan hati.

Wallahualam bishawab.
Sesungguhnya masih terlalu banyak kekurangan dari pribadi ini. Yang menulis tidak jauh lebih baik dari apa yang dituliskan. Semoga bermanfaat.
Afwan minkum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Selasa, 15 Februari 2011

Sesekali Bercermin Itu Perlu

Sebuah tulisan, bukan untuk menggurui atau men-judge, tapi hanya tulisan, nasihat hati, terlebih untuk diri pribadi.....

Untuk kita yang mungkin larut dalam dakwah, terkadang terasa penat memikirkan umat (walau hanya perasaan pribadi kita saja), untuk kita yang jenuh dgn aktivitas yang monoton (terasa tak membuahkan hasil), dan untuk kita yang merasakan kekeringan ukhuwah (yang katanya indah itu)....


Saudaraku,,pernahkah kita merenung mengapa semua itu bisa terjadi? Seringkali kita mengeluh ketika merasa kerja sendiri, kita bersedih ketika melihat satu per satu saudara kita mundur teratur (tapi tanpa ada usaha untuk mengetahui alasannya,hanya menebak-nebak), kita kecewa ketika merasa kerja tak dihargai, kita ngambek ketika merasa tak diperhatikan, atau kita merasa tinggal sendiri dan menjadi tumbal dari kemalasan-kemalasan saudara kita? Astaghfirullah aladzim....

Sekali lagi, ini hanya sebuah nasihat jiwa, terlebih untuk diri pribadi....

Semua amalan akan menjadi sia-sia belaka tanpa keikhlasan, terlebih lagi dakwah, sebuah aktivitas yang begitu mulia, karena denganya seorang hamba mengenal penciptanya Allah SWT untuk kemudian menyembahNya dengan tidak mempersekutukan-Nya dengan suatu apapun, akan hilang nilainya.
Ada beberapa tanda dan contoh dari generasi para sahabat atas keikhlasan mereka yang perlu menjadi perhatian para dai sehingga dapat mengontrol sejauh mana keikhlasannya dalam berdakwah. Diantara tanda tersebut ialah: Perhatian yang mendalam terhadap diri sendiri atas perasaan kurang dalam menjalankan hak-hak dan kewajibanya kepada Allah, dalam beribadah dan berdakwah. Bahkan kemarahan terhadap dirinya sendiri atas kekurangan itu, juga tidak melihat terhadap dirinya bahwa ia memiliki keutamaan secuil pun. Bukan justru merasa telah banyak berbuat untuk dakwah dan telah paling banyak ibadahnya. Allah berfirman: "Orang-orang yang memberikan apa yang telah dikaruniakan kepada mereka sedang hati mereka khawatir, sedang kepada tuhan merekalah mereka kembali." (Al-Mu'minun : 60)

Berikut beberapa sikap para salafus sholih dalam keikhlasan mereka beramal:

Abu Bakar Ash-Shiddiq ra memegang lidahnya lalu berkata: "Inilah yang akan membawaku kepada kehancuran."

Umar bin Khattab berkata kepada Huzaifah: "Apakah aku termasuk dari golongan mereka -yaitu orang-orang munafik- atau aku sebagaimana yang disebutkan oleh Rosulullah?"

Imam Syafi'I berkata: "Aku mencintai orang-orang sholeh namun aku bukan dari golongan mereka, semoga aku mendapatkan syafaat bersama mereka."

Muhammad bin Wasi' berkata: "Kalau sekiranya dosa itu mempunyai bau, kalian tentu tak sudi berdekatan denganku, karena baunya tubuhku oleh dosa."

Muhammad bin Aslam At-Thusi berkata: "Aku telah berjalan di bumi dan mengelilinginya, tidaklah aku melihat orang yang sholat menghadap qiblat yang lebih buruk sholatnya dari diriku sendiri."

Hasan Al-Basri rahimahullah mencela dirinya sendiri sambil berkata: "Engkau berkata dengan ucapan orang-orang yang sholeh, ahli ibadah dan taat, sedangkan engkau melakukan perbuatan orang-orang yang fasik dan riya' , Demi Allah.. Ini bukanlah sifat orang-orang yang ikhlas."

Yunus bin Abid berkata: "Aku telah menghitung seratus macam bentuk amal kebaikan, namun tak ada satupun yang ada di dalam diriku."

Fudhoil bin Iyadh berkata kepada dirinya sendiri: "Bagaimana engkau melihat orang yang banyak dosanya ini, sedikit sekali amalnya, sudah hampir senja usianya, namun belum bersiap untuk tempat kembalinya, belum mengisi dirinya untuk hari kematiannya, selalu menghiasi dunianya. "
Lalu ia duduk sambil kembali mencela dirinya: "Orang-orang berkumpul disekelilingmu menulis setiap ucapanmu, ohh.. engkau telah banyak bicara.. Celakalah dirimu, engkau telah banyak bicara. Malulah wahai orang bodoh, apakah engkau tidak tahu siapa dirimu sesungguhnya? Kalau sekiranya orang-orang itu tahu siapa dirimu niscaya mereka tidak akan duduk di sekelilingmu, tidak akan mendengar ucapanmu dan tidak akan mencatatnya darimu."

Begitulah di antara keistimewaan yang mereka miliki, semoga memberi motivasi para dai untuk meningkatkan keikhlasan dalam mengabdi kepada Allah.
Ya Rabb, jagalah selalu keikhlasan kami. Sungguh tiada yang patut dibanggakan, seberapa banyak pun kita merasa berbuat namun sesungguhnya itu sangat secuil. Mereka yang tidak terlihat, sedikit berbuat,tapi tulus ikhlas adalah jauh lebih beruntung daripada mereka yang merasa memikul semuanya sendiri namun sesungguhnya banyak kekhawatiran dan prasangka di belakangnya.

Adalah lebih baik ketika kita mengukur diri sendiri. Melihat kondisi orang lain bukan dari posisi kita, coba duduk di tempatnya, di dekatnya. Lalu bertanya, Mengapa hanya ada aku? Mengapa aku disini? Mengapa saudara2ku menjauh? Mungkin pribadi saudara kita sedang ada masalah, atau malah kita yang menjadi sebab masalah? Bisa jadi. Pernahkah kita berpikir orang lain jengah dengan sikap kita, membiarkan orang lain bertanya-tanya dengan tatapan kurang ramah kita. Kecil memang, tapi bisa memberi kesan negatif terhadap ukhuwah yang katanya indah bagi para aktivis dakwah.

Sekali lagi, ini hanya nasihat jiwa, terlebih untuk diri pribadi...
Saudaraku, semoga Allah menjadikan kita pribadi-pribadi yang selalu bersyukur, yang tak pernah merasa telah melakukan semua namun selalu merasa belum melakukan apa-apa dan perlu orang lain membangun impian dakwah kita. Sehingga ada perasaan ingin merangkul saudara di sampingmu, dengan sabar mendengarkan saudaramu (walau kau tahu saudaramu hanya membicarakan alasan).
Karena Hati hanya dapat disentuh dengan hati.

Wallahualam bishawab.
Sesungguhnya masih terlalu banyak kekurangan dari pribadi ini. Yang menulis tidak jauh lebih baik dari apa yang dituliskan. Semoga bermanfaat.
Afwan minkum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar