Minggu, 13 Februari 2011

Semua Karena Cinta

Mataku masih terpejam. Air dari sudut mataku masih terus mengalir. Hangatnya merambat di pipiku. Peristiwa demi peristiwa, kenangan demi kenangan terputar tak karuan di memoriku. Goncangan mobil travel dan dinginnya AC mobil seolah tak mengusikku untuk memejamkan mata.

Tadi subuh….
Jam 3 dini hari aku terjaga, bangkit dari kasur empukku. Air wudhu dingin merasuk sampai ke tulangku, mensucikan kotoran yang melekat. Subhanallah..
Kuambil 4 rakaat shalat tahajud. Betapa nikmatnya shalat di malam hari. Begitu sejuk begitu khusyuk.
Pukul 03.35 aku kembali merebahkan tubuh di kasurku. Beberapa menit kemudian aku terlelap. Belum sepenuhnya aku terbang ke alam mimpi, handphoneku berdering. Ibuku? Kulihat pukul 04.00. Buru-buru kuangkat handphone itu.
“Halo assalamualaikum. Ada apa Bu?” aku sedikit terkejut mengapa ibu menelepon sepagi ini. Biasanya ba’da subuh baru menelepon.
Yang kudengar adalah isakan tangis dari seberang sana. Ibuku menangis. Bertambah kecemasanku.
“Bu, ada apa?”
“Ti..Nek anang meninggal..” sayup suara ibu. Hanya kata terakhir yang kudengar.
“Meninggal? Siapa Bu yang meninggal?”
“Nek anang…” suara ibu nyaris tak terdengar, yang terdengar jelas adalah isak tangisnya.
“Innalillahi wa inna ilaihi raji’un…” relung hatiku yang paling dalam bagai dihentak keras hingga sakitnya menguras dalam air mataku.

Ya, air mata itu tak henti-henti mengalir, tak dapat kubendung sampai perjalanan pulang ini..
“Ayuk merasakan ini mimpi dek,” aku membuka percakapan dengan adikku. Sedari awal perjalanan kami hanya diam, dengan lamunan masing-masing.
“Iya yuk. Apalagi aku, sudah dua bulan tidak bertemu dengan nek anang. Padahal tiap hari selama 12 tahun ini selalu melihatnya. Mengapa nek anang tidak menungguku? Aku sangat rindu padanya,” ujar caca, adikku yang memang selama dua bulan ini tinggal di Palembang karena harus bimbel dan ikut tes snmptn.
“Ayuk juga tidak menyangka. Padahal baru dua hari kemarin ayuk pulang ke Lahat. Nek anang masih tampak sehat-sehat saja. Masih sempat bercanda dan tertawa. Tapi…Ya Allah..” aku tidak sanggup berkata-kata lagi.

Nek anang….
Sosok yang berarti bagi hidupku sampai saat ini. Nek anang adalah kakek yang sangat baik, penuh kasih sayang terhadap anak cucunya, terutama aku dan adikku, Caca. Dari TK hingga tamat SMA kami tinggal bersama nek anang dan nenek. Mereka merawat dan mendidik kami dengan kasih sayang.
Nek anang sosok yang tegas, disiplin, cerdas, namun punya selera humor yang baik dan sangat penyayang. Di balik sifatnya yang keras ada cinta dan ketulusan yang luar biasa.
Nek anang sangat telaten merawat cucunya. Yang paling kuingat, setiap pagi, nek anang menyiapkan air hangat untuk kami mandi. Membuatkan segelas susu manis semanis cintanya untuk kami. Menyemirkan sepatu kami agar terlihat selalu rapi. Tak jarang pula nek anang menyuapkan kami sarapan. Semua ia lakukan karena cintanya yang tulus.
Beranjak sore, nek anang sudah menghadirkan segelas susu hangat lagi. Lalu dengan peci dan sarungnya ia siap mengajar kami membaca Al-Quran. Subhanallah. Semua ia lakukan karena cinta.
Seusai belajar membaca Al Quran, nek anang memeriksa PR kami. Membantu kami menyelesaikannya. Terkadang aku agak cemas karena jalan mengerjakan jawaban nek anang agak berbeda dengan contoh di buku. Tapi ternyata jalan nek anang tidaklah salah, malah ibu guru di sekolah membenarkan jalanku dalam mengerjakan PR. Tak jarang aku jadi menemukan trik baru yang lebih mudah dalam mengerjakan soal matematika. Semua berkat nek anangku^^
Biasanya setelah mengerjakan PR, nek anang mengajak kami keluar, berdiri di depan pagar rumah, menunggu jajanan yang lewat. Aku paling suka makan roti donat. Nek anang pun membelinya untukku. Semua ia lakukan karena cinta.
Hari pun beranjak malam.
Aku, adikku, nenek dan nek anang menonton tv bersama. Biasanya aku tidak kuat menonton sampai malam, maksimal pukul 20.00. Alhasil aku tertidur di depan tv. Besok pagi aku terbangun dan baru sadar kalau aku sudah berada di atas ranjang empuk. Ternyata nek anang tak pernah membangunkanku untuk tidur di kamar. Tapi ia menggendongku dengan hati-hati, jangan sampai aku terbangun, menggendongku hingga ke tempat tidur. Semua ia lakukan karena cinta.

Ketika aku kelas 4 dan Caca kelas 1 SD. Nek anang menjanjikan akan memberikan sebuah hadiah jika kami mendapat peringkat 1. Itu bukanlah suatu tantangan yang mudah bagi kami karena paling banter biasanya aku masuk 5 besar bukan 3 besar apalagi juara 1. Tapi hadiah yang dijanjikan begitu menarik bagiku saat itu, sebuah jam tangan cantik. Aku dan adikku pun begitu bersemangat belajar dan punya ambisi besar mendapat juara 1! Alhasil ketika hari pembagian raport, nenek dan nek anang begitu terkejut dan bahagia bukan kepalang karena aku dan adikku berhasil mendapat juara 1! Setelah hari itu, aku dan adikku selalu mendapat juara di kelas. Hal yang membanggakan. Semua berkat nek anang tercinta dan semua ia lakukan karena cinta…

Saat aku SMP, aku pernah cidera sepulang dari mengikuti pawai drumband, aku terjatuh dari motor. Pulang ke rumah dengan penuh luka dan menangis. Nek anang telah menunggu di depan pintu, masih kuingat wajahnya yang begitu cemas. Nenek mengomel sana sini mengatakan kenapa tidak hati-hati, tetapi nek anang tidak banyak bicara, beliau dengan sigap membersihkan luka-lukaku dan membalutnya dengan perban. Setiap hari ia selalu ingat membersihkan lukaku dan mengganti perbannya, sampai lukaku benar-benar sembuh. Subhanallah..nek anang, semua ia lakukan karena cinta…

Hari itu semua cerita bermula. Bagai sebuah pil pahit yang harus ditelan. Saat itu aku masih kelas 2 SMP, sekitar 8 tahun yang lalu. Nek anang jatuh pingsan saat hendak keluar mengambil air wudhu untuk solat malam. Nek anang terkena stroke. Hampir seminggu nek anang masuk rumah sakit. Aku begitu sedih melihat keadaan orang yang sangat kusayang terbaring lemah di ranjang pesakitan dengan selang infus dan selang apalah yang tak kutahu namanya yang dimasukkan ke dalam hidungnya. Pasti itu menyakitkan. Nek anang tak mau berlama-lama di rumah sakit dan meminta pulang. Namun keadaan telah berubah. Nek anang kembali sebagai nek anang yang berbeda, nek anang tak dapat lagi berbicara, tak dapat lagi berjalan. Setelah itu, aku tak pernah mendengar candanya, nasihatnya, atau marahnya.
Bertahun-tahun nek anang hanya berbaring di ranjang istimewanya atau duduk di kursi rodanya. Ingin sekali rasanya sewaktu waktu mendengar nek anang memanggil namaku, tapi itu hanya harapan yang tak mungkin terwujud. Begitu sedih dan menyakitkan bagiku, tapi apa yang aku rasakan pasti belum seberapa sakit dan pedih dengan yang nek anang rasakan. Pasti sangat membosankan bertahun-tahun hanya duduk di kursi roda, tanpa bicara, tanpa pergi kemana ia suka.
Namun ada yang tidak berubah. Kasih sayang dan perhatiannya. Walaupun dalam keadaan sakit, nek anang tetap memperhatikan apakah kami sudah makan atau sudah mandi atau bahkan mengingatkan jika waktu solat sudah tiba. Subhanallah..tidak berubah, semua itu ia lakukan karena cinta…

Tiba waktunya aku pergi meninggalkan rumah, meninggalkan nenek dan nek anang karena kuliah di Inderalaya. Sesekali aku pulang ke Lahat. Kondisi nek anang tetap sama, hanya seringkali kulihat ia kesulitan bernapas, sesak. Kata dokter, jantung nek anang tidak nomal lagi, hanya sebagian yang berfungsi dengan baik. Dokter memvonis kalau hidup nek anang hanya bergantung dengan kekuatannya. Sungguh menyakitkan.
Bagaikan sebuah keajaiban. Setahun berlalu, nek anang tetap bertahan dengan kondisinya. Seperti biasa, makan, minum, nonton tv bersama, sesekali bercanda, semua berjalan seperti sedia kala. Nek anang seperti orang sehat saja, wajahnya ceria, hanya tak bisa berbicara dan berjalan, itu saja.

Sabtu itu aku memutuskan untuk pulang ke Lahat. Walaupun hanya libur 2 hari, aku betul-betul ingin pulang. Selain kangen dengan ibu, entah kenapa aku berkeinginan kuat untuk pulang. Tiba di rumah selepas magrib, disambut ibu tercinta. Yang paling ingin kulihat berikutnya adalah wajah sang kakek, nek anangku. Seperti biasa, ia tengah duduk di atas ranjangnya, tersenyum melihat kehadiran cucunya.
Dua hari bersamanya, dua hari yang ternyata merupakan hari-hari terakhir bersamanya. Aku kembali ke Inderalaya, pamit dan mencium tangannya. Andai aku tahu itu kali yang terakhir, entah akan kulepas atau tidak tangannya.
…………………..
Kakiku gemetar ketika tiba di rumah.
Rumah telah ramai dengan bapak-bapak yang memakai peci dan ibu-ibu yang berkerudung. Begitu menakutkan membayangkannya. Dengan menghalau segala ragu, sekuat tenaga aku berjalan. Tak peduli siapa yang ada saat itu, aku hanya mencari nek anang. Ada.
Kulihat sesosok yang terbaring kaku, dengan muka yang ditutup kain putih. Nenek duduk di samping sosok itu. Gemetar tanganku membuka kain penutup itu.
Ya Rabb, kudapati wajah nek anangku. Wajahnya pucat namun tersenyum. Seperti bahagia sekali. Air mataku pun mengalir deras menandai hancur dan perihnya hati. Kuusap pipinya, dingin. Ya Allah, nek anangku kedinginan?
Aku puaskan memandangi wajahnya inci demi inci. Terputar semua kenangan, kala aku tertawa bersamanya, kala aku membantahnya, dan segala pengorbanannya. Semakin deras air mataku.
Kuambil air wudhu lalu kembali duduk di samping jenazah nek anang. Ya, jenazah. Kini nek anangku jadi jenazah. Kubaca surat yasin dekat telinganya. Semoga ia mendengar. Sebagai wujud cinta dan terima kasihku untuknya.
Hujan gerimis mengantar kepergian nek anang. Jenazah nek anang dimasukkan ke dalam lubang, ya lubang kubur. Tempat peristirahatan terakhir nek anangku. Gerimis hatiku, bagaimana mungkin nek anang akan tinggal sendirian di dalam sana. Bukan ranjang empuk dan hangat. Ah, bukankah kita semua akan seperti itu?
Ya Allah…semoga nek anang mendapat tempat yang sebaik-baiknya disana. Jauhkan ia dari segala siksa kuburMu, terima semua amal ibadahnya. Jaga ia disana ketika penjagaan kami tak sampai padanya. Masukkanlah ia ke dalam surgaMu dan pertemukan kelak kami di jannahMu. Amin ya Robbal Alamin.
*2 bulan 11 hari kepergiannya…Tak ada lagi yang tersenyum menyambut kepulanganku atau menghantar pergiku dengan cintanya. Tak ada lagi yang duduk di kursi roda, teman setianya. Atau tak ada lagi yang menangis di atas kursi roda saat maaf-maafan di hari raya. Dan aku akan merindukannya..
Nek anang….walau kini ragamu tak lagi bersama kami dan senyummu hanya ada dalam ingatan kami. Tapi kau tetap hidup di hati kami, selamanya…..
Terima kasih atas segala yang kau berikan karena cinta...

(Sebuah kado lebaran untuk alm.nek anang)
Resty

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Minggu, 13 Februari 2011

Semua Karena Cinta

Mataku masih terpejam. Air dari sudut mataku masih terus mengalir. Hangatnya merambat di pipiku. Peristiwa demi peristiwa, kenangan demi kenangan terputar tak karuan di memoriku. Goncangan mobil travel dan dinginnya AC mobil seolah tak mengusikku untuk memejamkan mata.

Tadi subuh….
Jam 3 dini hari aku terjaga, bangkit dari kasur empukku. Air wudhu dingin merasuk sampai ke tulangku, mensucikan kotoran yang melekat. Subhanallah..
Kuambil 4 rakaat shalat tahajud. Betapa nikmatnya shalat di malam hari. Begitu sejuk begitu khusyuk.
Pukul 03.35 aku kembali merebahkan tubuh di kasurku. Beberapa menit kemudian aku terlelap. Belum sepenuhnya aku terbang ke alam mimpi, handphoneku berdering. Ibuku? Kulihat pukul 04.00. Buru-buru kuangkat handphone itu.
“Halo assalamualaikum. Ada apa Bu?” aku sedikit terkejut mengapa ibu menelepon sepagi ini. Biasanya ba’da subuh baru menelepon.
Yang kudengar adalah isakan tangis dari seberang sana. Ibuku menangis. Bertambah kecemasanku.
“Bu, ada apa?”
“Ti..Nek anang meninggal..” sayup suara ibu. Hanya kata terakhir yang kudengar.
“Meninggal? Siapa Bu yang meninggal?”
“Nek anang…” suara ibu nyaris tak terdengar, yang terdengar jelas adalah isak tangisnya.
“Innalillahi wa inna ilaihi raji’un…” relung hatiku yang paling dalam bagai dihentak keras hingga sakitnya menguras dalam air mataku.

Ya, air mata itu tak henti-henti mengalir, tak dapat kubendung sampai perjalanan pulang ini..
“Ayuk merasakan ini mimpi dek,” aku membuka percakapan dengan adikku. Sedari awal perjalanan kami hanya diam, dengan lamunan masing-masing.
“Iya yuk. Apalagi aku, sudah dua bulan tidak bertemu dengan nek anang. Padahal tiap hari selama 12 tahun ini selalu melihatnya. Mengapa nek anang tidak menungguku? Aku sangat rindu padanya,” ujar caca, adikku yang memang selama dua bulan ini tinggal di Palembang karena harus bimbel dan ikut tes snmptn.
“Ayuk juga tidak menyangka. Padahal baru dua hari kemarin ayuk pulang ke Lahat. Nek anang masih tampak sehat-sehat saja. Masih sempat bercanda dan tertawa. Tapi…Ya Allah..” aku tidak sanggup berkata-kata lagi.

Nek anang….
Sosok yang berarti bagi hidupku sampai saat ini. Nek anang adalah kakek yang sangat baik, penuh kasih sayang terhadap anak cucunya, terutama aku dan adikku, Caca. Dari TK hingga tamat SMA kami tinggal bersama nek anang dan nenek. Mereka merawat dan mendidik kami dengan kasih sayang.
Nek anang sosok yang tegas, disiplin, cerdas, namun punya selera humor yang baik dan sangat penyayang. Di balik sifatnya yang keras ada cinta dan ketulusan yang luar biasa.
Nek anang sangat telaten merawat cucunya. Yang paling kuingat, setiap pagi, nek anang menyiapkan air hangat untuk kami mandi. Membuatkan segelas susu manis semanis cintanya untuk kami. Menyemirkan sepatu kami agar terlihat selalu rapi. Tak jarang pula nek anang menyuapkan kami sarapan. Semua ia lakukan karena cintanya yang tulus.
Beranjak sore, nek anang sudah menghadirkan segelas susu hangat lagi. Lalu dengan peci dan sarungnya ia siap mengajar kami membaca Al-Quran. Subhanallah. Semua ia lakukan karena cinta.
Seusai belajar membaca Al Quran, nek anang memeriksa PR kami. Membantu kami menyelesaikannya. Terkadang aku agak cemas karena jalan mengerjakan jawaban nek anang agak berbeda dengan contoh di buku. Tapi ternyata jalan nek anang tidaklah salah, malah ibu guru di sekolah membenarkan jalanku dalam mengerjakan PR. Tak jarang aku jadi menemukan trik baru yang lebih mudah dalam mengerjakan soal matematika. Semua berkat nek anangku^^
Biasanya setelah mengerjakan PR, nek anang mengajak kami keluar, berdiri di depan pagar rumah, menunggu jajanan yang lewat. Aku paling suka makan roti donat. Nek anang pun membelinya untukku. Semua ia lakukan karena cinta.
Hari pun beranjak malam.
Aku, adikku, nenek dan nek anang menonton tv bersama. Biasanya aku tidak kuat menonton sampai malam, maksimal pukul 20.00. Alhasil aku tertidur di depan tv. Besok pagi aku terbangun dan baru sadar kalau aku sudah berada di atas ranjang empuk. Ternyata nek anang tak pernah membangunkanku untuk tidur di kamar. Tapi ia menggendongku dengan hati-hati, jangan sampai aku terbangun, menggendongku hingga ke tempat tidur. Semua ia lakukan karena cinta.

Ketika aku kelas 4 dan Caca kelas 1 SD. Nek anang menjanjikan akan memberikan sebuah hadiah jika kami mendapat peringkat 1. Itu bukanlah suatu tantangan yang mudah bagi kami karena paling banter biasanya aku masuk 5 besar bukan 3 besar apalagi juara 1. Tapi hadiah yang dijanjikan begitu menarik bagiku saat itu, sebuah jam tangan cantik. Aku dan adikku pun begitu bersemangat belajar dan punya ambisi besar mendapat juara 1! Alhasil ketika hari pembagian raport, nenek dan nek anang begitu terkejut dan bahagia bukan kepalang karena aku dan adikku berhasil mendapat juara 1! Setelah hari itu, aku dan adikku selalu mendapat juara di kelas. Hal yang membanggakan. Semua berkat nek anang tercinta dan semua ia lakukan karena cinta…

Saat aku SMP, aku pernah cidera sepulang dari mengikuti pawai drumband, aku terjatuh dari motor. Pulang ke rumah dengan penuh luka dan menangis. Nek anang telah menunggu di depan pintu, masih kuingat wajahnya yang begitu cemas. Nenek mengomel sana sini mengatakan kenapa tidak hati-hati, tetapi nek anang tidak banyak bicara, beliau dengan sigap membersihkan luka-lukaku dan membalutnya dengan perban. Setiap hari ia selalu ingat membersihkan lukaku dan mengganti perbannya, sampai lukaku benar-benar sembuh. Subhanallah..nek anang, semua ia lakukan karena cinta…

Hari itu semua cerita bermula. Bagai sebuah pil pahit yang harus ditelan. Saat itu aku masih kelas 2 SMP, sekitar 8 tahun yang lalu. Nek anang jatuh pingsan saat hendak keluar mengambil air wudhu untuk solat malam. Nek anang terkena stroke. Hampir seminggu nek anang masuk rumah sakit. Aku begitu sedih melihat keadaan orang yang sangat kusayang terbaring lemah di ranjang pesakitan dengan selang infus dan selang apalah yang tak kutahu namanya yang dimasukkan ke dalam hidungnya. Pasti itu menyakitkan. Nek anang tak mau berlama-lama di rumah sakit dan meminta pulang. Namun keadaan telah berubah. Nek anang kembali sebagai nek anang yang berbeda, nek anang tak dapat lagi berbicara, tak dapat lagi berjalan. Setelah itu, aku tak pernah mendengar candanya, nasihatnya, atau marahnya.
Bertahun-tahun nek anang hanya berbaring di ranjang istimewanya atau duduk di kursi rodanya. Ingin sekali rasanya sewaktu waktu mendengar nek anang memanggil namaku, tapi itu hanya harapan yang tak mungkin terwujud. Begitu sedih dan menyakitkan bagiku, tapi apa yang aku rasakan pasti belum seberapa sakit dan pedih dengan yang nek anang rasakan. Pasti sangat membosankan bertahun-tahun hanya duduk di kursi roda, tanpa bicara, tanpa pergi kemana ia suka.
Namun ada yang tidak berubah. Kasih sayang dan perhatiannya. Walaupun dalam keadaan sakit, nek anang tetap memperhatikan apakah kami sudah makan atau sudah mandi atau bahkan mengingatkan jika waktu solat sudah tiba. Subhanallah..tidak berubah, semua itu ia lakukan karena cinta…

Tiba waktunya aku pergi meninggalkan rumah, meninggalkan nenek dan nek anang karena kuliah di Inderalaya. Sesekali aku pulang ke Lahat. Kondisi nek anang tetap sama, hanya seringkali kulihat ia kesulitan bernapas, sesak. Kata dokter, jantung nek anang tidak nomal lagi, hanya sebagian yang berfungsi dengan baik. Dokter memvonis kalau hidup nek anang hanya bergantung dengan kekuatannya. Sungguh menyakitkan.
Bagaikan sebuah keajaiban. Setahun berlalu, nek anang tetap bertahan dengan kondisinya. Seperti biasa, makan, minum, nonton tv bersama, sesekali bercanda, semua berjalan seperti sedia kala. Nek anang seperti orang sehat saja, wajahnya ceria, hanya tak bisa berbicara dan berjalan, itu saja.

Sabtu itu aku memutuskan untuk pulang ke Lahat. Walaupun hanya libur 2 hari, aku betul-betul ingin pulang. Selain kangen dengan ibu, entah kenapa aku berkeinginan kuat untuk pulang. Tiba di rumah selepas magrib, disambut ibu tercinta. Yang paling ingin kulihat berikutnya adalah wajah sang kakek, nek anangku. Seperti biasa, ia tengah duduk di atas ranjangnya, tersenyum melihat kehadiran cucunya.
Dua hari bersamanya, dua hari yang ternyata merupakan hari-hari terakhir bersamanya. Aku kembali ke Inderalaya, pamit dan mencium tangannya. Andai aku tahu itu kali yang terakhir, entah akan kulepas atau tidak tangannya.
…………………..
Kakiku gemetar ketika tiba di rumah.
Rumah telah ramai dengan bapak-bapak yang memakai peci dan ibu-ibu yang berkerudung. Begitu menakutkan membayangkannya. Dengan menghalau segala ragu, sekuat tenaga aku berjalan. Tak peduli siapa yang ada saat itu, aku hanya mencari nek anang. Ada.
Kulihat sesosok yang terbaring kaku, dengan muka yang ditutup kain putih. Nenek duduk di samping sosok itu. Gemetar tanganku membuka kain penutup itu.
Ya Rabb, kudapati wajah nek anangku. Wajahnya pucat namun tersenyum. Seperti bahagia sekali. Air mataku pun mengalir deras menandai hancur dan perihnya hati. Kuusap pipinya, dingin. Ya Allah, nek anangku kedinginan?
Aku puaskan memandangi wajahnya inci demi inci. Terputar semua kenangan, kala aku tertawa bersamanya, kala aku membantahnya, dan segala pengorbanannya. Semakin deras air mataku.
Kuambil air wudhu lalu kembali duduk di samping jenazah nek anang. Ya, jenazah. Kini nek anangku jadi jenazah. Kubaca surat yasin dekat telinganya. Semoga ia mendengar. Sebagai wujud cinta dan terima kasihku untuknya.
Hujan gerimis mengantar kepergian nek anang. Jenazah nek anang dimasukkan ke dalam lubang, ya lubang kubur. Tempat peristirahatan terakhir nek anangku. Gerimis hatiku, bagaimana mungkin nek anang akan tinggal sendirian di dalam sana. Bukan ranjang empuk dan hangat. Ah, bukankah kita semua akan seperti itu?
Ya Allah…semoga nek anang mendapat tempat yang sebaik-baiknya disana. Jauhkan ia dari segala siksa kuburMu, terima semua amal ibadahnya. Jaga ia disana ketika penjagaan kami tak sampai padanya. Masukkanlah ia ke dalam surgaMu dan pertemukan kelak kami di jannahMu. Amin ya Robbal Alamin.
*2 bulan 11 hari kepergiannya…Tak ada lagi yang tersenyum menyambut kepulanganku atau menghantar pergiku dengan cintanya. Tak ada lagi yang duduk di kursi roda, teman setianya. Atau tak ada lagi yang menangis di atas kursi roda saat maaf-maafan di hari raya. Dan aku akan merindukannya..
Nek anang….walau kini ragamu tak lagi bersama kami dan senyummu hanya ada dalam ingatan kami. Tapi kau tetap hidup di hati kami, selamanya…..
Terima kasih atas segala yang kau berikan karena cinta...

(Sebuah kado lebaran untuk alm.nek anang)
Resty

Tidak ada komentar:

Posting Komentar