Minggu, 16 Oktober 2011

neverending

Sepanjang perjalanan bukit-ampera-pamor-inderalaya, banyak sekali hal yang mengusik mataku untuk memperhatikan setiap kejadian.
Kemarin, ketika hari mulai menjingga dan semerbak angin sore mengelus-elus setiap hidung manusia yang tidak mau melewatkan nikmatNya, saya berusaha menikmati pemandangan semrawut lalu lintas. Ketika angkot berhenti, saya terfokus pada dua calon penumpang angkot lain. Sopir angkotnya cukup jeli melihat uang-uang yang berjalan (maksud saya penumpang). Dua calon penumpang itu adalah sepasang kakek dan nenek, sepertinya Chinese. Mulanya biasa saja, saya tidak begitu tertarik memperhatikan mereka yang sedang hendak menyeberang untuk naik angkot. Semenit, dua menit, tiga menit, tung itung itung, hingga lebih 15 menit, para penumpang lainnya sudah mulai menghentak-hentakkan kaki. Pak sopir pun ternyata tak tahan lagi menunggu, berteriak,"Ayo Bu, cepetlah nyebrangnyo!". Seketika saya melihat sepasang kakek-nenek tersebut. Sangat jelas terlihat si nenek berusaha menyetop mobil dan motor yang terus lalu lalang, tanpa berani menyeberang. Tangan kirinya membawa tas lumayan besar (entah apa isinya), pundak kanan juga menyandang tas besar. Si kakek pun begitu. kedua tangannya masing-masing membawa tas. Sepertinya mereka agak sedikit kewalahan. Tapi, ada lagi yang lebih menarik perhatian saya, yang saya rasa pemandangan itu menjadi istimewa....Tangan kanan si nenek memegang erat tangan kiri kakek. Romantis. (heleh,ngerti apa saya tentang kata satu ini). Iya, bagi saya, sepasang kakek-nenek yang sudah tua, saling menggenggam tangan untuk menyeberang jalan dengan muka takut2 kakek, nenek berusaha melindungi (hah?gak kebalik ya).
Ingin rasanya saya turun dan membantu sepasang kakek-nenek berbahagia itu, tapi kerja 'memperhatikan' saya mengalahkan logika saya sehingga saya hanya duduk dan memperhatikan. (hufh). Menit terus berlalu, akhirnya nenek-kakek itu berhasil menyeberang ketika ada seorang wanita yang juga menyeberang jalan. Alhamdulillah..Ketika hampir tiba mereka untuk membuka pintu angkot, si nenek urung untuk naik. Pak sopir keluar dan mengejar kakek-nenek itu. "Suami saya suka mabuk, gak bisa duduk di belakang," itu alasan nenek. Ya ampun, makin romantis ya? Akhirnya terjadi tukar menukar tempat duduk sehingga si kakek duduk nyaman. "Hati-hati pintunya itu dikunci," ujar nenek mengingatkan kakek yang duduk di dekat pintu. Saya tersenyum sepanjang waktu melihat tingkah pola mereka. Bahagia sekali kakek-nenek ini, pikir batin saya waktu itu. Sepertinya si kakek sedang sakit atau apa, sehingga nenek begitu menjaganya. Mereka berhenti di jalan merdeka, ternyata lanjut naik angkot lagi ke arah sekip. "Ayo turun, kita nyambung angkot lagi," kata nenek. "Tunggu tunggu.." ujar kakek sedikit khawatir ditinggalkan nenek. Butuh sedikit kesabaran menunggu mereka turun, agak lama. Saya maklum karena pergerakan mereka tidaklah secepat kita yang masih muda, apalagi dengan bawaan yang mereka bawa. Kakek-nenek itu menghipnotis saya sore itu. Saya terpesona, ada kesabaran, cinta, dan kesetiaan yang saya lihat dari mereka. Ah, alangkah bahagia hidup bersama dengan orang yang kita cintai dan mencintai kita walau zaman terus berganti, walau rambut memutih, walau kulit mulai keriput, walau kaki mulai melemah, walau mata mulai rabun, walau walau walau...
Entahlah, mudah-mudahan saya, kamu, kita semua juga akan bisa seperti itu. -Amin-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Minggu, 16 Oktober 2011

neverending

Sepanjang perjalanan bukit-ampera-pamor-inderalaya, banyak sekali hal yang mengusik mataku untuk memperhatikan setiap kejadian.
Kemarin, ketika hari mulai menjingga dan semerbak angin sore mengelus-elus setiap hidung manusia yang tidak mau melewatkan nikmatNya, saya berusaha menikmati pemandangan semrawut lalu lintas. Ketika angkot berhenti, saya terfokus pada dua calon penumpang angkot lain. Sopir angkotnya cukup jeli melihat uang-uang yang berjalan (maksud saya penumpang). Dua calon penumpang itu adalah sepasang kakek dan nenek, sepertinya Chinese. Mulanya biasa saja, saya tidak begitu tertarik memperhatikan mereka yang sedang hendak menyeberang untuk naik angkot. Semenit, dua menit, tiga menit, tung itung itung, hingga lebih 15 menit, para penumpang lainnya sudah mulai menghentak-hentakkan kaki. Pak sopir pun ternyata tak tahan lagi menunggu, berteriak,"Ayo Bu, cepetlah nyebrangnyo!". Seketika saya melihat sepasang kakek-nenek tersebut. Sangat jelas terlihat si nenek berusaha menyetop mobil dan motor yang terus lalu lalang, tanpa berani menyeberang. Tangan kirinya membawa tas lumayan besar (entah apa isinya), pundak kanan juga menyandang tas besar. Si kakek pun begitu. kedua tangannya masing-masing membawa tas. Sepertinya mereka agak sedikit kewalahan. Tapi, ada lagi yang lebih menarik perhatian saya, yang saya rasa pemandangan itu menjadi istimewa....Tangan kanan si nenek memegang erat tangan kiri kakek. Romantis. (heleh,ngerti apa saya tentang kata satu ini). Iya, bagi saya, sepasang kakek-nenek yang sudah tua, saling menggenggam tangan untuk menyeberang jalan dengan muka takut2 kakek, nenek berusaha melindungi (hah?gak kebalik ya).
Ingin rasanya saya turun dan membantu sepasang kakek-nenek berbahagia itu, tapi kerja 'memperhatikan' saya mengalahkan logika saya sehingga saya hanya duduk dan memperhatikan. (hufh). Menit terus berlalu, akhirnya nenek-kakek itu berhasil menyeberang ketika ada seorang wanita yang juga menyeberang jalan. Alhamdulillah..Ketika hampir tiba mereka untuk membuka pintu angkot, si nenek urung untuk naik. Pak sopir keluar dan mengejar kakek-nenek itu. "Suami saya suka mabuk, gak bisa duduk di belakang," itu alasan nenek. Ya ampun, makin romantis ya? Akhirnya terjadi tukar menukar tempat duduk sehingga si kakek duduk nyaman. "Hati-hati pintunya itu dikunci," ujar nenek mengingatkan kakek yang duduk di dekat pintu. Saya tersenyum sepanjang waktu melihat tingkah pola mereka. Bahagia sekali kakek-nenek ini, pikir batin saya waktu itu. Sepertinya si kakek sedang sakit atau apa, sehingga nenek begitu menjaganya. Mereka berhenti di jalan merdeka, ternyata lanjut naik angkot lagi ke arah sekip. "Ayo turun, kita nyambung angkot lagi," kata nenek. "Tunggu tunggu.." ujar kakek sedikit khawatir ditinggalkan nenek. Butuh sedikit kesabaran menunggu mereka turun, agak lama. Saya maklum karena pergerakan mereka tidaklah secepat kita yang masih muda, apalagi dengan bawaan yang mereka bawa. Kakek-nenek itu menghipnotis saya sore itu. Saya terpesona, ada kesabaran, cinta, dan kesetiaan yang saya lihat dari mereka. Ah, alangkah bahagia hidup bersama dengan orang yang kita cintai dan mencintai kita walau zaman terus berganti, walau rambut memutih, walau kulit mulai keriput, walau kaki mulai melemah, walau mata mulai rabun, walau walau walau...
Entahlah, mudah-mudahan saya, kamu, kita semua juga akan bisa seperti itu. -Amin-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar