Sabtu, 26 November 2011

pesona jilbab #ketika Allah jatuh cinta

Pagi hari yang cukup sejuk di 26 November 2011.
Apa? Begitu cepat waktu berlalu, besok sudah memasuki tahun baru Hijriyah. Hmm..
Memang benar waktu adalah pedang, yang menjadi bahaya ketika kita tak mampu mengendalikannnya dengan baik. Waktu oh waktu.
Baiklah, saya sedikit sensitif jika harus membicarakan soal waktu. Saya sedang tak bersahabat dengannya, kami bagaikan sedang berlomba untuk mencapai garis finish ~yang entah berakhir dimana~.
***
Sebenarnya pagi ini saya ingin menceritakan tentang sebuah pengalaman yang bisa dijadikan warning dan pembelajaran. Kisah seorang ukhti, sebut saja namanya Tingting (sepertinya saya teringat salah seorang penyanyi yang lagi in nih) . Tingting adalah seorang akhwat salihah yang manis, jilbabnya rapi, dan pastinya seorang aktivis. Lengkap deh. Begitu loyal dengan amanah sehingga Tingting tak jarang menghabiskan waktu seharian di kampus untuk rapat. Alhasil, sudah terbiasa untuk Tingting pulang agak kesorean (kalo, ba'da magrib itu masih sore ndak ya). 
Saya pikir setiap akhwat pun tak mau jika harus pulang malam. Apapun alasannya, perasaan risih pasti ada jika pulang ke rumah namun lampu jalanan sudah hidup dan rumah-rumah orang sudah terang benderang dengan lampu dengan pintu yang tertutup, dan lorong ke rumah yang sudah mulai sepi.
Sebuah dilema. Terkadang ada satu dua alasan mengapa para ukhti-ukhti tetap tak bisa menampikkan keadaan. Rapat yang alot, atau pembahasan yang panjang, terkadang butuh penyelesaian segera, rasanya memaksa akhwat untuk bertahan dalam rapat itu sampai selesai. That's right. Coba deh tanya, rata-rata alasan mereka pulang agak malam itu kenapa? Tentu saja bukan karena sks kuliah yang banyak. Tapi karena ada sks syuro . Namanya juga akhwat.   Gak keren donk kalau gak banyak syuro. (plakk).
Lupakan latar belakang pulang malam ya. Kembali ke cerita si Tingting.
Hari itu, alhamdulillah Tingting tidak pulang kemalaman dari kampusnya di UI (Universitas Inderalaya alias Unsri). Sebelum magrib, dia sudah sampai di Palembang, bis menurunkan semua penumpangnya di Pamor. Waktu memang masih sore, tapi situasi dan cuaca sangat menyeramkan. Sore itu hujan deras sehingga langit sudah amat gelap. Karena hujan, ukh Tingting ingin cepat-cepat naik bis lagi yang menghantarkannya ke depan masjid agung. Karena dia harus naik angkot yang ada di seberang masjid untuk tiba di rumahnya.

Bis yang dituju pun tiba. 
Tanpa pikir panjang Tingting naik saja, karena hujan sudah begitu deras. Setelah dia duduk, sopir bis pun langsung menjalankan kendaraannya. Tingting baru menyadari kalau bis itu sepi. Hanya dia dan ada empat orang laki-laki di dalamnya. Mang sopir, kernetnya, dan dua orang lelaki lain yang sepertinya teman mang sopir. Satu lelaki duduk di belakang Tingting.
Perasaan ukhti Tingting mulai tak enak. Mang sopir begitu saja menjalankan bis, tidak menunggu penumpang lain. Hujan semakin deras. Suara hujan tambah bising dengan lagu di dalam bis yang volumenya sangat tinggi.
Perasaan Tingting makin tak karuan cemasnya. 
Mang sopir berkata kepada temannya yang berada di belakang Tingting. Tanpa terjemahan dalam bahasa Indonesia, ia berkata, "Lajukelah. Lajulah!" (yang artinya kurang lebih: lakukanlah).
Tentu saja perasaan cemas Tingting makin memuncak. Ingin rasanya ia lompat keluar atau menjerit. Tapi hujan deras dan bisingnya bis itu mana mungkin orang diluar sana bisa mendengar.
Laki-laki itu melirik terus ke arah Tingting. Mang sopir kembali berkata,"Nah, lajulah. Kesempatan ini nih".
Lelaki di belakang Tingting pindah ke depan, lalu berkata, "Idak eh, bejilbab soalnyo" (artinya: tidak ah, soalnya berjilbab).
Sesak di kepala Tingting seolah menurun sedikit ketegangannya. Mulutnya terus berdoa meminta pertolongan dan perlindungan Allah. 
Jarak pamor-masjid agung yang memang hanya 15 menit itu terasa berjam-jam saat itu bagi Tingting.
Alhamdulillah. Tiba juga di masjid agung. Tingting bersiap hendak turun. Mang sopir kembali bersuara,"Buyan kau tuh. Lajukelah cubo!". Laki-laki temannya itu hanya diam.
Tingting kemudian turun dari bis itu. Bis yang membuat jantungnya hampir saja lepas. Yang membuat hatinya menjerit kepada Allah.
***
Subhanallah.
Itu kata yang bisa kuucapkan saat mendengar kisah ini. Allah itu Maha Baik. Sungguh, ketika kita merasa tak ada satu pun pertolongan yang bisa diandalkan, maka hanya pertolongan Allah lah yang menjadi tumpuan.
Belajar dari pengalaman ukhti tadi. Saya menyimpulkan bahwa Allah mencintainya. Iya. Ingatkah? Ketika Allah telah mencintai hambaNya, maka Allah akan menjadi tangannya, kakinya, badannya, semuanya. 
Allah telah menjaga si ukhti sedemikian rupa. 
Bayangkan saja. Apapun bisa terjadi di dalam bis itu jika Allah berkehendak untuk membiarkan niat jahat begitu saja. Tapi tidak. Allah melembutkan sedikit hati diantara mereka sehingga niat jahat itu tidak terlaksanakan. 
Saya menjadi tersenyum ketika laki-laki dalam bis itu mengatakan karena si ukhti berjilbab. Waw. Begitu mulianya pesona jilbab, dimata preman sekalipun. Menjadi salah satu bukti kalau jilbab bisa menjaga perempuan muslimah. Entah akan berbeda atau tidak jika si Tingting bukan seorang muslimah dengan jilbab lebar dan rapinya.
Bisa kau simpulkan sendiri bukan, ada hubungan antara jilbab-pertolongan Allah.
Kalau saya boleh sedikit lebih jauh menyimpulkan, jilbab adalah bentuk ketaatan yang dengannya kita menunjukkan kecintaan kepada Allah, maka Allah pun membalas mencintai kita sehingga ketika Allah sudah jatuh cinta kepada kita, maka terjagalah setiap langkah kita. (?)

Dari cerita di atas, saya ingin mengingatkan untuk wanita muslimah: ternyata pesona jilbabmu bisa mengalihkan dunia bukan? Bukan itu saja, yang penting, berhati-hatilah ketika hendak naik angkutan umum. Lihat-lihat dulu, kalau sekiranya sepi, lebih baik menunggu angkutan umum yang lain, yang rame. Oke? Jangan lupa jaga kedekatan dengan Sang Penjaga kita selalu, biar lebih aman sepanjang waktu.
Allah Maha Baik. Saya makin meyakini Allah Maha Baik.
Dia tak pernah meninggalkan kita dalam keadaan sempit, tentu saja ketika kita tetap mengingatNya dalam keadaan lapang.

1 komentar:

  1. Subhanallah ya ,,, sya suka ceritanya,, smg brmanfaat stiap yg mmbca crta ini. aamiin :-)

    BalasHapus

Sabtu, 26 November 2011

pesona jilbab #ketika Allah jatuh cinta

Pagi hari yang cukup sejuk di 26 November 2011.
Apa? Begitu cepat waktu berlalu, besok sudah memasuki tahun baru Hijriyah. Hmm..
Memang benar waktu adalah pedang, yang menjadi bahaya ketika kita tak mampu mengendalikannnya dengan baik. Waktu oh waktu.
Baiklah, saya sedikit sensitif jika harus membicarakan soal waktu. Saya sedang tak bersahabat dengannya, kami bagaikan sedang berlomba untuk mencapai garis finish ~yang entah berakhir dimana~.
***
Sebenarnya pagi ini saya ingin menceritakan tentang sebuah pengalaman yang bisa dijadikan warning dan pembelajaran. Kisah seorang ukhti, sebut saja namanya Tingting (sepertinya saya teringat salah seorang penyanyi yang lagi in nih) . Tingting adalah seorang akhwat salihah yang manis, jilbabnya rapi, dan pastinya seorang aktivis. Lengkap deh. Begitu loyal dengan amanah sehingga Tingting tak jarang menghabiskan waktu seharian di kampus untuk rapat. Alhasil, sudah terbiasa untuk Tingting pulang agak kesorean (kalo, ba'da magrib itu masih sore ndak ya). 
Saya pikir setiap akhwat pun tak mau jika harus pulang malam. Apapun alasannya, perasaan risih pasti ada jika pulang ke rumah namun lampu jalanan sudah hidup dan rumah-rumah orang sudah terang benderang dengan lampu dengan pintu yang tertutup, dan lorong ke rumah yang sudah mulai sepi.
Sebuah dilema. Terkadang ada satu dua alasan mengapa para ukhti-ukhti tetap tak bisa menampikkan keadaan. Rapat yang alot, atau pembahasan yang panjang, terkadang butuh penyelesaian segera, rasanya memaksa akhwat untuk bertahan dalam rapat itu sampai selesai. That's right. Coba deh tanya, rata-rata alasan mereka pulang agak malam itu kenapa? Tentu saja bukan karena sks kuliah yang banyak. Tapi karena ada sks syuro . Namanya juga akhwat.   Gak keren donk kalau gak banyak syuro. (plakk).
Lupakan latar belakang pulang malam ya. Kembali ke cerita si Tingting.
Hari itu, alhamdulillah Tingting tidak pulang kemalaman dari kampusnya di UI (Universitas Inderalaya alias Unsri). Sebelum magrib, dia sudah sampai di Palembang, bis menurunkan semua penumpangnya di Pamor. Waktu memang masih sore, tapi situasi dan cuaca sangat menyeramkan. Sore itu hujan deras sehingga langit sudah amat gelap. Karena hujan, ukh Tingting ingin cepat-cepat naik bis lagi yang menghantarkannya ke depan masjid agung. Karena dia harus naik angkot yang ada di seberang masjid untuk tiba di rumahnya.

Bis yang dituju pun tiba. 
Tanpa pikir panjang Tingting naik saja, karena hujan sudah begitu deras. Setelah dia duduk, sopir bis pun langsung menjalankan kendaraannya. Tingting baru menyadari kalau bis itu sepi. Hanya dia dan ada empat orang laki-laki di dalamnya. Mang sopir, kernetnya, dan dua orang lelaki lain yang sepertinya teman mang sopir. Satu lelaki duduk di belakang Tingting.
Perasaan ukhti Tingting mulai tak enak. Mang sopir begitu saja menjalankan bis, tidak menunggu penumpang lain. Hujan semakin deras. Suara hujan tambah bising dengan lagu di dalam bis yang volumenya sangat tinggi.
Perasaan Tingting makin tak karuan cemasnya. 
Mang sopir berkata kepada temannya yang berada di belakang Tingting. Tanpa terjemahan dalam bahasa Indonesia, ia berkata, "Lajukelah. Lajulah!" (yang artinya kurang lebih: lakukanlah).
Tentu saja perasaan cemas Tingting makin memuncak. Ingin rasanya ia lompat keluar atau menjerit. Tapi hujan deras dan bisingnya bis itu mana mungkin orang diluar sana bisa mendengar.
Laki-laki itu melirik terus ke arah Tingting. Mang sopir kembali berkata,"Nah, lajulah. Kesempatan ini nih".
Lelaki di belakang Tingting pindah ke depan, lalu berkata, "Idak eh, bejilbab soalnyo" (artinya: tidak ah, soalnya berjilbab).
Sesak di kepala Tingting seolah menurun sedikit ketegangannya. Mulutnya terus berdoa meminta pertolongan dan perlindungan Allah. 
Jarak pamor-masjid agung yang memang hanya 15 menit itu terasa berjam-jam saat itu bagi Tingting.
Alhamdulillah. Tiba juga di masjid agung. Tingting bersiap hendak turun. Mang sopir kembali bersuara,"Buyan kau tuh. Lajukelah cubo!". Laki-laki temannya itu hanya diam.
Tingting kemudian turun dari bis itu. Bis yang membuat jantungnya hampir saja lepas. Yang membuat hatinya menjerit kepada Allah.
***
Subhanallah.
Itu kata yang bisa kuucapkan saat mendengar kisah ini. Allah itu Maha Baik. Sungguh, ketika kita merasa tak ada satu pun pertolongan yang bisa diandalkan, maka hanya pertolongan Allah lah yang menjadi tumpuan.
Belajar dari pengalaman ukhti tadi. Saya menyimpulkan bahwa Allah mencintainya. Iya. Ingatkah? Ketika Allah telah mencintai hambaNya, maka Allah akan menjadi tangannya, kakinya, badannya, semuanya. 
Allah telah menjaga si ukhti sedemikian rupa. 
Bayangkan saja. Apapun bisa terjadi di dalam bis itu jika Allah berkehendak untuk membiarkan niat jahat begitu saja. Tapi tidak. Allah melembutkan sedikit hati diantara mereka sehingga niat jahat itu tidak terlaksanakan. 
Saya menjadi tersenyum ketika laki-laki dalam bis itu mengatakan karena si ukhti berjilbab. Waw. Begitu mulianya pesona jilbab, dimata preman sekalipun. Menjadi salah satu bukti kalau jilbab bisa menjaga perempuan muslimah. Entah akan berbeda atau tidak jika si Tingting bukan seorang muslimah dengan jilbab lebar dan rapinya.
Bisa kau simpulkan sendiri bukan, ada hubungan antara jilbab-pertolongan Allah.
Kalau saya boleh sedikit lebih jauh menyimpulkan, jilbab adalah bentuk ketaatan yang dengannya kita menunjukkan kecintaan kepada Allah, maka Allah pun membalas mencintai kita sehingga ketika Allah sudah jatuh cinta kepada kita, maka terjagalah setiap langkah kita. (?)

Dari cerita di atas, saya ingin mengingatkan untuk wanita muslimah: ternyata pesona jilbabmu bisa mengalihkan dunia bukan? Bukan itu saja, yang penting, berhati-hatilah ketika hendak naik angkutan umum. Lihat-lihat dulu, kalau sekiranya sepi, lebih baik menunggu angkutan umum yang lain, yang rame. Oke? Jangan lupa jaga kedekatan dengan Sang Penjaga kita selalu, biar lebih aman sepanjang waktu.
Allah Maha Baik. Saya makin meyakini Allah Maha Baik.
Dia tak pernah meninggalkan kita dalam keadaan sempit, tentu saja ketika kita tetap mengingatNya dalam keadaan lapang.

1 komentar:

  1. Subhanallah ya ,,, sya suka ceritanya,, smg brmanfaat stiap yg mmbca crta ini. aamiin :-)

    BalasHapus