Sabtu, 26 November 2011

pesona jilbab #ketika Allah jatuh cinta

Pagi hari yang cukup sejuk di 26 November 2011.
Apa? Begitu cepat waktu berlalu, besok sudah memasuki tahun baru Hijriyah. Hmm..
Memang benar waktu adalah pedang, yang menjadi bahaya ketika kita tak mampu mengendalikannnya dengan baik. Waktu oh waktu.
Baiklah, saya sedikit sensitif jika harus membicarakan soal waktu. Saya sedang tak bersahabat dengannya, kami bagaikan sedang berlomba untuk mencapai garis finish ~yang entah berakhir dimana~.
***
Sebenarnya pagi ini saya ingin menceritakan tentang sebuah pengalaman yang bisa dijadikan warning dan pembelajaran. Kisah seorang ukhti, sebut saja namanya Tingting (sepertinya saya teringat salah seorang penyanyi yang lagi in nih) . Tingting adalah seorang akhwat salihah yang manis, jilbabnya rapi, dan pastinya seorang aktivis. Lengkap deh. Begitu loyal dengan amanah sehingga Tingting tak jarang menghabiskan waktu seharian di kampus untuk rapat. Alhasil, sudah terbiasa untuk Tingting pulang agak kesorean (kalo, ba'da magrib itu masih sore ndak ya). 
Saya pikir setiap akhwat pun tak mau jika harus pulang malam. Apapun alasannya, perasaan risih pasti ada jika pulang ke rumah namun lampu jalanan sudah hidup dan rumah-rumah orang sudah terang benderang dengan lampu dengan pintu yang tertutup, dan lorong ke rumah yang sudah mulai sepi.
Sebuah dilema. Terkadang ada satu dua alasan mengapa para ukhti-ukhti tetap tak bisa menampikkan keadaan. Rapat yang alot, atau pembahasan yang panjang, terkadang butuh penyelesaian segera, rasanya memaksa akhwat untuk bertahan dalam rapat itu sampai selesai. That's right. Coba deh tanya, rata-rata alasan mereka pulang agak malam itu kenapa? Tentu saja bukan karena sks kuliah yang banyak. Tapi karena ada sks syuro . Namanya juga akhwat.   Gak keren donk kalau gak banyak syuro. (plakk).
Lupakan latar belakang pulang malam ya. Kembali ke cerita si Tingting.
Hari itu, alhamdulillah Tingting tidak pulang kemalaman dari kampusnya di UI (Universitas Inderalaya alias Unsri). Sebelum magrib, dia sudah sampai di Palembang, bis menurunkan semua penumpangnya di Pamor. Waktu memang masih sore, tapi situasi dan cuaca sangat menyeramkan. Sore itu hujan deras sehingga langit sudah amat gelap. Karena hujan, ukh Tingting ingin cepat-cepat naik bis lagi yang menghantarkannya ke depan masjid agung. Karena dia harus naik angkot yang ada di seberang masjid untuk tiba di rumahnya.

Jumat, 25 November 2011

khusyu'ku sudahkah khusyu'

Senarai kisah pejuang-pejuang terbaik sepanjang masa menghentikan segala bentuk kesombongan, mengerdilkan diri ini dalam sekerdil-kerdilnya bentuk karena tak ada sesuatu yang besar untuk dibanggakan. Yang besar hanyalah dosa.
Paham itu kecil, andai kukatakan sebesar uhud pun, takkan sebanding dengan sebutir kurma bagi mereka.
Betapa ingin kusurukkan muka ke dalam pasir terbenam. Sayyidina Ali, ajarkan apa itu khusyu', yang meminta anak panah yang menancap di tubuhnya itu agar dicabut ketika beliau solat. Agar sakitnya tak terasa,betapapun perihnya hingga mampu mencabut jantung, tak berasa.
Itulah khusyu'....
Apakah khusyu' kita berarti di tempat yg nyaman dan dalam keadaan ringan?
Mereka tidak mengajarkan itu.
Khusyu' itu didapat setelah lelah, hingga payah, hingga sholat dirasa sebagai istirahat dari semua letih dan payah berjuang.
Disana mereka menemukan kekhusyu'an.
Karena pertemuan dengan Rabb sang pencipta semesta alam lebih terasa indah ketika telah bersusah payah,menghadirkan cinta untukNya.

karena kita manusia

Apa kau mengantuk? Oh, bukan. Apa saya mengantuk? He'em, bosan dengan ketidakjelasan perasaan dan semangat yang turun naik, membuat saya terombang-ambing dalam ketidakjelasan gelombang emosi yang abstrak ini (hedeh,apa sih?)
Baiklah, saya bingung harus memulainya darimana.
Saya ingin bercerita sedemikian rupa sebelum akses internet modem saya ini habis. Benar, harus dimanfaatkan sebaik-baiknya kesempatan ini. Kali ini izinkan saya menuliskan kisah saya dan air mata #haduwh,. Saya baru menyadari ternyata saya begitu akrab dengannya. Ntahlah, saya bisa menangis dimana saja saya suka. Huks huks. Don't try this at home yak!
Saya (memang) mudah menangis, tapi saya tidak suka jika dibilang cengeng. Tolonglah ya, air mata itu bukanlah indikasi utama dari kelemahan. Terutama bagi seorang wanita berhati lembut seperti saya (#hueks), maksudnya bagi hampir setiap wanita, air mata adalah salah satu cara mengekspresikan perasaannya. Tepat sekali karena wanita didominasi oleh perasaan. Air mata dapat menjadi ekpresi kegembiraan, kegalauan, dan segala hal yang tak bisa wanita ekspresikan dengan kata.
Saya pun menjadi teringat betapa saya sering menangis di saat orang lain terheran mengapa harus menangis?
Awalnya saya pikir ada masalah dengan diri saya. Benar saja, saya tidak bisa marah. Ketika rasa marah itu begitu memuncak dan menyesakkan, maka semuanya akan terekspresi dengan tangisan. Sering seperti itu. Sebenarnya, otak penuh dengan kata-kata atau apalah yang ingin sekali saya lontarkan ketika saya marah, tapi mulut hanya diam. Akhirnya kata-kata yang mendesak itu keluar lewat buliran air mata. Huks. Setelah saya rasa puas menuangkan kekesalan, berhentilah adegan tangis menangis itu. Tapi apa yang dirasakan setelahnya? Tentu saja perasaan lega yang luar biasa dan saya bisa menjadi lebih tegar berlipat-lipat setelahnya.
Ah, sebenarnya tidak secengeng itu juga teman. Hanya saja saya agak kerempongan (kesulitan) menata emosi ketika berada di situasi kondisi yang bagi saya sulit (sedikit pledoi).

Jumat, 18 November 2011

Memo untuk Kekasih 2

Allahu..
apa kabar? Aku tak perlu menyampaikan kabarku kan? Karena sekarang Engkau bisa lihat sendiri betapa kacaunya aku. Mata sembab, hati basah, jiwa yang lelah. Betapa terasa makin kerdilnya aku. Betapa terasa makin lemahnya aku. Betapa terasa makin miskinnya aku.
Sejatinya aku tak punya apa-apa!
Bahkan sebutir debu pun bukan milikku. Ah, apalagi takdir. Ia tak mau tunduk di kakiku, atau sekedar mau singgah di genggamku.
Jika boleh aku mencinta, aku mencintai semua senyum dan harapan. Jika boleh aku membenci, aku benci dengan semua kekecewaan yang memaksa.
Namun sejatinya aku tak punya apa-apa untuk mencinta atau membenci.

Senin, 14 November 2011

a deal (a great gift from God)

Sepertinya saya harus menuruti kemauan si hati untuk mencorat-coret 'Ceritaku' ini dengan berbagai uneguneg yang tengah bersarang di kelapa (eh kepala) saya sekarang. Jika tidak, saya tidak sanggup membayangkan apa jadinya saya tanpa ekspresi nyata (?).
A deal.
Saya lebih suka menyebutnya sebagai kesepakatan. Kesepakatan mahaagung yang telah saya lakukan dengan Pencipta saya. Jauh sebelum langit dan semesta alam raya diciptakan. Namun kesepakatan itu telah tertulis jauh sebelum itu, di Lauhul Mafudz.
Saya merasa perlu membincangkan sesuatu, yang menjadi topik kegalauan teman-teman saya saat ini. Jiahh, sok banget ya teman-teman saya (hihi). Saya yakin kamu dan kamu pasti sepakat yang namanya jodoh itu di tangan Allah ya? Ya eyalahhh, saya pun sepakat kalee. Makanya saya mah anteng2 aja untuk urusan yang satu ini (yakin res? haha).
Okey, biarkan saya berekspresi ya. Ini kan rumah saya (loh?).
Semoga yang saya tuliskan ini akan mengobati kegalauan2, terlebih kalau saya yang galau.
Saya bukanlah malaikat yang tahu seluruh isi perjanjian di atas langit, atau bahkan saya bukan setan yang suka mencuri-curi rahasia di langit, bukan. Tapi yang saya yakini, Allah sudah meng-create sedemikianrupa hidup saya lewat "a deal" tadi, yaitu rezeki, maut, dan jodoh. Aha, andai saya ingat momen deal or no deal itu dulu jauh sebelum saya lahir ke dunia, saya ingin merekamnya dalam2 di ingatan saya, agar saya bisa tahu apa saja yang akan terjadi dalam hidup ini.
Saya sudah terlalu jauh berimajinasi tidak penting.
Jodoh itu misteri. Wow. Serem banget ya pemilihan diksinya. Saya ganti.
Jodoh itu sebuah rahasia, sebuah hadiah terbesar dari Allah untuk hidup kita. Yup, yang ini lebih baik.
Lagi-lagi, andai saya punya doraemon, saya mau donk pinjam mesin waktunya. Saya mau mengintip siapa ya yang menjadi jodoh saya?? No no no, rasanya itu terlalu ekstrim. Saya juga tidak yakin saya akan merasa lebih baik jika saya tahu semuanya.

Rabu, 09 November 2011

memo untuk Kekasih

Allah yang Maha Lembut dan Penyayang..
Jikalah aku sedang dirundung kemalasan, maka jangan sampai Engkau pun malas memperhatikanku ya.
Ah, bukankah Kau begitu paham aku?
Saat aku berlaku aneh dan saat aku butuh waktu untuk diam, itu adalah saat aku butuh perhatian.
Tolong aku Allahku sayang. Jangan tinggalkan aku sedkitpun walau kadang aku lupa bercerita padamu.
Selalu ingatkan aku.
Kalau aku tak peka dengan peringatanmu, sentil aku dengan cara terlembutMu, hingga aku mengerti kalau Kau masih begitu mencintaiku.
Allah, aku hanya percaya padaMu untuk urusan satu ini.

Rabu, 02 November 2011

bulan sayang bintang (anehhhnyaaaa ini)

Jauh! Makin.
Sungguh.....
Mungkin? Tidak!
Malu........
Kata hanya sebuah kontemplasi atau sekedar ekstansi
karena rembulan sadar, tidak bisa menjadi gemintang
yang mampu memberkas sinar sendiri, utuh darinya
lagi-lagi rembulan sadar, hanya mampu memantulkan cahaya
dari sang raja langit
Selamanya rembulan tak dapat berkawan dengan gemintang
tapi mereka tetap bersama dalam setiap waktu dan keadaan 
yang dilihat dari bumi
Walau sebenarnya rembulan ingin menjadi gemintang
agar bisa bersama membentuk gugusan di cakrawala malam
bulan tetap tak bisa, hanya malu
binarnya meredup ketika bintang berbisik, lalu pergi meninggi dengan cahaya sendiri.
Ah bulan, tak tahukah kau ada yang merindu cerlang sinarmu malam ini?
Pantulan bukan hal yang berarti,
biar bintang dengan gugusannya. Kau tetap indah di langit malam ini.

Selasa, 01 November 2011

saya bisa anarkis, camkan itu!

Saat-saat sendiri seperti ini bagi saya adalah waktu yang kaya rasa. Kenapa? Iya, kadang saya bisa menjadi sangat bosan dengan kesendirian, tapi kadang juga bisa menjadi saat-saat terindah saya dengan imajinasi dan mimpi, dan menjadi saat produktif untuk menghasilkan tulisan -yang masih belajar- ini.
Kali ini saya ingin bercerita tentang kenangan kelam saya di dalam bis. Mengapa kelam? Yang benar saja, saya hampir melakukan tindakan anarkis di dalam bis mahasiswa. Arrggh, bisakah kau bayangkan betapa saya harus memompa kesabaran dengan sekuat tenaga untuk menahan keinginan saya melempar seseorang di dalam bis itu keluar jalan -tentu saja ketika bis masih berjalan-.
Mengapa pikiran saya bisa se-anarkis itu? Tenang teman, sekali lagi saya katakan saya anak manis. Tentu ada hal yang mengganggu saya sehingga saya ingin seribu kali melempar bahkan menendang orang itu ke jalan.
Hari itu....Saya kurang ingat persis hari apa. Yang pasti hari sudah sore dan ditemani hujan rintik setengah deras. Lagi-lagi saya pulang dari kampus dengan bis sendirian. Saya mengambil tempat duduk yang nyaman dengan seorang cewek. Di sebelah saya, ada sepasang manusia -ntah berprikemanusiaan atau tidak- (hufh, maafkanlah saya, karena saya hampir mati kesal dibuatnya) duduk berdua, sepertinya mereka sepasang kekasih, itu loh muda mudi yang mendeklarasikan mereka 'berpacaran'.
Mulanya saya tidak begitu peduli dengan sepasang pacar itu (?). Ntahlah, saya mau menyebutnya dengan sepasang pacar saja. Di awal-awal perjalanan, mereka seperti orang berpacaran umumnya, senyam senyum ntah bercerita apa, tapi lama kelamaan mereka tidak menyadari apa yang mereka lakukan di tempat umum! Kesal! Tentu saja saya bisa melihat gerak gerik mereka, karena mereka persis di sebelah saya. Saya tidak habis pikir bagaimana tangan si cowok ingusan dan bau kencur, laos, kunyit, serai, tomat busuk itu 'ngelaba' kesana kemari (maaf) ke si cewek. Allahurobbi.
Saya sungguh tidak tahu teman harus bertindak seperti apa dan sejauh mana. Pertama, tentu saja saya langsung memalingkan muka saya. Dosa!!! Saya pikir kejadian itu hanya akan berlangsung sebentar dan mereka akan sadar ini bis (tempat umum). Saya kembali menghadap lurus ke depan. Tapi tidak dapat saya pungkiri, luas pandangan mata kita tetap membuat saya bisa melihat gerak-gerik mereka. Kejadian itu berulang lagi! Lagi, lagi, si cowok terus ngelaba, dan yang saya herankan si cewek diam saja, seolah membolehkan dengan senang hati hal itu terjadi. Tidakkk!!! Saya sudah melempar pandangan sinis ke mereka, awalnya direspon, kejadian itu berhenti. Tapi lima menit kemudian itu terulang dan terulang dan mereka tak peduli dengan pandangan sinis dan risih saya. Seandainya cewek itu adalah adik perempuan saya, pasti sudah saya gampar, dan dapat saya pastikan saya sudah melempar ke jalan si cowok itu, tentu dengan muka yang sudah babak belur hancurr!
Apa yang harus saya lakukan? Saya benar-benar dilanda kegalauan saat itu teman. Saya tidaklah seberani itu menggampar mereka. Ternyata saya tidak sehebat itu melarang perbuatan maksiat terang-terangan di depan mata saya dan mencegahnya langsung dengan tangan saya. Yang saya lakukan saat itu, hanya selemah-lemahnya iman, saya hanya beristighfar sepanjang perjalanan dengan mata berkaca-kaca dan memohon ampun kepada Allah.
Saya betul-betul sedih..Sedih sekali rasanya melihat fenomena itu. Ntahlah saya tidak mau memposisikan bagaimana si cowok, karena saya sungguh benci dengan laki-laki itu! Sumpah serapah mungkin sudah saya lontarkan di dalam hati. Tapi saya sedih, ketika memposisikan diri dalam diri si cewek. Ya Allah..semoga Kau ampuni mereka, tunjukkan padanya yang benar dan yang salah.

a-ye-a-ya-h-yah ayah

Teringat masa kecilku kau peluk dan kau manja
Indahnya saat itu buatku melambung
Disisimu terngiang hangat napas segar harum tubuhmu
Kau tuturkan segala mimpi-mimpi serta harapanmu.
Kau inginku menjadi yang terbaik bagimu
Patuhi perintahmu jauhkan godaan
Yang mungkin ku lakukan dalam waktu ku beranjak dewasa
Jangan sampai membuatku terbelenggu jatuh dan terinjak

Tuhan tolonglah sampaikan sejuta sayangku untuknya
Ku terus berjanji tak kan khianati pintanya
Ayah dengarlah betapa sesungguhnya ku mencintaimu
Kan ku buktikan ku mampu penuhi maumu

Andaikan detik itu kan bergulir kembali
Ku rindukan suasana basuh jiwaku
Membahagiakan aku yang haus akan kasih dan sayangmu
Tuk wujudkan segala sesuatu yang pernah terlewati

-Saya suka lagu untuk ayah yang ini, kamu? Untuk ayah2 hebat di seluruh dunia. La la la la-

Sabtu, 26 November 2011

pesona jilbab #ketika Allah jatuh cinta

Pagi hari yang cukup sejuk di 26 November 2011.
Apa? Begitu cepat waktu berlalu, besok sudah memasuki tahun baru Hijriyah. Hmm..
Memang benar waktu adalah pedang, yang menjadi bahaya ketika kita tak mampu mengendalikannnya dengan baik. Waktu oh waktu.
Baiklah, saya sedikit sensitif jika harus membicarakan soal waktu. Saya sedang tak bersahabat dengannya, kami bagaikan sedang berlomba untuk mencapai garis finish ~yang entah berakhir dimana~.
***
Sebenarnya pagi ini saya ingin menceritakan tentang sebuah pengalaman yang bisa dijadikan warning dan pembelajaran. Kisah seorang ukhti, sebut saja namanya Tingting (sepertinya saya teringat salah seorang penyanyi yang lagi in nih) . Tingting adalah seorang akhwat salihah yang manis, jilbabnya rapi, dan pastinya seorang aktivis. Lengkap deh. Begitu loyal dengan amanah sehingga Tingting tak jarang menghabiskan waktu seharian di kampus untuk rapat. Alhasil, sudah terbiasa untuk Tingting pulang agak kesorean (kalo, ba'da magrib itu masih sore ndak ya). 
Saya pikir setiap akhwat pun tak mau jika harus pulang malam. Apapun alasannya, perasaan risih pasti ada jika pulang ke rumah namun lampu jalanan sudah hidup dan rumah-rumah orang sudah terang benderang dengan lampu dengan pintu yang tertutup, dan lorong ke rumah yang sudah mulai sepi.
Sebuah dilema. Terkadang ada satu dua alasan mengapa para ukhti-ukhti tetap tak bisa menampikkan keadaan. Rapat yang alot, atau pembahasan yang panjang, terkadang butuh penyelesaian segera, rasanya memaksa akhwat untuk bertahan dalam rapat itu sampai selesai. That's right. Coba deh tanya, rata-rata alasan mereka pulang agak malam itu kenapa? Tentu saja bukan karena sks kuliah yang banyak. Tapi karena ada sks syuro . Namanya juga akhwat.   Gak keren donk kalau gak banyak syuro. (plakk).
Lupakan latar belakang pulang malam ya. Kembali ke cerita si Tingting.
Hari itu, alhamdulillah Tingting tidak pulang kemalaman dari kampusnya di UI (Universitas Inderalaya alias Unsri). Sebelum magrib, dia sudah sampai di Palembang, bis menurunkan semua penumpangnya di Pamor. Waktu memang masih sore, tapi situasi dan cuaca sangat menyeramkan. Sore itu hujan deras sehingga langit sudah amat gelap. Karena hujan, ukh Tingting ingin cepat-cepat naik bis lagi yang menghantarkannya ke depan masjid agung. Karena dia harus naik angkot yang ada di seberang masjid untuk tiba di rumahnya.

Jumat, 25 November 2011

khusyu'ku sudahkah khusyu'

Senarai kisah pejuang-pejuang terbaik sepanjang masa menghentikan segala bentuk kesombongan, mengerdilkan diri ini dalam sekerdil-kerdilnya bentuk karena tak ada sesuatu yang besar untuk dibanggakan. Yang besar hanyalah dosa.
Paham itu kecil, andai kukatakan sebesar uhud pun, takkan sebanding dengan sebutir kurma bagi mereka.
Betapa ingin kusurukkan muka ke dalam pasir terbenam. Sayyidina Ali, ajarkan apa itu khusyu', yang meminta anak panah yang menancap di tubuhnya itu agar dicabut ketika beliau solat. Agar sakitnya tak terasa,betapapun perihnya hingga mampu mencabut jantung, tak berasa.
Itulah khusyu'....
Apakah khusyu' kita berarti di tempat yg nyaman dan dalam keadaan ringan?
Mereka tidak mengajarkan itu.
Khusyu' itu didapat setelah lelah, hingga payah, hingga sholat dirasa sebagai istirahat dari semua letih dan payah berjuang.
Disana mereka menemukan kekhusyu'an.
Karena pertemuan dengan Rabb sang pencipta semesta alam lebih terasa indah ketika telah bersusah payah,menghadirkan cinta untukNya.

karena kita manusia

Apa kau mengantuk? Oh, bukan. Apa saya mengantuk? He'em, bosan dengan ketidakjelasan perasaan dan semangat yang turun naik, membuat saya terombang-ambing dalam ketidakjelasan gelombang emosi yang abstrak ini (hedeh,apa sih?)
Baiklah, saya bingung harus memulainya darimana.
Saya ingin bercerita sedemikian rupa sebelum akses internet modem saya ini habis. Benar, harus dimanfaatkan sebaik-baiknya kesempatan ini. Kali ini izinkan saya menuliskan kisah saya dan air mata #haduwh,. Saya baru menyadari ternyata saya begitu akrab dengannya. Ntahlah, saya bisa menangis dimana saja saya suka. Huks huks. Don't try this at home yak!
Saya (memang) mudah menangis, tapi saya tidak suka jika dibilang cengeng. Tolonglah ya, air mata itu bukanlah indikasi utama dari kelemahan. Terutama bagi seorang wanita berhati lembut seperti saya (#hueks), maksudnya bagi hampir setiap wanita, air mata adalah salah satu cara mengekspresikan perasaannya. Tepat sekali karena wanita didominasi oleh perasaan. Air mata dapat menjadi ekpresi kegembiraan, kegalauan, dan segala hal yang tak bisa wanita ekspresikan dengan kata.
Saya pun menjadi teringat betapa saya sering menangis di saat orang lain terheran mengapa harus menangis?
Awalnya saya pikir ada masalah dengan diri saya. Benar saja, saya tidak bisa marah. Ketika rasa marah itu begitu memuncak dan menyesakkan, maka semuanya akan terekspresi dengan tangisan. Sering seperti itu. Sebenarnya, otak penuh dengan kata-kata atau apalah yang ingin sekali saya lontarkan ketika saya marah, tapi mulut hanya diam. Akhirnya kata-kata yang mendesak itu keluar lewat buliran air mata. Huks. Setelah saya rasa puas menuangkan kekesalan, berhentilah adegan tangis menangis itu. Tapi apa yang dirasakan setelahnya? Tentu saja perasaan lega yang luar biasa dan saya bisa menjadi lebih tegar berlipat-lipat setelahnya.
Ah, sebenarnya tidak secengeng itu juga teman. Hanya saja saya agak kerempongan (kesulitan) menata emosi ketika berada di situasi kondisi yang bagi saya sulit (sedikit pledoi).

Jumat, 18 November 2011

Memo untuk Kekasih 2

Allahu..
apa kabar? Aku tak perlu menyampaikan kabarku kan? Karena sekarang Engkau bisa lihat sendiri betapa kacaunya aku. Mata sembab, hati basah, jiwa yang lelah. Betapa terasa makin kerdilnya aku. Betapa terasa makin lemahnya aku. Betapa terasa makin miskinnya aku.
Sejatinya aku tak punya apa-apa!
Bahkan sebutir debu pun bukan milikku. Ah, apalagi takdir. Ia tak mau tunduk di kakiku, atau sekedar mau singgah di genggamku.
Jika boleh aku mencinta, aku mencintai semua senyum dan harapan. Jika boleh aku membenci, aku benci dengan semua kekecewaan yang memaksa.
Namun sejatinya aku tak punya apa-apa untuk mencinta atau membenci.

Senin, 14 November 2011

a deal (a great gift from God)

Sepertinya saya harus menuruti kemauan si hati untuk mencorat-coret 'Ceritaku' ini dengan berbagai uneguneg yang tengah bersarang di kelapa (eh kepala) saya sekarang. Jika tidak, saya tidak sanggup membayangkan apa jadinya saya tanpa ekspresi nyata (?).
A deal.
Saya lebih suka menyebutnya sebagai kesepakatan. Kesepakatan mahaagung yang telah saya lakukan dengan Pencipta saya. Jauh sebelum langit dan semesta alam raya diciptakan. Namun kesepakatan itu telah tertulis jauh sebelum itu, di Lauhul Mafudz.
Saya merasa perlu membincangkan sesuatu, yang menjadi topik kegalauan teman-teman saya saat ini. Jiahh, sok banget ya teman-teman saya (hihi). Saya yakin kamu dan kamu pasti sepakat yang namanya jodoh itu di tangan Allah ya? Ya eyalahhh, saya pun sepakat kalee. Makanya saya mah anteng2 aja untuk urusan yang satu ini (yakin res? haha).
Okey, biarkan saya berekspresi ya. Ini kan rumah saya (loh?).
Semoga yang saya tuliskan ini akan mengobati kegalauan2, terlebih kalau saya yang galau.
Saya bukanlah malaikat yang tahu seluruh isi perjanjian di atas langit, atau bahkan saya bukan setan yang suka mencuri-curi rahasia di langit, bukan. Tapi yang saya yakini, Allah sudah meng-create sedemikianrupa hidup saya lewat "a deal" tadi, yaitu rezeki, maut, dan jodoh. Aha, andai saya ingat momen deal or no deal itu dulu jauh sebelum saya lahir ke dunia, saya ingin merekamnya dalam2 di ingatan saya, agar saya bisa tahu apa saja yang akan terjadi dalam hidup ini.
Saya sudah terlalu jauh berimajinasi tidak penting.
Jodoh itu misteri. Wow. Serem banget ya pemilihan diksinya. Saya ganti.
Jodoh itu sebuah rahasia, sebuah hadiah terbesar dari Allah untuk hidup kita. Yup, yang ini lebih baik.
Lagi-lagi, andai saya punya doraemon, saya mau donk pinjam mesin waktunya. Saya mau mengintip siapa ya yang menjadi jodoh saya?? No no no, rasanya itu terlalu ekstrim. Saya juga tidak yakin saya akan merasa lebih baik jika saya tahu semuanya.

Rabu, 09 November 2011

memo untuk Kekasih

Allah yang Maha Lembut dan Penyayang..
Jikalah aku sedang dirundung kemalasan, maka jangan sampai Engkau pun malas memperhatikanku ya.
Ah, bukankah Kau begitu paham aku?
Saat aku berlaku aneh dan saat aku butuh waktu untuk diam, itu adalah saat aku butuh perhatian.
Tolong aku Allahku sayang. Jangan tinggalkan aku sedkitpun walau kadang aku lupa bercerita padamu.
Selalu ingatkan aku.
Kalau aku tak peka dengan peringatanmu, sentil aku dengan cara terlembutMu, hingga aku mengerti kalau Kau masih begitu mencintaiku.
Allah, aku hanya percaya padaMu untuk urusan satu ini.

Rabu, 02 November 2011

bulan sayang bintang (anehhhnyaaaa ini)

Jauh! Makin.
Sungguh.....
Mungkin? Tidak!
Malu........
Kata hanya sebuah kontemplasi atau sekedar ekstansi
karena rembulan sadar, tidak bisa menjadi gemintang
yang mampu memberkas sinar sendiri, utuh darinya
lagi-lagi rembulan sadar, hanya mampu memantulkan cahaya
dari sang raja langit
Selamanya rembulan tak dapat berkawan dengan gemintang
tapi mereka tetap bersama dalam setiap waktu dan keadaan 
yang dilihat dari bumi
Walau sebenarnya rembulan ingin menjadi gemintang
agar bisa bersama membentuk gugusan di cakrawala malam
bulan tetap tak bisa, hanya malu
binarnya meredup ketika bintang berbisik, lalu pergi meninggi dengan cahaya sendiri.
Ah bulan, tak tahukah kau ada yang merindu cerlang sinarmu malam ini?
Pantulan bukan hal yang berarti,
biar bintang dengan gugusannya. Kau tetap indah di langit malam ini.

Selasa, 01 November 2011

saya bisa anarkis, camkan itu!

Saat-saat sendiri seperti ini bagi saya adalah waktu yang kaya rasa. Kenapa? Iya, kadang saya bisa menjadi sangat bosan dengan kesendirian, tapi kadang juga bisa menjadi saat-saat terindah saya dengan imajinasi dan mimpi, dan menjadi saat produktif untuk menghasilkan tulisan -yang masih belajar- ini.
Kali ini saya ingin bercerita tentang kenangan kelam saya di dalam bis. Mengapa kelam? Yang benar saja, saya hampir melakukan tindakan anarkis di dalam bis mahasiswa. Arrggh, bisakah kau bayangkan betapa saya harus memompa kesabaran dengan sekuat tenaga untuk menahan keinginan saya melempar seseorang di dalam bis itu keluar jalan -tentu saja ketika bis masih berjalan-.
Mengapa pikiran saya bisa se-anarkis itu? Tenang teman, sekali lagi saya katakan saya anak manis. Tentu ada hal yang mengganggu saya sehingga saya ingin seribu kali melempar bahkan menendang orang itu ke jalan.
Hari itu....Saya kurang ingat persis hari apa. Yang pasti hari sudah sore dan ditemani hujan rintik setengah deras. Lagi-lagi saya pulang dari kampus dengan bis sendirian. Saya mengambil tempat duduk yang nyaman dengan seorang cewek. Di sebelah saya, ada sepasang manusia -ntah berprikemanusiaan atau tidak- (hufh, maafkanlah saya, karena saya hampir mati kesal dibuatnya) duduk berdua, sepertinya mereka sepasang kekasih, itu loh muda mudi yang mendeklarasikan mereka 'berpacaran'.
Mulanya saya tidak begitu peduli dengan sepasang pacar itu (?). Ntahlah, saya mau menyebutnya dengan sepasang pacar saja. Di awal-awal perjalanan, mereka seperti orang berpacaran umumnya, senyam senyum ntah bercerita apa, tapi lama kelamaan mereka tidak menyadari apa yang mereka lakukan di tempat umum! Kesal! Tentu saja saya bisa melihat gerak gerik mereka, karena mereka persis di sebelah saya. Saya tidak habis pikir bagaimana tangan si cowok ingusan dan bau kencur, laos, kunyit, serai, tomat busuk itu 'ngelaba' kesana kemari (maaf) ke si cewek. Allahurobbi.
Saya sungguh tidak tahu teman harus bertindak seperti apa dan sejauh mana. Pertama, tentu saja saya langsung memalingkan muka saya. Dosa!!! Saya pikir kejadian itu hanya akan berlangsung sebentar dan mereka akan sadar ini bis (tempat umum). Saya kembali menghadap lurus ke depan. Tapi tidak dapat saya pungkiri, luas pandangan mata kita tetap membuat saya bisa melihat gerak-gerik mereka. Kejadian itu berulang lagi! Lagi, lagi, si cowok terus ngelaba, dan yang saya herankan si cewek diam saja, seolah membolehkan dengan senang hati hal itu terjadi. Tidakkk!!! Saya sudah melempar pandangan sinis ke mereka, awalnya direspon, kejadian itu berhenti. Tapi lima menit kemudian itu terulang dan terulang dan mereka tak peduli dengan pandangan sinis dan risih saya. Seandainya cewek itu adalah adik perempuan saya, pasti sudah saya gampar, dan dapat saya pastikan saya sudah melempar ke jalan si cowok itu, tentu dengan muka yang sudah babak belur hancurr!
Apa yang harus saya lakukan? Saya benar-benar dilanda kegalauan saat itu teman. Saya tidaklah seberani itu menggampar mereka. Ternyata saya tidak sehebat itu melarang perbuatan maksiat terang-terangan di depan mata saya dan mencegahnya langsung dengan tangan saya. Yang saya lakukan saat itu, hanya selemah-lemahnya iman, saya hanya beristighfar sepanjang perjalanan dengan mata berkaca-kaca dan memohon ampun kepada Allah.
Saya betul-betul sedih..Sedih sekali rasanya melihat fenomena itu. Ntahlah saya tidak mau memposisikan bagaimana si cowok, karena saya sungguh benci dengan laki-laki itu! Sumpah serapah mungkin sudah saya lontarkan di dalam hati. Tapi saya sedih, ketika memposisikan diri dalam diri si cewek. Ya Allah..semoga Kau ampuni mereka, tunjukkan padanya yang benar dan yang salah.

a-ye-a-ya-h-yah ayah

Teringat masa kecilku kau peluk dan kau manja
Indahnya saat itu buatku melambung
Disisimu terngiang hangat napas segar harum tubuhmu
Kau tuturkan segala mimpi-mimpi serta harapanmu.
Kau inginku menjadi yang terbaik bagimu
Patuhi perintahmu jauhkan godaan
Yang mungkin ku lakukan dalam waktu ku beranjak dewasa
Jangan sampai membuatku terbelenggu jatuh dan terinjak

Tuhan tolonglah sampaikan sejuta sayangku untuknya
Ku terus berjanji tak kan khianati pintanya
Ayah dengarlah betapa sesungguhnya ku mencintaimu
Kan ku buktikan ku mampu penuhi maumu

Andaikan detik itu kan bergulir kembali
Ku rindukan suasana basuh jiwaku
Membahagiakan aku yang haus akan kasih dan sayangmu
Tuk wujudkan segala sesuatu yang pernah terlewati

-Saya suka lagu untuk ayah yang ini, kamu? Untuk ayah2 hebat di seluruh dunia. La la la la-