Kamis, 26 April 2012

Hijrah

Sebut saja aku Alya.
Diiringi suara gemericik hujan serta udara sejuk sesudahnya malam ini. Saat ini aku jadi teringat sebuah memori, proses panjangku menemukan hidayah yang luar biasa mengubah diriku kini. Seperti judulnya, aku sebut hijrah. Ya, prosesku menerima hijab sebagai pakaian hidupku, identitasku sebagai seorang muslimah.

--Tahun 2004--
Tepatnya saat itu aku di penghujung kelas III SMP. Aku masih ingat jelas penampilan polosku dulu. Pakaian putih biru, tas ransel warna biru, jam tangan biru, dan rambut panjang yang suka sekali aku kuncir setengah.
ei bi wan (Friends Forever). Itu nama genk gong ku dulu. Ah, lucu sekali. Aku tidak akan menjelaskan tentang nama itu, yang pasti aku merasa bersyukur pernah merasakan masa-masa itu. A sweet memory..:)

Siang itu, aku diliputi kebimbangan, anak muda sekarang bilangnya galau. Seluruh siswa kelas 3C diikutsertakan mengikuti tes seleksi masuk SMA Unggulan itu. Hm, aku ikuti saja.
Singkat cerita, tes pun sudah dilewati, tinggal menunggu pengumuman.
Aku masih ingat. Sepulang dari sekolah, kami seperti biasa selalu kumpul-kumpul dulu. Persis di depan gerbang sekolah, kami asyik ngobrol ria. Obrolannya saat itu adalah tentang masa depan,,hihi. Kami memikirkan bagaimana hari-hari kami nanti di SMA Unggulan itu? Ya, katanya SMA itu sangat disiplin, belajar ekstra, dan mayoritas siswinya berjilbab. Apaaa??? Jilbab? Oh no!
Aku tidak bisa membayangkan kalau aku mengenakannya nanti. Toh, waktu acara isra' mi'raj di smp ini saja, aku gerah minta ampun harus pake jilbab beberapa jam saja. Gak banget deh. Hufh..
Akhirnya, kami (aku dan teman2 friends 4ever-ku itu) mengikat janji.
"Eh, pokonya kita janji ya. Walaupun disana mayoritas pake jilbab, kita gak akan goyah. Kita tetap harus bertahan gak pake jilbab!" ujar salah satu sahabatku.
"Yup, aku janji!" jawabku antusias. "Bener ya? kalo gitu, janji dulu!" Dan kami pun menyatukan tangan dalam perjanjian konyol itu.
----

Allah telah menetapkan segala kejadiannya. Kami bisa berkumpul lagi di SMA unggulan itu dan MOS/Ospek pun diagendakan selama kurang lebih satu pekan (aku lupa). Ospek yang sangat sangat melelahkan, mulai dari latihan fisik, LTBB sampai agenda IMTAQ yang selalu ada setiap harinya. Hm, agenda imtaq inilah yang paling tak terlupakan.
Hari pertama Ospek, kami dikumpulkan di sebuah mushola, ah lebih tepatnya disebut aula serbaguna, dengan masih mengenakan seragam smp.
Aku duduk berjejer dengan teman-temanku. Sindiran menghentak yang pertama pun kami dapatkan. Kau tahu itu apa? Ketika kami sudah duduk manis di dalam aula itu, tiba-tiba kakak-kakak berwajah teduh dan menundukkan pandangan dan mbak-mbak yang berjilbab lebar itu membagi-bagikan sajadah kepada kami, siswi baru yang rata-rata belum mengenakan jilbab. Hey?? Maksudnya apa ya?
Aku hanya celingak-celinguk memperhatikan yang lain. Mencari tahu apa ya maksud sajadah ini?
"Al, pake," kata temanku. Ternyata sajadah itu digunakan untuk menutupi rok smp kami saat duduk. Duh, malunya. Dengan muka yang saat itu entah mau kutaruh dimana, aku membentangkan sajadah itu di kedua lututku.
Kami mendengarkan ceramah dari sang guru agama, sebut saja namanya Pak Ahmad. Ceramahnya jauh dari kesan membosankan. Ceramah yang penuh humor tapi tetap berisi, tak jarang aku pun tak berhenti tersenyum mendengar guyonan Pak Ahmad tersebut dan tak jarang juga aku banyak terenyuh dengan tausiyahnya.
Setelah beberapa puluh menit Pak Ahmad tausiyah, kami pun dikelompok-kelompokkan dalam lingkaran kecil. Tentu saja kami berlima tetap memilih dalam lingkaran yang sama. Ternyata agenda selanjutnya adalah diskusi bersama kakak tingkat dan alumni sekolah. Aku masih ingat, mbak yang menemani kelompok kami adalah saudara kandung dari salah seorang temanku, dan yang menjadi tentor kelompok kami itu adalah seorang alumni, laki-laki berjenggot tipis dengan wajah menundukkan setengah pandangannya. Aku sudah lupa namanya siapa? (hhee)
“Kakak ini kenapa ya? Pemalu banget, gak mau ngeliat kita kalau ngomong,” tanyaku dalam hati,hmm.
Tema diskusi hari itu adalah tentang pergaulan laki-laki dan perempuan serta kewajiban menutup aurat. Awalnya biasa saja, kami mendengarkan seksama apa yang disampaikan oleh si kakak tentor. Tapi, lama kelamaan penyampaiannya sedikit mengusik hati kami. Dan diskusi alot pun terjadi. Banyak sekali pertanyaan yang diajukan oleh siswa baru yang sangat awam tentang Islam saat itu, sampai membuat si kakak tentor agak kewalahan menjawabnya. Maklum anak baru, masih semangat dan kritis sekali (hehe). Pertanyaannya mulai dari mengapa kakak bilang pacaran itu tidak boleh? Bukankah kalau itu membawa dampak yang positif malah bagus? Kita kan juga tahu batasan-batasan pergaulan laki-laki dan perempuan, jadi dimana salahnya? Terus, memang jilbab itu wajib ya? Kenapa? Bukankah berpakaian sopan itu sudah menutup aurat? Terus, kalau kita belum siap pake jilbab gimana? Kan yang penting ibadah wajib seperti solat, puasa, dll tetap dijalankan? Dan bla bla bla. Aku rasa kami cukup meneror kakak tentor itu.
Si kakak tentor dan mbak pun menjawab satu per satu pertanyaan kami, walaupun kami sering menyela di tengah pembicaraan mereka. Ya, itu bukan pertanyaan, lebih tepatnya pembelaan.
Diskusi di hari pertama yang kurang memuaskan. Rasanya hatiku masih diliputi banyak pertanyaan. Jilbab? Menjaga diri? Menundukkan pandangan? Arghh,,banyak sekali hal yang tak kuketahui.
--hari kedua--
Tetap ada latihan fisik dan mental. Sungguh melelahkan. Ya Allah, rasanya aku tidak sanggup melewati satu pekan ini, berat sekali. Hanya agenda Imtaq saja yang mampu membuat hari-hari Ospek agak membahagiakan. Ya, diskusi ringan berjalan seperti biasa, tapi aku tak selera membantah, aku mencoba menghayati diskusi tersebut dengan mendengarkan saja.

--satu bulan pun berlalu—
Tepatnya itu hari jumat siang. Matahari begitu semangat menampakkan sinarnya. Tapi sejuknya angin sepoi melambaikan jilbab putih yang kukenakan. Bukan. Aku belum berhijab seutuhnya saat itu. Itu karena hari jumat. Di sekolah ini, seluruh siswi muslim diwajibkan berpakaian muslimah, mengenakan jilbab. Para bapak guru dan murid laki-laki sedang melaksanakan kewajiban mereka solat jumat. Kami yang putri punya agenda lain, yang disebut mentoring. Siang itu seluruh putri dikumpulkan di bawah pohon cinta (itu nama pemberian kami saja).
Mbak-mbak berjilbab lebar dan rapi pun menjadi narasumbernya saat itu. Muka mereka selalu tersenyum, sopan, penuh kelembutan. Tiba-tiba di mataku mereka begitu terlihat cantik dengan jilbab. Wah, ada apa dengan diriku?
Benar saja. Tema mentoring hari itu adalah jilbab. Sebenarnya aku sudah hampir bosan mendengarnya. Aku tahu mereka pasti akan mengatakan jilbab itu wajib, jilbab itu wajib, jilbab itu wajib. Ah, aku sudah tahu mbak, plis deh.
“Dan katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita…” (An-Nur:31).
Blesss…Tiba-tiba hatiku bagai disiram air es yang sangat dingin, di saat bersamaan pula sebuah palu godam menghantamnya, lalu hatiku remuk redam. Mataku berair, kenapa ini? Aku tahan saja. Hangat sekali kurasakan di kedua mataku.
“Hai Nabi!Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka mengulurkan atas diri mereka jilbab mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih (mudah untuk) dikenal, sehingga mereka tidak diganggu”

Ya Rabb…hatiku kini gemetar! Rasanya mau pecah! Ah, ada apa denganku ini? Kenapa tiba-tiba ingin sekali menangis, tak tahu pasti kenapa aku sedih? Kutahan sekuat tenaga agar buliran hangat di pelupuk mataku itu tak jatuh. Ya, malu dong nanti ditanyain yang lain kenapa nangis?
Agenda mentoring hari itu kurasa berbeda. Seperti orang yang sangat dahaga sedang bertemu mata air dari pegunungan yang suci. Aishh…

“Adik-adik cantik yang disayang Allah,” mbak berkacamata dan berjilbab rapi itu membuka sesi sharing. “Betapa Allah begitu memuliakan kita, muslimah. Kenapa? Karena istimewanya kita, maka Allah memberi bentuk penjagaan terhadap kita dengan jilbab. Pernah dengar kisah ini? Suatu hari Rasulullah saw. Menangis saat menemui putrinya, Fatimah ra. Fatimah bertanya kepada ayahandanya mengapa beliau menangis? Rasul pun menjawab,” Saat aku melihat ke neraka, kulihat 2/3 isinya adalah kaum wanita”.
Jlebb!! Aku menelan air ludah mendengarnya.
““Wanita itu adalah aurat, apabila dia keluar akan dibuat indah oleh syetan.”(Shahih. HR Tirmidzi).
Ternyata tiap helai rambut kita ini aurat dek. Coba hitung, satu rambut saja satu dosa. Berapa lembar rambut kita? Berapa dosa kita? Lalu kalikan berapa umur kita? Naudzubillah. Rasulullah bersabda: Ada dua kelompok termasuk ahli neraka, aku belum pernah melihatnya: Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapl, mereka memukul manusia dengan cambuknya, dan wanita yang kasiyat (berpakain tapi telanjang baik karena tipis, atau pendek yang tidak menutup semua auratnya), Mailat mumilat (bergaya ketika berjalan, ingin diperhatikan orang) kepala mereka seperti punuk onta yang berpunuk dua. Mereka tidak masuk surga dan tidak mendapatkan baunya padahal bau surga itu akan didapati dari sekian dan sekian (perjalanan 500 th).
Pasti kita semua ingin kan masuk ke dalam surga yang Allah janjikan? Lalu, dari hadis tadi, bagaimana kita bisa masuk ke dalamnya, jika mencium bau surganya pun kita tidak bisa? Padahal bau surga itu bisa tercium dari jarak yang begitu jauh yaitu jarak 500 tahun. Lalu, masih bisakah kita menolak perintah Allah untuk berjilbab?
Bukankah anak yang solehah itu adalah hadiah terindah untuk orang tua kita dek? Ayo, sekarang coba kita lembutkan sedikit saja hati kita untuk menerima hidayah Allah. Kita belajar menjadi wanita solehah sekarang. Alangkah indahnya kan kalau kita bisa membangunkan istana di surga kelak untuk kedua orang tua kita?
Atau malah sebaliknya? Kita malah sibuk mengumpulkan batu bata untuk membangunkan istana di neraka untuk kedua orang tua kita? Astaghfirullah..

Tiba-tiba angin sepoi tadi berubah menjadi angin puyuh yang memporak-porandakan kekerasan hatiku. Aku tak kuasa lagi. Hatiku benar-benar sakit, sakit sekali. Ya Allah, rasanya aku begitu kotor, aku begitu bodoh, aku begitu jauh dari-Mu selama ini. Aku begitu egois. Tangisku pecah sudah. Tak bisa aku kontrol lagi. Sesegukan. Betapa banyak dosaku selama ini ya Rabb? Alangkah kasihan orang tuaku. Jangan hukum mereka karena dosa-dosaku Rabb. Akulah yang bodoh, tak mencari tahu akan kewajibanku. Aku mau menangis, berlari padaMu. Maafkan aku ya Allah…Ampuni aku…Ampuni hambaMu ini..Masih bisa kan aku?
Aku tak berhenti menangis. Sampai akhirnya mbak A pun melihatku setelah mentoring ternyata telah selesai. Aku sudah tidak sadar lagi dengan sekelilingku. Aku sudah tak sadar lagi. Yang aku tahu hanya sedang memohon, bersungut-sungut meminta ampun pada Rabb-ku.
“Dek?” tegur mbak A. Aku tak menjawab, hanya masih sesegukan. “Yuk, cerita dulu sama mbak!” Mbak A pun mengajakku masuk ke ruangan, aku ingat lab biologi. “Alya kenapa menangis?” mbak A memancingku untuk bercerita. “Mbaaakkk….” Huks huks. Tangisku malah semakin menjadi. Mbak A pun hanya memelukku. Aku menutup mukaku.
“Mbak, Alya benar-benar takut!” ujarku.
“Kenapa takut?”
“Takut kalau besok Allah mencabut nyawa Alya padahal Alya belum sempat memakai jilbab….,huks huks,” aku tidak bisa meneruskan kata-kataku lagi.
“Subhanallah….Alhamdulillah dek, Allah sudah memberikan hidayah sama Alya hari ini,” mata mbak A berkaca-kaca. “Insyaallah dek, itu adalah niat yang baik. Sekarang kita berdoa sama Allah supaya diberi kesempatan untuk memperbaiki diri, sekalian minta ampunanNya ya?”
Cukup lama mbak A memberiku tausiyah dan penguatan dalam lab biologi itu. Siang itu, matahari, ruangan itu, air mataku, menjadi saksi bahwa aku berjanji untuk berubah, mau belajar menjadi wanita solehah, kesayangan Allah, jaminan surga kedua orang tua J
Dan kau tahu? Hari itu, bukan aku saja yang menangis karena takut pada Allah. Ternyata teman-teman ei bi wan juga. Kami bersamaan mendapat hidayah, dan melupakan perjanjian konyol kami :p
----
Hari itu aku ikut lomba baris berbaris di lapangan MTQ kotaku. Aku ikut pleton siswi berjilbab! Itu hari pertamaku pake jilbab loh J Agustus 2004. Jadi, belum banyak yang tahu aku sudah beneran pake jilbab hari itu karena dikira aku hanya mengikuti seragam pleton.
Hari senin tiba. I like Monday! Aku tidak sabar bagaimana reaksi teman-teman sekelas bahkan satu sekolah ya?
Ternyata reaksi yang luar biasa hari itu! Teman-teman satu kelas berebut memberi ucapan selamat. Cupika cupiki mbak-mbak, kata-kata selamat ya dek, semoga istiqomah! Selamat ya Alya, semoga aku cepet nyusul pake jilbab, dll. Benar-benar indah deh. Satu lagi, salah seorang temanku, laki-laki, “Al, kamu beneran pake jilbab?” tanyanya.
“Ya iyalah, masa’ main-main?” jawabku.
“Alhamdulillah….Eh, berarti aku harus menepati janjiku deh,,hehe,” ujarnya. Haha. Aku baru ingat, temanku itu pernah menantangku. Dia bilang kalau aku nanti berjilbab, maka dia akan puasa tiga hari berturut-turut. Dan dia pun akhirnya puasa selama tiga hari. Lucu sekali. Tapi begitulah, lingkungan yang begitu mendukung. Setiap ada yang baru hijrah, alias berjilbab, maka pasti akan disambut hangat oleh seluruh warga sekolah. Bahkan bisa aku bilang, siswa putra yang paling nakal atau slengek’an di sekolah pun akan turut senang dan mendukung teman mereka (siswi putri) untuk berjilbab. Hebat sekali. Hidayah yang begitu mahal sekali aku dapatkan disana.

Hmm..
Kini aku memahami mengapa Islam sangat menganjurkan perempuan berjilbab untuk tak hanya mengutamakan jilbab sebagai pelindung aurat, namun juga sebagai penyaring jiwa dan batin, agar kita lebih memperhatikan perilaku dan sikap yang baik dan terhormat. Semua butuh proses memang. Dan aku menikmati setiap fase perubahan dalam diriku. Dari Alya yang anti jilbab, lalu berjilbab (yang penting pas menutup dada), masih suka ribet kalo harus pake rok, lalu bermetamorfosis lagi, mulai selalu mengenakan rok, jilbab pun lambat laun sedikit memanjang, lalu memakai jilbab berlapis biar gak transparan, kaos kaki, manset. Semua butuh proses. Tidak serta merta jadi sempurna.  Sesungguhnya tak ada alasan untuk siap dan tak siap berjilbab, karena Islam menganjurkan untuk semuanya berjalan seiring sejalan.
Aku kini semakin memahami. Jilbab itu adalah kebutuhan bukan kewajiban. Memang muslimah yang telah memutuskan berjilbab adalah wanita hebat saya pikir, karena mereka telah berani memperlihatkan identitas mereka sebagai seorang muslim. Jilbab itu tanda cinta Allah. Terima kasih Allah karena telah memuliakan wanita dengan jilbab. Percayalah saudariku, jilbab bukan perkara yang berat ataupun memberatkan. Kau tak perlu khawatir merasa dikekang karenanya, justru jilbab lah yang akan menjagamu dari perbuatan yang tak terpuji. Hidayah dan berkah Allah SWT tentu tak hadir begitu saja.  Sekali lagi, Islam adalah satu-satunya agama yang tak henti-hentinya menganjurkan umatnya untuk belajar dan berfikir.
Ah, gak percaya? Pake dulu jilbabmu, baru percaya! Selamat ber proses.

#Karena kau cantik dengan jilbabmu ^__^


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kamis, 26 April 2012

Hijrah

Sebut saja aku Alya.
Diiringi suara gemericik hujan serta udara sejuk sesudahnya malam ini. Saat ini aku jadi teringat sebuah memori, proses panjangku menemukan hidayah yang luar biasa mengubah diriku kini. Seperti judulnya, aku sebut hijrah. Ya, prosesku menerima hijab sebagai pakaian hidupku, identitasku sebagai seorang muslimah.

--Tahun 2004--
Tepatnya saat itu aku di penghujung kelas III SMP. Aku masih ingat jelas penampilan polosku dulu. Pakaian putih biru, tas ransel warna biru, jam tangan biru, dan rambut panjang yang suka sekali aku kuncir setengah.
ei bi wan (Friends Forever). Itu nama genk gong ku dulu. Ah, lucu sekali. Aku tidak akan menjelaskan tentang nama itu, yang pasti aku merasa bersyukur pernah merasakan masa-masa itu. A sweet memory..:)

Siang itu, aku diliputi kebimbangan, anak muda sekarang bilangnya galau. Seluruh siswa kelas 3C diikutsertakan mengikuti tes seleksi masuk SMA Unggulan itu. Hm, aku ikuti saja.
Singkat cerita, tes pun sudah dilewati, tinggal menunggu pengumuman.
Aku masih ingat. Sepulang dari sekolah, kami seperti biasa selalu kumpul-kumpul dulu. Persis di depan gerbang sekolah, kami asyik ngobrol ria. Obrolannya saat itu adalah tentang masa depan,,hihi. Kami memikirkan bagaimana hari-hari kami nanti di SMA Unggulan itu? Ya, katanya SMA itu sangat disiplin, belajar ekstra, dan mayoritas siswinya berjilbab. Apaaa??? Jilbab? Oh no!
Aku tidak bisa membayangkan kalau aku mengenakannya nanti. Toh, waktu acara isra' mi'raj di smp ini saja, aku gerah minta ampun harus pake jilbab beberapa jam saja. Gak banget deh. Hufh..
Akhirnya, kami (aku dan teman2 friends 4ever-ku itu) mengikat janji.
"Eh, pokonya kita janji ya. Walaupun disana mayoritas pake jilbab, kita gak akan goyah. Kita tetap harus bertahan gak pake jilbab!" ujar salah satu sahabatku.
"Yup, aku janji!" jawabku antusias. "Bener ya? kalo gitu, janji dulu!" Dan kami pun menyatukan tangan dalam perjanjian konyol itu.
----

Allah telah menetapkan segala kejadiannya. Kami bisa berkumpul lagi di SMA unggulan itu dan MOS/Ospek pun diagendakan selama kurang lebih satu pekan (aku lupa). Ospek yang sangat sangat melelahkan, mulai dari latihan fisik, LTBB sampai agenda IMTAQ yang selalu ada setiap harinya. Hm, agenda imtaq inilah yang paling tak terlupakan.
Hari pertama Ospek, kami dikumpulkan di sebuah mushola, ah lebih tepatnya disebut aula serbaguna, dengan masih mengenakan seragam smp.
Aku duduk berjejer dengan teman-temanku. Sindiran menghentak yang pertama pun kami dapatkan. Kau tahu itu apa? Ketika kami sudah duduk manis di dalam aula itu, tiba-tiba kakak-kakak berwajah teduh dan menundukkan pandangan dan mbak-mbak yang berjilbab lebar itu membagi-bagikan sajadah kepada kami, siswi baru yang rata-rata belum mengenakan jilbab. Hey?? Maksudnya apa ya?
Aku hanya celingak-celinguk memperhatikan yang lain. Mencari tahu apa ya maksud sajadah ini?
"Al, pake," kata temanku. Ternyata sajadah itu digunakan untuk menutupi rok smp kami saat duduk. Duh, malunya. Dengan muka yang saat itu entah mau kutaruh dimana, aku membentangkan sajadah itu di kedua lututku.
Kami mendengarkan ceramah dari sang guru agama, sebut saja namanya Pak Ahmad. Ceramahnya jauh dari kesan membosankan. Ceramah yang penuh humor tapi tetap berisi, tak jarang aku pun tak berhenti tersenyum mendengar guyonan Pak Ahmad tersebut dan tak jarang juga aku banyak terenyuh dengan tausiyahnya.
Setelah beberapa puluh menit Pak Ahmad tausiyah, kami pun dikelompok-kelompokkan dalam lingkaran kecil. Tentu saja kami berlima tetap memilih dalam lingkaran yang sama. Ternyata agenda selanjutnya adalah diskusi bersama kakak tingkat dan alumni sekolah. Aku masih ingat, mbak yang menemani kelompok kami adalah saudara kandung dari salah seorang temanku, dan yang menjadi tentor kelompok kami itu adalah seorang alumni, laki-laki berjenggot tipis dengan wajah menundukkan setengah pandangannya. Aku sudah lupa namanya siapa? (hhee)
“Kakak ini kenapa ya? Pemalu banget, gak mau ngeliat kita kalau ngomong,” tanyaku dalam hati,hmm.
Tema diskusi hari itu adalah tentang pergaulan laki-laki dan perempuan serta kewajiban menutup aurat. Awalnya biasa saja, kami mendengarkan seksama apa yang disampaikan oleh si kakak tentor. Tapi, lama kelamaan penyampaiannya sedikit mengusik hati kami. Dan diskusi alot pun terjadi. Banyak sekali pertanyaan yang diajukan oleh siswa baru yang sangat awam tentang Islam saat itu, sampai membuat si kakak tentor agak kewalahan menjawabnya. Maklum anak baru, masih semangat dan kritis sekali (hehe). Pertanyaannya mulai dari mengapa kakak bilang pacaran itu tidak boleh? Bukankah kalau itu membawa dampak yang positif malah bagus? Kita kan juga tahu batasan-batasan pergaulan laki-laki dan perempuan, jadi dimana salahnya? Terus, memang jilbab itu wajib ya? Kenapa? Bukankah berpakaian sopan itu sudah menutup aurat? Terus, kalau kita belum siap pake jilbab gimana? Kan yang penting ibadah wajib seperti solat, puasa, dll tetap dijalankan? Dan bla bla bla. Aku rasa kami cukup meneror kakak tentor itu.
Si kakak tentor dan mbak pun menjawab satu per satu pertanyaan kami, walaupun kami sering menyela di tengah pembicaraan mereka. Ya, itu bukan pertanyaan, lebih tepatnya pembelaan.
Diskusi di hari pertama yang kurang memuaskan. Rasanya hatiku masih diliputi banyak pertanyaan. Jilbab? Menjaga diri? Menundukkan pandangan? Arghh,,banyak sekali hal yang tak kuketahui.
--hari kedua--
Tetap ada latihan fisik dan mental. Sungguh melelahkan. Ya Allah, rasanya aku tidak sanggup melewati satu pekan ini, berat sekali. Hanya agenda Imtaq saja yang mampu membuat hari-hari Ospek agak membahagiakan. Ya, diskusi ringan berjalan seperti biasa, tapi aku tak selera membantah, aku mencoba menghayati diskusi tersebut dengan mendengarkan saja.

--satu bulan pun berlalu—
Tepatnya itu hari jumat siang. Matahari begitu semangat menampakkan sinarnya. Tapi sejuknya angin sepoi melambaikan jilbab putih yang kukenakan. Bukan. Aku belum berhijab seutuhnya saat itu. Itu karena hari jumat. Di sekolah ini, seluruh siswi muslim diwajibkan berpakaian muslimah, mengenakan jilbab. Para bapak guru dan murid laki-laki sedang melaksanakan kewajiban mereka solat jumat. Kami yang putri punya agenda lain, yang disebut mentoring. Siang itu seluruh putri dikumpulkan di bawah pohon cinta (itu nama pemberian kami saja).
Mbak-mbak berjilbab lebar dan rapi pun menjadi narasumbernya saat itu. Muka mereka selalu tersenyum, sopan, penuh kelembutan. Tiba-tiba di mataku mereka begitu terlihat cantik dengan jilbab. Wah, ada apa dengan diriku?
Benar saja. Tema mentoring hari itu adalah jilbab. Sebenarnya aku sudah hampir bosan mendengarnya. Aku tahu mereka pasti akan mengatakan jilbab itu wajib, jilbab itu wajib, jilbab itu wajib. Ah, aku sudah tahu mbak, plis deh.
“Dan katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita…” (An-Nur:31).
Blesss…Tiba-tiba hatiku bagai disiram air es yang sangat dingin, di saat bersamaan pula sebuah palu godam menghantamnya, lalu hatiku remuk redam. Mataku berair, kenapa ini? Aku tahan saja. Hangat sekali kurasakan di kedua mataku.
“Hai Nabi!Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka mengulurkan atas diri mereka jilbab mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih (mudah untuk) dikenal, sehingga mereka tidak diganggu”

Ya Rabb…hatiku kini gemetar! Rasanya mau pecah! Ah, ada apa denganku ini? Kenapa tiba-tiba ingin sekali menangis, tak tahu pasti kenapa aku sedih? Kutahan sekuat tenaga agar buliran hangat di pelupuk mataku itu tak jatuh. Ya, malu dong nanti ditanyain yang lain kenapa nangis?
Agenda mentoring hari itu kurasa berbeda. Seperti orang yang sangat dahaga sedang bertemu mata air dari pegunungan yang suci. Aishh…

“Adik-adik cantik yang disayang Allah,” mbak berkacamata dan berjilbab rapi itu membuka sesi sharing. “Betapa Allah begitu memuliakan kita, muslimah. Kenapa? Karena istimewanya kita, maka Allah memberi bentuk penjagaan terhadap kita dengan jilbab. Pernah dengar kisah ini? Suatu hari Rasulullah saw. Menangis saat menemui putrinya, Fatimah ra. Fatimah bertanya kepada ayahandanya mengapa beliau menangis? Rasul pun menjawab,” Saat aku melihat ke neraka, kulihat 2/3 isinya adalah kaum wanita”.
Jlebb!! Aku menelan air ludah mendengarnya.
““Wanita itu adalah aurat, apabila dia keluar akan dibuat indah oleh syetan.”(Shahih. HR Tirmidzi).
Ternyata tiap helai rambut kita ini aurat dek. Coba hitung, satu rambut saja satu dosa. Berapa lembar rambut kita? Berapa dosa kita? Lalu kalikan berapa umur kita? Naudzubillah. Rasulullah bersabda: Ada dua kelompok termasuk ahli neraka, aku belum pernah melihatnya: Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapl, mereka memukul manusia dengan cambuknya, dan wanita yang kasiyat (berpakain tapi telanjang baik karena tipis, atau pendek yang tidak menutup semua auratnya), Mailat mumilat (bergaya ketika berjalan, ingin diperhatikan orang) kepala mereka seperti punuk onta yang berpunuk dua. Mereka tidak masuk surga dan tidak mendapatkan baunya padahal bau surga itu akan didapati dari sekian dan sekian (perjalanan 500 th).
Pasti kita semua ingin kan masuk ke dalam surga yang Allah janjikan? Lalu, dari hadis tadi, bagaimana kita bisa masuk ke dalamnya, jika mencium bau surganya pun kita tidak bisa? Padahal bau surga itu bisa tercium dari jarak yang begitu jauh yaitu jarak 500 tahun. Lalu, masih bisakah kita menolak perintah Allah untuk berjilbab?
Bukankah anak yang solehah itu adalah hadiah terindah untuk orang tua kita dek? Ayo, sekarang coba kita lembutkan sedikit saja hati kita untuk menerima hidayah Allah. Kita belajar menjadi wanita solehah sekarang. Alangkah indahnya kan kalau kita bisa membangunkan istana di surga kelak untuk kedua orang tua kita?
Atau malah sebaliknya? Kita malah sibuk mengumpulkan batu bata untuk membangunkan istana di neraka untuk kedua orang tua kita? Astaghfirullah..

Tiba-tiba angin sepoi tadi berubah menjadi angin puyuh yang memporak-porandakan kekerasan hatiku. Aku tak kuasa lagi. Hatiku benar-benar sakit, sakit sekali. Ya Allah, rasanya aku begitu kotor, aku begitu bodoh, aku begitu jauh dari-Mu selama ini. Aku begitu egois. Tangisku pecah sudah. Tak bisa aku kontrol lagi. Sesegukan. Betapa banyak dosaku selama ini ya Rabb? Alangkah kasihan orang tuaku. Jangan hukum mereka karena dosa-dosaku Rabb. Akulah yang bodoh, tak mencari tahu akan kewajibanku. Aku mau menangis, berlari padaMu. Maafkan aku ya Allah…Ampuni aku…Ampuni hambaMu ini..Masih bisa kan aku?
Aku tak berhenti menangis. Sampai akhirnya mbak A pun melihatku setelah mentoring ternyata telah selesai. Aku sudah tidak sadar lagi dengan sekelilingku. Aku sudah tak sadar lagi. Yang aku tahu hanya sedang memohon, bersungut-sungut meminta ampun pada Rabb-ku.
“Dek?” tegur mbak A. Aku tak menjawab, hanya masih sesegukan. “Yuk, cerita dulu sama mbak!” Mbak A pun mengajakku masuk ke ruangan, aku ingat lab biologi. “Alya kenapa menangis?” mbak A memancingku untuk bercerita. “Mbaaakkk….” Huks huks. Tangisku malah semakin menjadi. Mbak A pun hanya memelukku. Aku menutup mukaku.
“Mbak, Alya benar-benar takut!” ujarku.
“Kenapa takut?”
“Takut kalau besok Allah mencabut nyawa Alya padahal Alya belum sempat memakai jilbab….,huks huks,” aku tidak bisa meneruskan kata-kataku lagi.
“Subhanallah….Alhamdulillah dek, Allah sudah memberikan hidayah sama Alya hari ini,” mata mbak A berkaca-kaca. “Insyaallah dek, itu adalah niat yang baik. Sekarang kita berdoa sama Allah supaya diberi kesempatan untuk memperbaiki diri, sekalian minta ampunanNya ya?”
Cukup lama mbak A memberiku tausiyah dan penguatan dalam lab biologi itu. Siang itu, matahari, ruangan itu, air mataku, menjadi saksi bahwa aku berjanji untuk berubah, mau belajar menjadi wanita solehah, kesayangan Allah, jaminan surga kedua orang tua J
Dan kau tahu? Hari itu, bukan aku saja yang menangis karena takut pada Allah. Ternyata teman-teman ei bi wan juga. Kami bersamaan mendapat hidayah, dan melupakan perjanjian konyol kami :p
----
Hari itu aku ikut lomba baris berbaris di lapangan MTQ kotaku. Aku ikut pleton siswi berjilbab! Itu hari pertamaku pake jilbab loh J Agustus 2004. Jadi, belum banyak yang tahu aku sudah beneran pake jilbab hari itu karena dikira aku hanya mengikuti seragam pleton.
Hari senin tiba. I like Monday! Aku tidak sabar bagaimana reaksi teman-teman sekelas bahkan satu sekolah ya?
Ternyata reaksi yang luar biasa hari itu! Teman-teman satu kelas berebut memberi ucapan selamat. Cupika cupiki mbak-mbak, kata-kata selamat ya dek, semoga istiqomah! Selamat ya Alya, semoga aku cepet nyusul pake jilbab, dll. Benar-benar indah deh. Satu lagi, salah seorang temanku, laki-laki, “Al, kamu beneran pake jilbab?” tanyanya.
“Ya iyalah, masa’ main-main?” jawabku.
“Alhamdulillah….Eh, berarti aku harus menepati janjiku deh,,hehe,” ujarnya. Haha. Aku baru ingat, temanku itu pernah menantangku. Dia bilang kalau aku nanti berjilbab, maka dia akan puasa tiga hari berturut-turut. Dan dia pun akhirnya puasa selama tiga hari. Lucu sekali. Tapi begitulah, lingkungan yang begitu mendukung. Setiap ada yang baru hijrah, alias berjilbab, maka pasti akan disambut hangat oleh seluruh warga sekolah. Bahkan bisa aku bilang, siswa putra yang paling nakal atau slengek’an di sekolah pun akan turut senang dan mendukung teman mereka (siswi putri) untuk berjilbab. Hebat sekali. Hidayah yang begitu mahal sekali aku dapatkan disana.

Hmm..
Kini aku memahami mengapa Islam sangat menganjurkan perempuan berjilbab untuk tak hanya mengutamakan jilbab sebagai pelindung aurat, namun juga sebagai penyaring jiwa dan batin, agar kita lebih memperhatikan perilaku dan sikap yang baik dan terhormat. Semua butuh proses memang. Dan aku menikmati setiap fase perubahan dalam diriku. Dari Alya yang anti jilbab, lalu berjilbab (yang penting pas menutup dada), masih suka ribet kalo harus pake rok, lalu bermetamorfosis lagi, mulai selalu mengenakan rok, jilbab pun lambat laun sedikit memanjang, lalu memakai jilbab berlapis biar gak transparan, kaos kaki, manset. Semua butuh proses. Tidak serta merta jadi sempurna.  Sesungguhnya tak ada alasan untuk siap dan tak siap berjilbab, karena Islam menganjurkan untuk semuanya berjalan seiring sejalan.
Aku kini semakin memahami. Jilbab itu adalah kebutuhan bukan kewajiban. Memang muslimah yang telah memutuskan berjilbab adalah wanita hebat saya pikir, karena mereka telah berani memperlihatkan identitas mereka sebagai seorang muslim. Jilbab itu tanda cinta Allah. Terima kasih Allah karena telah memuliakan wanita dengan jilbab. Percayalah saudariku, jilbab bukan perkara yang berat ataupun memberatkan. Kau tak perlu khawatir merasa dikekang karenanya, justru jilbab lah yang akan menjagamu dari perbuatan yang tak terpuji. Hidayah dan berkah Allah SWT tentu tak hadir begitu saja.  Sekali lagi, Islam adalah satu-satunya agama yang tak henti-hentinya menganjurkan umatnya untuk belajar dan berfikir.
Ah, gak percaya? Pake dulu jilbabmu, baru percaya! Selamat ber proses.

#Karena kau cantik dengan jilbabmu ^__^


Tidak ada komentar:

Posting Komentar