Senin, 14 November 2011

a deal (a great gift from God)

Sepertinya saya harus menuruti kemauan si hati untuk mencorat-coret 'Ceritaku' ini dengan berbagai uneguneg yang tengah bersarang di kelapa (eh kepala) saya sekarang. Jika tidak, saya tidak sanggup membayangkan apa jadinya saya tanpa ekspresi nyata (?).
A deal.
Saya lebih suka menyebutnya sebagai kesepakatan. Kesepakatan mahaagung yang telah saya lakukan dengan Pencipta saya. Jauh sebelum langit dan semesta alam raya diciptakan. Namun kesepakatan itu telah tertulis jauh sebelum itu, di Lauhul Mafudz.
Saya merasa perlu membincangkan sesuatu, yang menjadi topik kegalauan teman-teman saya saat ini. Jiahh, sok banget ya teman-teman saya (hihi). Saya yakin kamu dan kamu pasti sepakat yang namanya jodoh itu di tangan Allah ya? Ya eyalahhh, saya pun sepakat kalee. Makanya saya mah anteng2 aja untuk urusan yang satu ini (yakin res? haha).
Okey, biarkan saya berekspresi ya. Ini kan rumah saya (loh?).
Semoga yang saya tuliskan ini akan mengobati kegalauan2, terlebih kalau saya yang galau.
Saya bukanlah malaikat yang tahu seluruh isi perjanjian di atas langit, atau bahkan saya bukan setan yang suka mencuri-curi rahasia di langit, bukan. Tapi yang saya yakini, Allah sudah meng-create sedemikianrupa hidup saya lewat "a deal" tadi, yaitu rezeki, maut, dan jodoh. Aha, andai saya ingat momen deal or no deal itu dulu jauh sebelum saya lahir ke dunia, saya ingin merekamnya dalam2 di ingatan saya, agar saya bisa tahu apa saja yang akan terjadi dalam hidup ini.
Saya sudah terlalu jauh berimajinasi tidak penting.
Jodoh itu misteri. Wow. Serem banget ya pemilihan diksinya. Saya ganti.
Jodoh itu sebuah rahasia, sebuah hadiah terbesar dari Allah untuk hidup kita. Yup, yang ini lebih baik.
Lagi-lagi, andai saya punya doraemon, saya mau donk pinjam mesin waktunya. Saya mau mengintip siapa ya yang menjadi jodoh saya?? No no no, rasanya itu terlalu ekstrim. Saya juga tidak yakin saya akan merasa lebih baik jika saya tahu semuanya.
Manusia dan rasa itu seperti sayur dan garam.
Maka, wajar ketika kita merasa begitu penasaran akan takdir di depan kita seperti siapa jodoh kita. Itulah rasanya hidup!
Tapi, saya mengajak kita semua berpikir, penasaran itu indah. Beneran.
Dengan tidak perlu mengetahui siapa dia, maka kita akan menjadi manusia yang lebih bersemangat menjalani hidup dengan terus memperbaiki diri, membuat kita semakin dekat dengan Pencipta perjanjian kita.
Tentu mengajarkan juga kepada kita indahnya berprasangka baik kepada Allah. 
Mengajarkan manusia untuk selalu memiliki raja' (berharap) dan khauf (takut). Andai manusia tidak memiliki harapan dan sedikit ketakutan dalam hidupnya, so, apalah artinya hidup.
Manusia menjadi lebih menikmati setiap fase dan proses hidupnya ketika punya harapan. Seperti jodoh tadi.
Bukankah Allah memberi sesuatu dengan sesuatu? Ah, maksud saya begini, Allah telah menganugerahkan sebuah rasa yang familiar kita dengar sebagai cinta. ~tapi saya belum mau membahas tentangnya~, maka Allah pun memberikan kita suatu harapan: "Perempuan yg baik2 adalah untuk laki2 yg baik2 dan sebaliknya".
Itulah harapan. "Dan perempuan yang buruk adalah untuk laki2 yg buruk". Itulah ketakutan.
Setiap manusia pasti berharap mendapatkan sesuatu yang baik bahkan lebih baik dan takut jika mendapatkan hal yang buruk walaupun dirinya belum tentu baik (?).
Maka dari itu, yang ingin saya jelaskan bahwa siapapun jodoh kita, itu adalah cerminan dari siapa kita.
Ia bagaikan bayangan yang terlihat saat kita bercermin. Saya yakini itu. Maka jangan pernah berharap kita mendapatkan seseorang yang sempurna ketika diri kita jauh dari kesempurnaan. 
Bukan pesimis. Tapi belajar untuk realistis. Saya pun tentu punya harapan. Tapi berpikir realistis saya rasa itu adil. Biarlah saya mendefinisikan realistis itu berusaha untuk menjadi pribadi yang baik dari hari ke hari tentu saja karena mengharap ridho Allah saja. Itu adalah bentuk harapan. Hanya ketika Allah ridho, maka segala pengharapan adalah nilai yang linier dengan pengabulan.
Okey, sekali lagi, jodoh itu sebuah rahasia besar dan indah yang telah Allah siapkan untuk manusia. Maka cara paling bijak untuk mensyukurinya sebelum menemukannya adalah berprasangka baik kepada Allah, sibukkan diri kita dengan kebaikan, lakukan yang terbaik untuk Allah hingga nanti kita berhak mendapatkan yang terbaik juga. Amin..
~~~
Widihhh, serius amat ya saya
Apapun itu, saya juga bingung merangkainya dalam kalimat yang mengalir indah. Semoga tetap bisa ditangkap inti yang ingin saya bagikan dalam tulisan ini..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Senin, 14 November 2011

a deal (a great gift from God)

Sepertinya saya harus menuruti kemauan si hati untuk mencorat-coret 'Ceritaku' ini dengan berbagai uneguneg yang tengah bersarang di kelapa (eh kepala) saya sekarang. Jika tidak, saya tidak sanggup membayangkan apa jadinya saya tanpa ekspresi nyata (?).
A deal.
Saya lebih suka menyebutnya sebagai kesepakatan. Kesepakatan mahaagung yang telah saya lakukan dengan Pencipta saya. Jauh sebelum langit dan semesta alam raya diciptakan. Namun kesepakatan itu telah tertulis jauh sebelum itu, di Lauhul Mafudz.
Saya merasa perlu membincangkan sesuatu, yang menjadi topik kegalauan teman-teman saya saat ini. Jiahh, sok banget ya teman-teman saya (hihi). Saya yakin kamu dan kamu pasti sepakat yang namanya jodoh itu di tangan Allah ya? Ya eyalahhh, saya pun sepakat kalee. Makanya saya mah anteng2 aja untuk urusan yang satu ini (yakin res? haha).
Okey, biarkan saya berekspresi ya. Ini kan rumah saya (loh?).
Semoga yang saya tuliskan ini akan mengobati kegalauan2, terlebih kalau saya yang galau.
Saya bukanlah malaikat yang tahu seluruh isi perjanjian di atas langit, atau bahkan saya bukan setan yang suka mencuri-curi rahasia di langit, bukan. Tapi yang saya yakini, Allah sudah meng-create sedemikianrupa hidup saya lewat "a deal" tadi, yaitu rezeki, maut, dan jodoh. Aha, andai saya ingat momen deal or no deal itu dulu jauh sebelum saya lahir ke dunia, saya ingin merekamnya dalam2 di ingatan saya, agar saya bisa tahu apa saja yang akan terjadi dalam hidup ini.
Saya sudah terlalu jauh berimajinasi tidak penting.
Jodoh itu misteri. Wow. Serem banget ya pemilihan diksinya. Saya ganti.
Jodoh itu sebuah rahasia, sebuah hadiah terbesar dari Allah untuk hidup kita. Yup, yang ini lebih baik.
Lagi-lagi, andai saya punya doraemon, saya mau donk pinjam mesin waktunya. Saya mau mengintip siapa ya yang menjadi jodoh saya?? No no no, rasanya itu terlalu ekstrim. Saya juga tidak yakin saya akan merasa lebih baik jika saya tahu semuanya.
Manusia dan rasa itu seperti sayur dan garam.
Maka, wajar ketika kita merasa begitu penasaran akan takdir di depan kita seperti siapa jodoh kita. Itulah rasanya hidup!
Tapi, saya mengajak kita semua berpikir, penasaran itu indah. Beneran.
Dengan tidak perlu mengetahui siapa dia, maka kita akan menjadi manusia yang lebih bersemangat menjalani hidup dengan terus memperbaiki diri, membuat kita semakin dekat dengan Pencipta perjanjian kita.
Tentu mengajarkan juga kepada kita indahnya berprasangka baik kepada Allah. 
Mengajarkan manusia untuk selalu memiliki raja' (berharap) dan khauf (takut). Andai manusia tidak memiliki harapan dan sedikit ketakutan dalam hidupnya, so, apalah artinya hidup.
Manusia menjadi lebih menikmati setiap fase dan proses hidupnya ketika punya harapan. Seperti jodoh tadi.
Bukankah Allah memberi sesuatu dengan sesuatu? Ah, maksud saya begini, Allah telah menganugerahkan sebuah rasa yang familiar kita dengar sebagai cinta. ~tapi saya belum mau membahas tentangnya~, maka Allah pun memberikan kita suatu harapan: "Perempuan yg baik2 adalah untuk laki2 yg baik2 dan sebaliknya".
Itulah harapan. "Dan perempuan yang buruk adalah untuk laki2 yg buruk". Itulah ketakutan.
Setiap manusia pasti berharap mendapatkan sesuatu yang baik bahkan lebih baik dan takut jika mendapatkan hal yang buruk walaupun dirinya belum tentu baik (?).
Maka dari itu, yang ingin saya jelaskan bahwa siapapun jodoh kita, itu adalah cerminan dari siapa kita.
Ia bagaikan bayangan yang terlihat saat kita bercermin. Saya yakini itu. Maka jangan pernah berharap kita mendapatkan seseorang yang sempurna ketika diri kita jauh dari kesempurnaan. 
Bukan pesimis. Tapi belajar untuk realistis. Saya pun tentu punya harapan. Tapi berpikir realistis saya rasa itu adil. Biarlah saya mendefinisikan realistis itu berusaha untuk menjadi pribadi yang baik dari hari ke hari tentu saja karena mengharap ridho Allah saja. Itu adalah bentuk harapan. Hanya ketika Allah ridho, maka segala pengharapan adalah nilai yang linier dengan pengabulan.
Okey, sekali lagi, jodoh itu sebuah rahasia besar dan indah yang telah Allah siapkan untuk manusia. Maka cara paling bijak untuk mensyukurinya sebelum menemukannya adalah berprasangka baik kepada Allah, sibukkan diri kita dengan kebaikan, lakukan yang terbaik untuk Allah hingga nanti kita berhak mendapatkan yang terbaik juga. Amin..
~~~
Widihhh, serius amat ya saya
Apapun itu, saya juga bingung merangkainya dalam kalimat yang mengalir indah. Semoga tetap bisa ditangkap inti yang ingin saya bagikan dalam tulisan ini..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar