Minggu, 27 Mei 2012

misscommunication

Komunikasi adalah hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Ini tak lepas dari kodrat manusia sebagai makhluk sosial. Komunikasi memudahkan manusia untuk bertukar pikiran, menyampaikan maksud dan bahkan memenuhi kebutuhan pribadi. Namun, permasalahannya, tak jarang komunikasi juga menyebabkan masalah. Hal itu bisa saja terjadi karena komunikasi yang salah, tidak tepat, tidak efektif, bahkan karena dua orang komunikan tidak saling mengerti bahasa komunikasi mereka sendiri. Ini yang trend disebut dengan misscommunication.
Misscommunication bisa terjadi pada siapa saja, antara orang tua dan anak, antar teman, antar saudara, antara perempuan dengan perempuan, dan antara laki-laki dan perempuan. Yang seringkali terjadi adalah antara laki-laki dan perempuan. Mengapa? Jelas, karena bahasa komunikasi perempuan sangat berbeda dengan laki-laki. Bukan berarti antar sesama perempuan tidak pernah miss ya, pasti pernah. Namun, mereka akan dengan mudah tahu mengapa temannya tadi marah ketika dia bicara seperti itu atau perempuan akan lebih mudah 'ngeh' ketika teman perempuannya bicara lewat ekspresi yang berbeda. Karena mereka sama-sama memiliki kemampuan bahasa komunikasi yang sama.
Saya memang bukan pakar psikologi atau ahli lainnya. Tapi kali ini saya hanya ingin berbagi pengalaman dan dituangkan dalam opini yang juga berdasarkan beberapa referensi yang pernah dibaca.
Rata-rata kita semua tahu kalau laki-laki cenderung menggunakan otaknya dan perempuan cenderung menggunakan perasaannya. Ingat, saya bilang cenderung. Bukan artinya 100% otak atau 100% perasaan ya.
Oleh sebab itu, perempuan lebih sering menggunakan hatinya untuk menerjemahkan pesan yang sampai padanya. Contoh: ada sms yang isinya seperti ini: segera kirimkan nomor si fulan skrg!!. Dijamin deh, perempuan langsung bad mood, menggerutu (bisa hanya di dalam hati bisa gak), "gak sopan banget deh sms orang gak pake maaf, gak minta tolong, eh gak bilang terima kasih lagi pas udah dibales. Uh, gak usah pake tanda seru juga kali, apa lagi marah sama aku?" Yup, itulah perempuan. Lain halnya ketika yang menerima sms itu seorang laki-laki. Mungkin saja ia langsung membalas sms tersebut, dan that's all, tidak ada masalah, toh dia pikir sms itu genting sekali dan butuh waktu segere dibalas.
Perempuan juga menggunakan indirect speech dalam berkomunikasi. Kebanyakan perempuan memilih bahasa tidak langsung untuk menunjukkan maksudnya. Mereka merasa tidak nyaman jika harus langsung menyampaikan apa yang ada dalam hati mereka. Contohnya seperti ini, dari pengalaman saya yang sering sekali terjadi. Saya tengah mengubek-ubek gantungan jilbab dan juga lemari. Mondar mandir. Adik saya hanya diam memperhatikan kekacauan saya pagi itu. "Duh, dimana ya?" tanya saya sendiri. Saya sedang pusing mencari jilbab saya. Waktu sudah makin mepet namun saya masih bersikeras mencari jilbab biru itu. Saya hampir menyerah. "Ca, liat jilbab ayuk yang biru gak ya?" saya mulai bertanya pada adik saya setelah hampir 20 menit mencari. "Enggak liat tuh," jawabnya santai sambil terus menonton tv. Uh,,dimana dong, saya makin kesal. Saya hampir menyerah. Bodo ah, saya solat duha aja dulu, tuh jilbab bikin stress aja pagi-pagi. Saya ambil 4 rakaat solat duha. Setelah saya selesai solat, saya kembali mau mencari alternatif jilbab biru yang lain saja. Tapi, eh, kok, jilbab biru yang saya cari sudah ada di atas tempat tidur. Caca? Hoho, dia menemukannya. "Nemu dimana?" tanya saya pada adik saya. "Ya di dalam lemari," jawabnya. Wehh, ternyata saya yang kurang teliti mencarinya karena terburu-buru. Adik saya -yang seorang perempuan- tahu betul maksud hati saya. Ketika saya bertanya liat jilbab ayuk gak? menunjukkan maksud saya yang sebenarnya adalah dek, tolong bantuin cariin jilbab ayuk geh. Coba perhatikan, saya tidak meminta adik saya untuk mencarikan, tapi adik saya mengerti maksud saya kan. Hehe.
Lain halnya dengan kisah berikut. Saya sedang membawa kardus yang berisi buku-buku, penuh, lumayan berat. Lalu seorang teman saya (laki-laki) lewat, melihat saya yang agak kerepotan membawa kardus itu. Dia pun bertanya, "Berat gak res?". Saya tersenyum meringis,"Enggak juga kok". Lalu teman saya itu berlalu begitu saja meninggalkan saya yang rasanya ingin melempar kardus itu. Huh. Senyum meringis dan kata kok itu menunjukkan kalau kardus itu berat loh. Jadi, kamu gak usah nanya lagi, langsung aja bilang," Letakkan saja kardusnya, biar saya yang bawa." Ya, harusnya teman saya itu bilang seperti itu. Maka saya tentu akan dengan senang hati karena tidak keberatan dan senang karena dia mengerti maksud saya.

Satu lagi nih. Pengalaman yang benar-benar membuat saya geleng-geleng, angguk-angguk semakin mengerti bahasa perempuan dan laki-laki.  Misal dalam suatu kondisi seperti ini: Waktu itu sudah menjelang magrib, hujan gerimis pula. Sekumpulan perempuan manis berjilbab rapi masih harus berjalan kaki menuju jalan besar sampai kami menemukan angkot. Dan ini percakapan antara kedua teman saya. Si Fulan bertanya ke si Fulanah via telpon. 
Fulan: "Kalian sudah dapat angkot belum?" 
"Belum," jawab Fulanah.
Fulan: "Sudah dimana sekarang?"
Fulanah: "Sudah hampir sampe di jalan depan sih".
Fulan: "Masih mau dicariin gak angkotnya?"
Fulanah: "Kira-kira masih lama gak?"
Fulan: "Kami solat magrib dulu lah kira-kira, setelah itu baru dicariin angkotnya".
Toeng! Fulanah: "Ya sudah gak usah! Biar kami jalan aja!"
Fulan: "Ya, kalian jalan aja ya sampai depan".
Toeng toeng. Akhirnya si Fulanah dan teman-temannya berjalan, tentu saja dengan ngomel. Mengapa? Karena maksud si Fulanah yang tidak dimengerti oleh si Fulan. Ketika ia bertanya kira-kira masih lama gak, itu sama artinya dengan tolong dicariin angkotnya segera! Dan ketika ia berkata ya sudah biar kami jalan aja, itu sama artinya dia meminta Fulan untuk berkata tunggu disana, saya carikan angkotnya sekarang, sebentar lagi angkotnya sampai disana. Rumit kan? Iya, saya juga tentu ikut kesal menengar kisah ini(karena saya perempuan). Tapi saya jadi tertawa sendiri ketika menganalisis lagi, ini cuma masalah misscommunication. Karena perempuan tidak menyampaikan maksudnya secara langsung dan laki-laki tidak bisa memahami pesan tidak langsung.
Jadi, dari sini saya belajar. Lain kali, perempuan juga harus menyampaikan maksudnya secara langsung ketika waktunya memang harus seperti itu. 
Bahasa komunikasi yang aneh lagi dari perempuan adalah perempuan bahkan sering mengatakan yang sebaliknya untuk tidak memperlihatkan perasaan mereka yang sesungguhnya. Maksudnya? Seperti ini, mereka lebih memilih mengatakan tidak ada apa-apa kok, beneran. Padahal saat itu dia sedang sedih sekali dan butuh teman yang menemaninya menangis. Atau: Ih, apaan sih, sepatu itu kan terlalu feminim buat aku? Gak banget deh. Teman-temannya bilang, tapi itu cocok banget di kaki kamu. Gak ah. Dan tahukah kalian, diam-diam sebenarnya perempuan akan melirik sepatu tersebut, mencobanya sambil senyum-senyum sendiri ketika tak bersama teman-temannya. Iya ya, cantik juga, aku suka. Yup, begitulah perempuan.
Perempuan...dengan segala anugerah yang Allah berikan, harusnya tetap selalu menjadikan anugerah itu sebagai sesuatu yang bermanfaat. Perasaan. Jadikan perasaan sebagai alat yang bisa mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Jadikan ia lembut sehingga cahaya Allah mudah diterima dan akan tetap bersarang dalam hati tersebut. Jadikan hati (perasaan) itu sebening kaca, sehingga hanya sinar kebaikan yang akan selalu bersinar. Bukan hanya menerangi diri sendiri tapi juga menerangi sekelilingnya, wanita shalihah...
Karena perempuan ibarat kaca yang berdebu...jangan terlalu keras membersihkannya..nanti ia retak dan pecah..Lemah lembutlah kepadanya, namun jangan terlalu memanjakannya, tegurlah bila ia bersalah, namun jangan lukai hatinya. Just singing, kaca berdebu- maidani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Minggu, 27 Mei 2012

misscommunication

Komunikasi adalah hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Ini tak lepas dari kodrat manusia sebagai makhluk sosial. Komunikasi memudahkan manusia untuk bertukar pikiran, menyampaikan maksud dan bahkan memenuhi kebutuhan pribadi. Namun, permasalahannya, tak jarang komunikasi juga menyebabkan masalah. Hal itu bisa saja terjadi karena komunikasi yang salah, tidak tepat, tidak efektif, bahkan karena dua orang komunikan tidak saling mengerti bahasa komunikasi mereka sendiri. Ini yang trend disebut dengan misscommunication.
Misscommunication bisa terjadi pada siapa saja, antara orang tua dan anak, antar teman, antar saudara, antara perempuan dengan perempuan, dan antara laki-laki dan perempuan. Yang seringkali terjadi adalah antara laki-laki dan perempuan. Mengapa? Jelas, karena bahasa komunikasi perempuan sangat berbeda dengan laki-laki. Bukan berarti antar sesama perempuan tidak pernah miss ya, pasti pernah. Namun, mereka akan dengan mudah tahu mengapa temannya tadi marah ketika dia bicara seperti itu atau perempuan akan lebih mudah 'ngeh' ketika teman perempuannya bicara lewat ekspresi yang berbeda. Karena mereka sama-sama memiliki kemampuan bahasa komunikasi yang sama.
Saya memang bukan pakar psikologi atau ahli lainnya. Tapi kali ini saya hanya ingin berbagi pengalaman dan dituangkan dalam opini yang juga berdasarkan beberapa referensi yang pernah dibaca.
Rata-rata kita semua tahu kalau laki-laki cenderung menggunakan otaknya dan perempuan cenderung menggunakan perasaannya. Ingat, saya bilang cenderung. Bukan artinya 100% otak atau 100% perasaan ya.
Oleh sebab itu, perempuan lebih sering menggunakan hatinya untuk menerjemahkan pesan yang sampai padanya. Contoh: ada sms yang isinya seperti ini: segera kirimkan nomor si fulan skrg!!. Dijamin deh, perempuan langsung bad mood, menggerutu (bisa hanya di dalam hati bisa gak), "gak sopan banget deh sms orang gak pake maaf, gak minta tolong, eh gak bilang terima kasih lagi pas udah dibales. Uh, gak usah pake tanda seru juga kali, apa lagi marah sama aku?" Yup, itulah perempuan. Lain halnya ketika yang menerima sms itu seorang laki-laki. Mungkin saja ia langsung membalas sms tersebut, dan that's all, tidak ada masalah, toh dia pikir sms itu genting sekali dan butuh waktu segere dibalas.
Perempuan juga menggunakan indirect speech dalam berkomunikasi. Kebanyakan perempuan memilih bahasa tidak langsung untuk menunjukkan maksudnya. Mereka merasa tidak nyaman jika harus langsung menyampaikan apa yang ada dalam hati mereka. Contohnya seperti ini, dari pengalaman saya yang sering sekali terjadi. Saya tengah mengubek-ubek gantungan jilbab dan juga lemari. Mondar mandir. Adik saya hanya diam memperhatikan kekacauan saya pagi itu. "Duh, dimana ya?" tanya saya sendiri. Saya sedang pusing mencari jilbab saya. Waktu sudah makin mepet namun saya masih bersikeras mencari jilbab biru itu. Saya hampir menyerah. "Ca, liat jilbab ayuk yang biru gak ya?" saya mulai bertanya pada adik saya setelah hampir 20 menit mencari. "Enggak liat tuh," jawabnya santai sambil terus menonton tv. Uh,,dimana dong, saya makin kesal. Saya hampir menyerah. Bodo ah, saya solat duha aja dulu, tuh jilbab bikin stress aja pagi-pagi. Saya ambil 4 rakaat solat duha. Setelah saya selesai solat, saya kembali mau mencari alternatif jilbab biru yang lain saja. Tapi, eh, kok, jilbab biru yang saya cari sudah ada di atas tempat tidur. Caca? Hoho, dia menemukannya. "Nemu dimana?" tanya saya pada adik saya. "Ya di dalam lemari," jawabnya. Wehh, ternyata saya yang kurang teliti mencarinya karena terburu-buru. Adik saya -yang seorang perempuan- tahu betul maksud hati saya. Ketika saya bertanya liat jilbab ayuk gak? menunjukkan maksud saya yang sebenarnya adalah dek, tolong bantuin cariin jilbab ayuk geh. Coba perhatikan, saya tidak meminta adik saya untuk mencarikan, tapi adik saya mengerti maksud saya kan. Hehe.
Lain halnya dengan kisah berikut. Saya sedang membawa kardus yang berisi buku-buku, penuh, lumayan berat. Lalu seorang teman saya (laki-laki) lewat, melihat saya yang agak kerepotan membawa kardus itu. Dia pun bertanya, "Berat gak res?". Saya tersenyum meringis,"Enggak juga kok". Lalu teman saya itu berlalu begitu saja meninggalkan saya yang rasanya ingin melempar kardus itu. Huh. Senyum meringis dan kata kok itu menunjukkan kalau kardus itu berat loh. Jadi, kamu gak usah nanya lagi, langsung aja bilang," Letakkan saja kardusnya, biar saya yang bawa." Ya, harusnya teman saya itu bilang seperti itu. Maka saya tentu akan dengan senang hati karena tidak keberatan dan senang karena dia mengerti maksud saya.

Satu lagi nih. Pengalaman yang benar-benar membuat saya geleng-geleng, angguk-angguk semakin mengerti bahasa perempuan dan laki-laki.  Misal dalam suatu kondisi seperti ini: Waktu itu sudah menjelang magrib, hujan gerimis pula. Sekumpulan perempuan manis berjilbab rapi masih harus berjalan kaki menuju jalan besar sampai kami menemukan angkot. Dan ini percakapan antara kedua teman saya. Si Fulan bertanya ke si Fulanah via telpon. 
Fulan: "Kalian sudah dapat angkot belum?" 
"Belum," jawab Fulanah.
Fulan: "Sudah dimana sekarang?"
Fulanah: "Sudah hampir sampe di jalan depan sih".
Fulan: "Masih mau dicariin gak angkotnya?"
Fulanah: "Kira-kira masih lama gak?"
Fulan: "Kami solat magrib dulu lah kira-kira, setelah itu baru dicariin angkotnya".
Toeng! Fulanah: "Ya sudah gak usah! Biar kami jalan aja!"
Fulan: "Ya, kalian jalan aja ya sampai depan".
Toeng toeng. Akhirnya si Fulanah dan teman-temannya berjalan, tentu saja dengan ngomel. Mengapa? Karena maksud si Fulanah yang tidak dimengerti oleh si Fulan. Ketika ia bertanya kira-kira masih lama gak, itu sama artinya dengan tolong dicariin angkotnya segera! Dan ketika ia berkata ya sudah biar kami jalan aja, itu sama artinya dia meminta Fulan untuk berkata tunggu disana, saya carikan angkotnya sekarang, sebentar lagi angkotnya sampai disana. Rumit kan? Iya, saya juga tentu ikut kesal menengar kisah ini(karena saya perempuan). Tapi saya jadi tertawa sendiri ketika menganalisis lagi, ini cuma masalah misscommunication. Karena perempuan tidak menyampaikan maksudnya secara langsung dan laki-laki tidak bisa memahami pesan tidak langsung.
Jadi, dari sini saya belajar. Lain kali, perempuan juga harus menyampaikan maksudnya secara langsung ketika waktunya memang harus seperti itu. 
Bahasa komunikasi yang aneh lagi dari perempuan adalah perempuan bahkan sering mengatakan yang sebaliknya untuk tidak memperlihatkan perasaan mereka yang sesungguhnya. Maksudnya? Seperti ini, mereka lebih memilih mengatakan tidak ada apa-apa kok, beneran. Padahal saat itu dia sedang sedih sekali dan butuh teman yang menemaninya menangis. Atau: Ih, apaan sih, sepatu itu kan terlalu feminim buat aku? Gak banget deh. Teman-temannya bilang, tapi itu cocok banget di kaki kamu. Gak ah. Dan tahukah kalian, diam-diam sebenarnya perempuan akan melirik sepatu tersebut, mencobanya sambil senyum-senyum sendiri ketika tak bersama teman-temannya. Iya ya, cantik juga, aku suka. Yup, begitulah perempuan.
Perempuan...dengan segala anugerah yang Allah berikan, harusnya tetap selalu menjadikan anugerah itu sebagai sesuatu yang bermanfaat. Perasaan. Jadikan perasaan sebagai alat yang bisa mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Jadikan ia lembut sehingga cahaya Allah mudah diterima dan akan tetap bersarang dalam hati tersebut. Jadikan hati (perasaan) itu sebening kaca, sehingga hanya sinar kebaikan yang akan selalu bersinar. Bukan hanya menerangi diri sendiri tapi juga menerangi sekelilingnya, wanita shalihah...
Karena perempuan ibarat kaca yang berdebu...jangan terlalu keras membersihkannya..nanti ia retak dan pecah..Lemah lembutlah kepadanya, namun jangan terlalu memanjakannya, tegurlah bila ia bersalah, namun jangan lukai hatinya. Just singing, kaca berdebu- maidani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar