Sebut saja aku Alya.
Diiringi suara gemericik hujan
serta udara sejuk sesudahnya malam ini. Saat ini aku jadi teringat sebuah
memori, proses panjangku menemukan hidayah yang luar biasa mengubah diriku
kini. Seperti judulnya, aku sebut hijrah. Ya, prosesku menerima hijab sebagai pakaian hidupku, identitasku sebagai
seorang muslimah.
--Tahun 2004--
Tepatnya saat itu aku di
penghujung kelas III SMP. Aku masih ingat jelas penampilan polosku dulu.
Pakaian putih biru, tas ransel warna biru, jam tangan biru, dan rambut panjang
yang suka sekali aku kuncir setengah.
ei bi wan (Friends Forever). Itu
nama genk gong ku dulu. Ah, lucu sekali. Aku tidak akan menjelaskan tentang
nama itu, yang pasti aku merasa bersyukur pernah merasakan masa-masa itu. A
sweet memory..:)
Siang itu, aku diliputi
kebimbangan, anak muda sekarang bilangnya galau. Seluruh siswa kelas 3C
diikutsertakan mengikuti tes seleksi masuk SMA Unggulan itu. Hm, aku ikuti
saja.
Singkat cerita, tes pun sudah
dilewati, tinggal menunggu pengumuman.
Aku masih ingat. Sepulang dari
sekolah, kami seperti biasa selalu kumpul-kumpul dulu. Persis di depan gerbang
sekolah, kami asyik ngobrol ria. Obrolannya saat itu adalah tentang masa
depan,,hihi. Kami memikirkan bagaimana hari-hari kami nanti di SMA Unggulan
itu? Ya, katanya SMA itu sangat disiplin, belajar ekstra, dan mayoritas
siswinya berjilbab. Apaaa??? Jilbab? Oh no!
Aku tidak bisa membayangkan kalau
aku mengenakannya nanti. Toh, waktu acara isra' mi'raj di smp ini saja, aku
gerah minta ampun harus pake jilbab beberapa jam saja. Gak banget deh. Hufh..
Akhirnya, kami (aku dan teman2
friends 4ever-ku itu) mengikat janji.
"Eh, pokonya kita janji ya.
Walaupun disana mayoritas pake jilbab, kita gak akan goyah. Kita tetap harus
bertahan gak pake jilbab!" ujar salah satu sahabatku.
"Yup, aku janji!"
jawabku antusias. "Bener ya? kalo gitu, janji dulu!" Dan kami pun
menyatukan tangan dalam perjanjian konyol itu.
----
Allah telah menetapkan segala
kejadiannya. Kami bisa berkumpul lagi di SMA unggulan itu dan MOS/Ospek pun
diagendakan selama kurang lebih satu pekan (aku lupa). Ospek yang sangat sangat
melelahkan, mulai dari latihan fisik, LTBB sampai agenda IMTAQ yang selalu ada
setiap harinya. Hm, agenda imtaq inilah yang paling tak terlupakan.
Hari pertama Ospek, kami
dikumpulkan di sebuah mushola, ah lebih tepatnya disebut aula serbaguna, dengan
masih mengenakan seragam smp.
Aku duduk berjejer dengan
teman-temanku. Sindiran menghentak yang pertama pun kami dapatkan. Kau tahu itu
apa? Ketika kami sudah duduk manis di dalam aula itu, tiba-tiba kakak-kakak
berwajah teduh dan menundukkan pandangan dan mbak-mbak yang berjilbab lebar itu
membagi-bagikan sajadah kepada kami, siswi baru yang rata-rata belum mengenakan
jilbab. Hey?? Maksudnya apa ya?
Aku hanya celingak-celinguk
memperhatikan yang lain. Mencari tahu apa ya maksud sajadah ini?
"Al, pake," kata
temanku. Ternyata sajadah itu digunakan untuk menutupi rok smp kami saat duduk.
Duh, malunya. Dengan muka yang saat itu entah mau kutaruh dimana, aku
membentangkan sajadah itu di kedua lututku.
Kami mendengarkan ceramah dari
sang guru agama, sebut saja namanya Pak Ahmad. Ceramahnya jauh dari kesan
membosankan. Ceramah yang penuh humor tapi tetap berisi, tak jarang aku pun tak
berhenti tersenyum mendengar guyonan Pak Ahmad tersebut dan tak jarang juga aku
banyak terenyuh dengan tausiyahnya.
Setelah beberapa puluh menit Pak
Ahmad tausiyah, kami pun dikelompok-kelompokkan dalam lingkaran kecil. Tentu
saja kami berlima tetap memilih dalam lingkaran yang sama. Ternyata agenda
selanjutnya adalah diskusi bersama kakak tingkat dan alumni sekolah. Aku masih
ingat, mbak yang menemani kelompok kami adalah saudara kandung dari salah
seorang temanku, dan yang menjadi tentor kelompok kami itu adalah seorang
alumni, laki-laki berjenggot tipis dengan wajah menundukkan setengah pandangannya.
Aku sudah lupa namanya siapa? (hhee)
“Kakak ini kenapa ya? Pemalu
banget, gak mau ngeliat kita kalau ngomong,” tanyaku dalam hati,hmm.
Tema diskusi hari itu adalah
tentang pergaulan laki-laki dan perempuan serta kewajiban menutup aurat.
Awalnya biasa saja, kami mendengarkan seksama apa yang disampaikan oleh si
kakak tentor. Tapi, lama kelamaan penyampaiannya sedikit mengusik hati kami.
Dan diskusi alot pun terjadi. Banyak sekali pertanyaan yang diajukan oleh siswa
baru yang sangat awam tentang Islam saat itu, sampai membuat si kakak tentor
agak kewalahan menjawabnya. Maklum anak baru, masih semangat dan kritis sekali
(hehe). Pertanyaannya mulai dari mengapa kakak bilang pacaran itu tidak boleh?
Bukankah kalau itu membawa dampak yang positif malah bagus? Kita kan juga tahu
batasan-batasan pergaulan laki-laki dan perempuan, jadi dimana salahnya? Terus,
memang jilbab itu wajib ya? Kenapa? Bukankah berpakaian sopan itu sudah menutup
aurat? Terus, kalau kita belum siap pake jilbab gimana? Kan yang penting ibadah
wajib seperti solat, puasa, dll tetap dijalankan? Dan bla bla bla. Aku rasa
kami cukup meneror kakak tentor itu.
Si kakak tentor dan mbak pun
menjawab satu per satu pertanyaan kami, walaupun kami sering menyela di tengah
pembicaraan mereka. Ya, itu bukan pertanyaan, lebih tepatnya pembelaan.
Diskusi di hari pertama yang kurang memuaskan. Rasanya
hatiku masih diliputi banyak pertanyaan. Jilbab? Menjaga diri? Menundukkan
pandangan? Arghh,,banyak sekali hal yang tak kuketahui.
--hari kedua--
Tetap ada latihan fisik dan mental. Sungguh melelahkan. Ya
Allah, rasanya aku tidak sanggup melewati satu pekan ini, berat sekali. Hanya
agenda Imtaq saja yang mampu membuat hari-hari Ospek agak membahagiakan. Ya,
diskusi ringan berjalan seperti biasa, tapi aku tak selera membantah, aku
mencoba menghayati diskusi tersebut dengan mendengarkan saja.