Jumat, 08 April 2011

Makalah Seminar Koloqium

MAKALAH KOLOQIUM MAHASISWA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA

Judul : Pemanfaatan Protein Hewani untuk Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis sp.)
Nama : Resti
NIM : 06071009036
Pembimbing: Drs. Kodri Madang, M.Si


Abstrak
Untuk mencapai produksi ikan yang maksimal, diperlukan pembudidayaan ikan secara intensif. Dalam pemeliharaan intensif, pemberian pakan mutlak dibutuhkan. Salah satu budidaya ikan yang telah lama dikembangkan di Indonesia adalah budidaya ikan nila. Ikan nila merupakan salah satu jenis ikan yang memiliki banyak keunggulan. Ikan nila dapat berkembangbiak dengan cepat, oleh sebab itu pertumbuhannya harus diimbangi dengan pemberian pakan yang banyak dan mengandung protein tinggi. Pemanfaatan protein hewani diujicobakan pada jenis ikan Nila GIFT dan ikan nila merah. Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui sumber protein hewani yang berpotensi sebagai pakan yang baik bagi pertumbuhan ikan nila. Hasil uji dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa silase jeroan ikan mengandung 18-20 % protein dan 17 asam amino sedangkan daging bekicot mengandung 35,56% protein, 37,77% karbohidrat dan 4,6% lemak.

Kata Kunci: Ikan Nila GIFT, ikan nila merah, daging bekicot, silase jeroan ikan, protein.

PENDAHULUAN
Indonesia sebagai negara dengan perairannya yang luas merupakan potensi alam yang sangat baik bagi pengembangan usaha perikanan. Budidaya ikan yang telah cukup lama dikembangkan di Indonesia di antaranya adalah budidaya ikan Nila GIFT (Genetic Farmed of Tilapia) dan ikan nila merah. Ikan Nila GIFT merupakan jenis ikan unggul hasil perkawinan silang ikan Nila lokal, sedangkan ikan nila merah merupakan persilangan Oreochromis niloticus dan Oreochromis hornorum.
Beberapa keunggulan yang dimiliki ikan nila yaitu bernilai ekonomis tinggi, benihnya mudah diperoleh, tahan tehadap penyakit, mudah berkembang biak, makan segala jenis pakan, batas toleransi lebar atau tahan terhadap perubahan lingkungan, dan bernilai gizi tinggi (Pongsapan, 1994; Pirzan dan Tahe, 1995 dalam Maretha, 2005). Budidaya ikan nila perlu mendapat perhatian karena dapat dimanfaatkan dalam pemenuhan gizi masyarakat dan membantu perekonomian sehingga dirasa perlu untuk membudidayakan ikan secara intensif. Pemberdayaan ikan secara intensif tentu membutuhkan adanya ketersediaan pakan ikan. Pakan berfungsi untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan. Dalam beberapa tahun terakhir ini, produksi ikan nila cenderung menurun. Faktor utama yang menyebabkan penurunan tersebut yaitu keterbatasan jumlah pakan, harga pakan relatif mahal, dan kandungan protein pakan yang rendah. Perkembangbiakan ikan nila yang relatif cepat tidak mampu diimbangi dengan ketersediaan pakan alami seperti plankton, hydrilla, dan ganggang yang banyak. Permasalahan tersebut perlu diatasi dengan pakan alternatif yang mengandung nilai protein tinggi, tersedia dalam jumlah cukup banyak, dan harga relatif murah. Salah satu alternatif untuk menekan biaya produksi pembuatan pakan adalah dengan memanfaatkan bahan baku lokal termasuk memanfaatkan limbah yang belum banyak dimanfaatkan, namun tetap memiliki kandungan protein yang tinggi.
Protein merupakan nutrisi yang paling dibutuhkan untuk pertumbuhan ikan. Protein mengandung senyawa nitrogen selain karbon, hidrogen dan oksigen. Protein termasuk zat makanan yang sangat penting karena selain berfungsi sebagai bahan bakar bagi tubuh, juga tergolong zat pembangun dan pengatur (Jaya, 1982 dalam Isnaniati, 2004). Sumber protein untuk nutrisi ikan dapat berupa protein hewani maupun protein nabati. Namun, sumber protein hewani lebih baik dibandingkan protein nabati karena protein nabati hanya mengandung asam amino tertentu saja dan lebih sulit dicerna karena adanya selulosa. Menurut Mudjiman (1984) dikatakan bahwa protein sangat diperlukan oleh tubuh ikan, baik untuk menghasilkan energi maupun untuk pertumbuhan. Adapun tingkat protein optimum dalam pakan untuk mendukung pertumbuhan ikan berkisar antara 25-50%. Menurut Lehninger (1994), protein ini nantinya akan dihidrolisis dengan bantuan enzim-enzim pencernaan sehingga terbentuklah asam amino.
Kebutuhan protein untuk ikan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti ukuran ikan, ketersediaan dan kandungan gizi pakan, keseluruhan kandungan energi yang dapat dicerna oleh ikan dan mutu protein tersebut. Mutu protein tergantung pada kuantitas dan kualitas asam amino esensial yang terkandung di dalamnya serta daya serapnya (bioavailability). Protein yang dicerna oleh ikan digunakan sebagai sumber energi untuk pembaruan/mengganti jaringan yang rusak dan pertumbuhan ikan (Kurniawan,2001). Penggunaan protein pakan akan sangat berguna jika semua protein tersebut digunakan untuk pertumbuhan atau perbaikan jaringan dan dapat dikatabolisme sebagai energi. Beberapa bahan baku yang dapat digunakan sebagai sumber protein adalah daging bekicot, cacing tanah, jeroan ikan, ikan teri, dan belut. Upaya pemanfaatan daging bekicot sebagai pakan ikan nila telah dilakukan oleh Maretha (2005), sedangkan pemanfaatan silase jeroan ikan oleh Isnaniati (2004). Diketahui bahwa pakan alternatif tersebut mengandung protein yang tinggi.
Berdasarkan informasi tersebut, maka dapat dirumuskan masalah dari makalah ini yaitu pakan manakah yang mengandung protein hewani tinggi dan bagaimana protein tersebut dapat mempengaruhi pertumbuhan ikan nila. Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui pakan ikan yang mengandung protein hewani tinggi untuk pertumbuhan ikan nila. Selain itu, dengan adanya makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat bahwa ada alternatif sumber protein hewani yang mudah didapat dan lebih ekonomis untuk membantu pembudidayaan ikan nila. Untuk membatasi lingkup pembahasan, contoh protein hewani yang digunakan adalah daging bekicot dan silase jeroan ikan.


Ciri Morfologi Ikan Nila GIFT dan Ikan Nila Merah
Ikan Nila GIFT termasuk ke dalam filum Chordata, kelas Osteichthyes, ordo Perciformes, famili Chiclidae, genus Oreochromis, spesies Oreochromis niloticus, sedangkan spesies ikan nila merah adalah Oreochromis sp (Anonim, 2008). Menurut Iskandar dan Astuti (2000), warna tubuh ikan nila GIFT hitam, agak keputihan. Tubuh ikan Nila GIFT memanjang dengan perbandingan panjang dengan tinggi 2 : 1. Kepalanya relatif kecil dengan mulut berada di ujung kepala. Mata ikan Nila GIFT besar dan tidak menonjol, memiliki sirip punggung, sirip dada, sirip perut, sirip anus, dan sirip ekor.

Ikan nila merah memiliki sifat-sifat umum antara lain bentuk tubuh pipih dan berwarna kemerahan atau kuning keputihan (Putra, 2009). Akibat perkawinan atau persilangan alami antar genus maupun antar spesies tersebut timbul keragaman pewarnaan tersebut. Nila merah berbadan panjang dengan perbandingan antara panjang dan tinggi badan dua banding satu. Kemudian jika dipotong di bagian tengah dari tubuhnya memiliki perbandingan antara tinggi dan lebar badan empat banding satu. Jadi nila merah bisa dikatakan berbadan gepeng. Matanya kelihatan besar dan menonjol dengan warna kekuningan pada bagian tepinya.

Pertumbuhan dan perkembangan ikan dapat dipengaruhi oleh faktor internal maupun faktor eksternal. Suhu, oksigen, kualitas dan kuantitas pakan serta ruang gerak bagi ikan termasuk faktor eksternal. Sedangkan faktor internalnya adalah keturunan, umur, resisten terhadap penyakit dan kemampuan dalam memanfaatkan pakan (Huet, 1979 dalam Maretha,2005). Ikan nila memiliki kebiasaan makan yang berbeda sesuai tingkatan usianya. Ikan muda membutuhkan protein lebih tinggi daripada ikan dewasa. Hal tersebut disebabkan karena ikan muda membutuhkan protein untuk pertumbuhan, sedangkan ikan dewasa menggunakan protein hanya untuk pemeliharaan. Ikan nila termasuk ikan omnivora, maka kebutuhan proteinnya berada di antara ikan karnivora dengan herbivora. Pada dasarnya dalam meramu pakan untuk ikan nila akan lebih mudah dan murah karena dapat memanfaatkan bahan baku yang ada di sekitar kita.
Menurut Lehninger (1994), protein yang dikonsumsi oleh ikan nantinya akan dihidrolisis dengan bantuan enzim-enzim pencernaan sehingga terbentuklah asam amino. Asam amino tersebut akan diserap ke dalam usus halus dan dibawa oleh aliran darah menuju ke sel-sel tubuh yang membutuhkannya. Di dalam sel yaitu di bagian ribosom yang melekat pada retikulum endoplasma dengan bantuan energi dari mitokondria dan di bawah perintah inti sel, asam amino tersebut akan dibentuk kembali menjadi protein. Protein baru yang terbentuk itu nantinya akan digunakan sel tersebut untuk mempercepat laju mitosis sehingga terjadilah pertumbuhan. Selain itu, adanya jumlah protein yang cukup diperlukan untuk penyusunan struktur-struktur sel dan meregenerasi sel-sel yang sudah tua atau rusak. Oleh karena itu, semakin banyak asam amino yang terserap memungkinkan untuk menunjang pertumbuhan ikan menjadi lebih baik.

Komposisi Sumber Protein Hewani
Ada perbedaan komposisi sumber protein hewani terutama yang berasal dari bekicot (Achatina fulica) dan silase jeroan ikan. Daging bekicot mengandung gizi yang cukup tinggi terutama protein, diketahui bahwa bagi ikan protein merupakan sumber zat pembangun yang paling utama. Daging bekicot dapat diolah menjadi pakan ikan yang berprotein tinggi dan jumlahnya pun berlimpah. Umumnya ikan membutuhkan protein lebih banyak daripada hewan-hewan ternak di darat lainnya seperti unggas dan hewan menyusui. Dari hasil penelitian Hasan (1997) diketahui bahwa kandungan protein daging bekicot 64,14%, lemak 3,92%, Ca 6,93%, dan P 0,92%. Menurut Wijiyati, 1982 dalam Maretha, 2005, daging bekicot memiliki 17 macam asam amino yaitu arginin, histidin alanin asam aspartat, asam glutamat, glisin, prolin, serin, isoleusin, leusin, lisin, metionin, sistein, fenilalanin, tirosin, treonin dan valin.
Sedangkan silase jeroan ikan merupakan penggunaan kembali limbah ikan guna memenuhi kebutuhan protein yang akan mendorong pertumbuhan ikan dan sebagai pakan yang efisien untuk ikan. Ditinjau dari ketersediaan bahan baku, pembuatan silase sangat cocok diterapkan di Indonesia karena memanfaatkan ikan-ikan yang tidak digunakan. Kelebihan dari produk silase menurut Afrianto dan Liviawaty (1989) adalah teknik pengerjaan mudah dan murah, tidak tergantung pada kuantitas atau kualits bahan baku yang digunakan, dapat dilakukan untuk memanfaatkan ikan-ikan yang tidak digunakan, dan pengolahan ikan menjadi silase tidak menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan. Proses pengolahannya dilakukan dengan memanfaatkan enzim-enzim yang terdapat dalam tubuh ikan itu sendiri. Untuk membantu mempercepat prosesnya serta untuk mencegah tumbuhnya bakteri dan cendawan, maka perlu ditambah asam yaitu asam formiat dan asam propionat (Mudjiman, 1995).
Silase ikan adalah bentuk hidrolisa protein dalam suasana asam sehingga mikroorganisme pembusuk tidak dapat hidup karena pH sekitar 4. Dalam suasana asam, hanya mikroorganisme tertentu yang dapat hidup (tumbuh), yang bukan bersifat pembusuk tetapi dapat menghidrolisa protein dan lemak. Keuntungan silase ikan yaitu proses pembuatannya yang tidak memerlukan energi tapi hanya memerlukan asam, dapat dilakukan dalam skala besar atau kecil dan pada pH yang lebih rendah dari 4,5, produk akan tetap steril. Silase ikan juga tidak menimbulkan pencemaran lingkungan karena tidak ada bahan yang terbuang (Rahardi dkk, 2001 dalam Isnaniati, 2004). Menurut hasil penelitian, 4 kg silase ikan setara dengan 1 kg tepung ikan. Silase yang dibuat dari ikan utuh mengandung 70-74% air, 18-20% protein, 1-2% lemak, 4-6% abu (Suyanto, 2002 dalam Isnaniati, 2004). Pada protein jeroan ikan terdapat juga17 jenis asam amino, yaitu asam aspartat, asam glutamat, treonin, serin, prolin, glisin, alanin, sistein, valin, metionin, isoleusin, leusin, histidin, tirosin, fenilalanin, lisin dan arginin.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa daging bekicot lebih baik sebagai pakan ikan. Pertimbangan ini didasari oleh beberapa hal berikut, yaitu kandungan protein bekicot lebih tinggi sehingga kandungan asam amino essensial lebih banyak , daging bekicot lebih segar dibandingkan jeroan ikan. Tingkat kesegaran daging merupakan faktor yang penting. Menurut Rustamaji (2009), bahan mentah yang akan dikonsumsi harus mempunyai kesegaran yang baik.

Pemanfaatan Protein Hewani untuk Pertumbuhan Ikan Nila
Pemanfaatan protein hewani sebagai pakan telah dilakukan oleh Maretha (2005) dan Isnaniati (2004). Dalam penelitian Maretha, pemberian daging bekicot dilakukan dalam perlakuan dengan formulasi 60 g tepung daging bekicot, dedak halus 30 g, tepung tapioka 9,5 g dan garam 0,5 g, dilakukan dalam lima kali ulangan. Benih ikan Nila GIFT yang dijadikan sampel berumur 3 bulan. Setiap hari ikan diberi makan sebanyak 4% dari total berat badan setelah pengukuran. Pemberian pakan dengan cara ditebarkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berat badan ikan Nila GIFT bertambah secara signifikan. Protein merupakan komponen utama yang membentuk jaringan tubuh ikan yaitu sekitar 65-75% dari total berat badan ikan.
Kebutuhan protein ikan Nila GIFT dalam pakan berkisar antara 20-30%, jadi daging bekicot dengan kandungan protein 35,56 % melebihi kebutuhan untuk pertumbuhan ikan. Kelebihan protein akan menghasilkan energi yang digunakan untuk proses pembongkaran atau deaminasi untuk membuang sisa metabolisme sehingga energi tersebut tidak digunakan secara maksimal. Hal tersebut dapat dilihat dari berat badan yang bertambah signifikan namun pertambahan panjang, tinggi dan lebar ikan kurang signifikan. Namun dari tabel 1 dapat disimpulkan bahwa parameter yang diukur mengalami pertambahan seiring dengan bertambahnya umur ikan. Pertambahan panjang total, panjang panjang baku, tinggi badan, lebar badan dan berat badan dihitung dari pengukuran saat umur ikan 5 bulan dikurang pengukuran saat ikan berumur 3 bulan. Daging bekicot juga mengandung lemak yang cukup tinggi. Dapat dilihat pengaruh kadar lemak tersebut dari berat badan ikan Nila GIFT yang mengalami pertambahan yang cukup signifikan.

Tabel 1. Pertumbuhan Ikan Nila GIFT yang Diberi Pakan Daging Bekicot (Maretha, 2005)
Parameter Umur Ikan (bulan) Pertambahan
3 3,5 4 4,5 5
Panjang total 5,07 6,76 6,86 7,63 7,99 2,92
Panjang baku 4,52 5,03 5,92 6,55 7,19 2,67
Tinggi badan 1,30 1,52 1,97 2,07 2,10 0,80
Lebar badan 0,64 0,76 0,84 1,02 1,07 0,43
Berat badan 3,04 6,64 18,73 32,81 35,78 32,74

Pemberian silase jeroan ikan pada ikan nila merah oleh Isnaniati (2004) dilakukan dengan pembuatan silase limbah jeroan ikan yang kemudian dijadikan sebagai bahan penyusun pakan. Prinsip penggunaan silase jeroan ikan adalah menurunkan pH jeroan ikan agar pertumbuhan dan perkembangan bakteri pembusuk berhenti. Kadar protein yang baik untuk ikan nila adalah 20-25%, sedangkan silase jeroan ikan hanya mengandung 18- 20 % protein. Pertambahan berat badan pada ikan nila merah yang diberi silase jeroan ikan lebih kecil dibandingkan pada ikan Nila GIFT yang diberi tepung daging bekicot (ditunjukkan pada tabel 2).
Kualitas silase tergantung dari bahan yang digunakan, teknik pembuatan dan kegiatan organisme. Pada penelitian Isnaniati, pembuatan silase menggunakan jeroan ikan yang mengandung kadar lemak cukup tinggi sehingga silase jeroan ikan yang dihasilkan memiliki kadar lemak cukup tinggi juga. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya oksidasi dari lemak yang akan menghasilkan senyawa peroksida dan akhirnya menurunkan mutu dari pakan tersebut. Silase dengan pH sekitar 4,5 diperkirakan masih ada mikroorganisme yang tidak diinginkan sehingga dapat menghambat pertumbuhan ikan (Ensminger dkk, 1990 dalam Isnaniati, 2004).

Tabel 2. Pertumbuhan Ikan Nila Merah yang Diberi Pakan Silase Jeroan Ikan (Isnaniati, 2004)
Parameter Umur Ikan (hari) Pertambahan
30 40 50 60 70
Panjang total 6,20 7,63 8,93 10,48 11,75 5,55
Panjang baku 150 156,50 167,00 175,50 190,25 40,25
Tinggi badan 120 124,50 132,25 139,00 150,50 30,5
Lebar badan 42,25 42,75 44,25 46,25 49,50 7,25
Berat badan 19,65 20,88 21,85 23,20 25,05 5,4

Berdasarkan informasi tersebut, daging bekicot dan silase jeroan ikan dapat dijadikan alternatif protein hewani untuk pakan ikan nila yang dapat meningkatkan laju pertumbuhan. Mengingat pentingnya protein bagi pertumbuhan, maka ikan nila harus mendapatkan protein yang cukup dan seimbang. Apabila protein yang dibutuhkan kurang, maka ikan akan merombak lemak dan karbohidrat yang dikandungnya. Jika terjadi perombakan lemak, maka kandungan asam amino esensial akan berkurang. Kekurangan akan asam amino esensial akan menyebabkan perubahan struktur membran sel dan mengakibatkan perubahan permeabilitas membran sel. Aktivitas enzim-enzim di dekat mitokondria menjadi terganggu karena perubahan permeabilitas itu. Selanjutnya akan terjadi gangguan metabolisme energi sehingga sintesis protein terganggu dan akhirnya pertumbuhan menjadi rendah (Fleisher dkk, 1962 dalam Isnaniati, 2004).
Protein diserap dalam bentuk asam amino, yang dibawa ke hati untuk dibentuk menjadi protein lagi, sesuai dengan kebutuhan ikan. Zat-zat makanan yang telah diserap oleh darah kemudian diedarkan ke seluruh tubuh untuk keperluan metabolisme, pembentukan zat-zat (senyawa) yang lebih kompleks disebut anabolisme, seperti pembentukan protein dari asam-asam amino. Pemecahan senyawa kompleks untuk menghasilkan energi disebut katabolisme, seperti pemecahan karbohidrat menjadi tenaga, air dan karbondioksida. Pada hewan darat, penggunaan sumber energi pertama yaitu karbohidrat, lalu lemak, dan terakhir protein. Pada ikan terjadi sebaliknya, pertama protein, disusul lemak, kemudian karbohidrat.
Protein dalam makanan (pakan) dapat menghasilkan asam amino dengan proses hidrolisis. Hidrolisis protein dengan asam atau basa menghasilkan suatu campuran asam amino bebas sebagai unit pembangunnya. Asam amino yang terbentuk akan diabsorpsi dan dibawa oleh darah menuju sel-sel yang membutuhkan. Di dalam mitokondria, terbentuk asetil koA yaitu senyawa penghubung antara metabolisme asam amino dengan siklus asam sitrat (merubah menjadi energi). Pada siklus asam sitrat, reaksi metabolisme asam amino meliputi reaksi pelepasan gugus asam amino dan perubahan kerangka karbon. Terjadi proses transaminasi yaitu katabolisme asam amino berupa pemindahan gugus amino dari suatu asam amino ke senyawa lain seperti asam piruvat, ketoglutarat atau oksaloasaetat. Sehingga (keto) senyawa tersebut diubah menjadi asam amino, sedangkan asam amino diubah menjadi senyawa keto. Senyawa-senyawa yang dihasilkan dari siklus asam sitrat akan diubah kembali menjadi asam amino sebagai protein baru. Protein yang baru terbentuk akan digunakan sel untuk mempercepat proses mitosis sel. Makin banyak protein yang dibentuk, maka makin mempercepat pembelahan sel sehingga terjadilah pertumbuhan (Unair, 2009).

Penutup
Daging bekicot dan silase jeroan ikan merupakan pakan alternatif yang mengandung protein hewani tinggi. Kandungan protein daging bekicot 35,56%, sedangkan silase jeroan ikan 20 % dapat memenuhi kebutuhan pertumbuhan ikan nila. Namun, daging bekicot lebih baik daripada silase jeroan ikan karena nilai proteinnya lebih tinggi dan tingkat kesegaran daging lebih tinggi sehingga lebih baik untuk pakan. Protein pada daging bekicot lebih tinggi sehingga kandungan asam amino juga lebih banyak, jadi pertumbuhan dapat berlangsung lebih cepat. Selain itu, daging bekicot mengandung lemak lebih tinggi sehingga menambah berat badan ikan nila.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Seputar Budidaya Ikan. http://www.scribd.com/doc/23026245/BUDIDAYA-IKAN-NILA. Diakses tanggal 12 Mei 2010.

Afrianto, E dan E, Liviawaty. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.
Bhaswaradharmacakti. 2009. Ikan Nila GIFT. http://bhaswaradharmacakti.blog.com/files/2009/08/nila-bogor-21-300x225.jpg. Diakses tanggal 17 Mei 2010.

Diskan. 2009. Ikan Nila Merah. http://www.diskan.jabar.go.id/images/galeri/Nila%20Merah.JPG. Diakses tanggal 17 Mei 2010.


Iskandar dan S. Astuti. 2000. Pengaruh Jumlah dan Frekuensi Pemberian Pakan terhadap Pertumbuhan Ikan Nila GIFT (Oreochromis niloticus). Laporan Penelitian. Fakultas Pertanian UNPAD. Bandung Jayanto, Adi D. Budidaya Ikan Nila.
Isnaniati, S. 2004. Pertumbuhan Ikan Nila Merah (Oreochromis sp.) yang Diberi Pakan Silase Jeroan Ikan dan Sumbangannya pada Pelajaran Biologi di SMA. Skripsi. FKIP Universitas Sriwijaya. Inderalaya.
Kurniawan, D. Upaya Meramu Pakan Ikan Tanpa Minyak dan Tepung Ikan. http://defishery.wordpress.com/2009/11/08/manajemen-pakan/. Diakses tanggal 12 Mei 2010.
Lehninger, A.L. 1994., Dasar-Dasar Biokimia. Alih Bahasa Maggy Thenawijaya. Erlangga. Jakarta.
Maretha, Delima Engga. 2005. “Efek Pemberian Pakan Campuran Tepung Daging Bekicot (Achatina fulica) dan Ampas Tahu Terhadap Pertumbuhan Ikan Nila GIFT (Oreochromis niloticus) dan Model Pembelajarannya Pada Mata Pelajaran Biologi di Sekolah Menengah Atas”. Skripsi. Inderalaya: Jurusan FKIP Biologi Universitas Sriwijaya.
Mudjiman, A. 1995. Makanan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Putra. 2009. Ikan Nila Merah (Oreochromis sp). http://whedacaine.wordpress.com/2009/08/01/ikan-nila-merah-oreochromis-sp/. Diakses tanggal 17 Mei 2010.

Rustamaji. 2009. Aktivitas Enzim Katepsin dan Kolagenase dari Daging Ikan Bandeng (Chanos chanos Forskall) Selama Periode Kemunduran Mutu Ikan. http://iirc.ipb.ac.id/jspui/ bitstream/123456789/ 13733/2/C09rus.pdf. Diakses tanggal 17 Mei 2010.

Unair. 2009. Metabolisme Asam Amino Protein. http://www.diskan.jabar.go.id/ images/ galeri/ Nila% 20-Merah. JPG. Diakses tanggal 19 Mei 2010.

Wirabakti, Murrod Candra. “Laju Pertumbuhan Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) Yang Dipelihara Pada Perairan Rawa Dengan Sistem Karamba Dan Kolam”. Journal of Tropical Fisheries (2006) 1(1) : 61-70.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jumat, 08 April 2011

Makalah Seminar Koloqium

MAKALAH KOLOQIUM MAHASISWA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA

Judul : Pemanfaatan Protein Hewani untuk Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis sp.)
Nama : Resti
NIM : 06071009036
Pembimbing: Drs. Kodri Madang, M.Si


Abstrak
Untuk mencapai produksi ikan yang maksimal, diperlukan pembudidayaan ikan secara intensif. Dalam pemeliharaan intensif, pemberian pakan mutlak dibutuhkan. Salah satu budidaya ikan yang telah lama dikembangkan di Indonesia adalah budidaya ikan nila. Ikan nila merupakan salah satu jenis ikan yang memiliki banyak keunggulan. Ikan nila dapat berkembangbiak dengan cepat, oleh sebab itu pertumbuhannya harus diimbangi dengan pemberian pakan yang banyak dan mengandung protein tinggi. Pemanfaatan protein hewani diujicobakan pada jenis ikan Nila GIFT dan ikan nila merah. Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui sumber protein hewani yang berpotensi sebagai pakan yang baik bagi pertumbuhan ikan nila. Hasil uji dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa silase jeroan ikan mengandung 18-20 % protein dan 17 asam amino sedangkan daging bekicot mengandung 35,56% protein, 37,77% karbohidrat dan 4,6% lemak.

Kata Kunci: Ikan Nila GIFT, ikan nila merah, daging bekicot, silase jeroan ikan, protein.

PENDAHULUAN
Indonesia sebagai negara dengan perairannya yang luas merupakan potensi alam yang sangat baik bagi pengembangan usaha perikanan. Budidaya ikan yang telah cukup lama dikembangkan di Indonesia di antaranya adalah budidaya ikan Nila GIFT (Genetic Farmed of Tilapia) dan ikan nila merah. Ikan Nila GIFT merupakan jenis ikan unggul hasil perkawinan silang ikan Nila lokal, sedangkan ikan nila merah merupakan persilangan Oreochromis niloticus dan Oreochromis hornorum.
Beberapa keunggulan yang dimiliki ikan nila yaitu bernilai ekonomis tinggi, benihnya mudah diperoleh, tahan tehadap penyakit, mudah berkembang biak, makan segala jenis pakan, batas toleransi lebar atau tahan terhadap perubahan lingkungan, dan bernilai gizi tinggi (Pongsapan, 1994; Pirzan dan Tahe, 1995 dalam Maretha, 2005). Budidaya ikan nila perlu mendapat perhatian karena dapat dimanfaatkan dalam pemenuhan gizi masyarakat dan membantu perekonomian sehingga dirasa perlu untuk membudidayakan ikan secara intensif. Pemberdayaan ikan secara intensif tentu membutuhkan adanya ketersediaan pakan ikan. Pakan berfungsi untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan. Dalam beberapa tahun terakhir ini, produksi ikan nila cenderung menurun. Faktor utama yang menyebabkan penurunan tersebut yaitu keterbatasan jumlah pakan, harga pakan relatif mahal, dan kandungan protein pakan yang rendah. Perkembangbiakan ikan nila yang relatif cepat tidak mampu diimbangi dengan ketersediaan pakan alami seperti plankton, hydrilla, dan ganggang yang banyak. Permasalahan tersebut perlu diatasi dengan pakan alternatif yang mengandung nilai protein tinggi, tersedia dalam jumlah cukup banyak, dan harga relatif murah. Salah satu alternatif untuk menekan biaya produksi pembuatan pakan adalah dengan memanfaatkan bahan baku lokal termasuk memanfaatkan limbah yang belum banyak dimanfaatkan, namun tetap memiliki kandungan protein yang tinggi.
Protein merupakan nutrisi yang paling dibutuhkan untuk pertumbuhan ikan. Protein mengandung senyawa nitrogen selain karbon, hidrogen dan oksigen. Protein termasuk zat makanan yang sangat penting karena selain berfungsi sebagai bahan bakar bagi tubuh, juga tergolong zat pembangun dan pengatur (Jaya, 1982 dalam Isnaniati, 2004). Sumber protein untuk nutrisi ikan dapat berupa protein hewani maupun protein nabati. Namun, sumber protein hewani lebih baik dibandingkan protein nabati karena protein nabati hanya mengandung asam amino tertentu saja dan lebih sulit dicerna karena adanya selulosa. Menurut Mudjiman (1984) dikatakan bahwa protein sangat diperlukan oleh tubuh ikan, baik untuk menghasilkan energi maupun untuk pertumbuhan. Adapun tingkat protein optimum dalam pakan untuk mendukung pertumbuhan ikan berkisar antara 25-50%. Menurut Lehninger (1994), protein ini nantinya akan dihidrolisis dengan bantuan enzim-enzim pencernaan sehingga terbentuklah asam amino.
Kebutuhan protein untuk ikan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti ukuran ikan, ketersediaan dan kandungan gizi pakan, keseluruhan kandungan energi yang dapat dicerna oleh ikan dan mutu protein tersebut. Mutu protein tergantung pada kuantitas dan kualitas asam amino esensial yang terkandung di dalamnya serta daya serapnya (bioavailability). Protein yang dicerna oleh ikan digunakan sebagai sumber energi untuk pembaruan/mengganti jaringan yang rusak dan pertumbuhan ikan (Kurniawan,2001). Penggunaan protein pakan akan sangat berguna jika semua protein tersebut digunakan untuk pertumbuhan atau perbaikan jaringan dan dapat dikatabolisme sebagai energi. Beberapa bahan baku yang dapat digunakan sebagai sumber protein adalah daging bekicot, cacing tanah, jeroan ikan, ikan teri, dan belut. Upaya pemanfaatan daging bekicot sebagai pakan ikan nila telah dilakukan oleh Maretha (2005), sedangkan pemanfaatan silase jeroan ikan oleh Isnaniati (2004). Diketahui bahwa pakan alternatif tersebut mengandung protein yang tinggi.
Berdasarkan informasi tersebut, maka dapat dirumuskan masalah dari makalah ini yaitu pakan manakah yang mengandung protein hewani tinggi dan bagaimana protein tersebut dapat mempengaruhi pertumbuhan ikan nila. Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui pakan ikan yang mengandung protein hewani tinggi untuk pertumbuhan ikan nila. Selain itu, dengan adanya makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat bahwa ada alternatif sumber protein hewani yang mudah didapat dan lebih ekonomis untuk membantu pembudidayaan ikan nila. Untuk membatasi lingkup pembahasan, contoh protein hewani yang digunakan adalah daging bekicot dan silase jeroan ikan.


Ciri Morfologi Ikan Nila GIFT dan Ikan Nila Merah
Ikan Nila GIFT termasuk ke dalam filum Chordata, kelas Osteichthyes, ordo Perciformes, famili Chiclidae, genus Oreochromis, spesies Oreochromis niloticus, sedangkan spesies ikan nila merah adalah Oreochromis sp (Anonim, 2008). Menurut Iskandar dan Astuti (2000), warna tubuh ikan nila GIFT hitam, agak keputihan. Tubuh ikan Nila GIFT memanjang dengan perbandingan panjang dengan tinggi 2 : 1. Kepalanya relatif kecil dengan mulut berada di ujung kepala. Mata ikan Nila GIFT besar dan tidak menonjol, memiliki sirip punggung, sirip dada, sirip perut, sirip anus, dan sirip ekor.

Ikan nila merah memiliki sifat-sifat umum antara lain bentuk tubuh pipih dan berwarna kemerahan atau kuning keputihan (Putra, 2009). Akibat perkawinan atau persilangan alami antar genus maupun antar spesies tersebut timbul keragaman pewarnaan tersebut. Nila merah berbadan panjang dengan perbandingan antara panjang dan tinggi badan dua banding satu. Kemudian jika dipotong di bagian tengah dari tubuhnya memiliki perbandingan antara tinggi dan lebar badan empat banding satu. Jadi nila merah bisa dikatakan berbadan gepeng. Matanya kelihatan besar dan menonjol dengan warna kekuningan pada bagian tepinya.

Pertumbuhan dan perkembangan ikan dapat dipengaruhi oleh faktor internal maupun faktor eksternal. Suhu, oksigen, kualitas dan kuantitas pakan serta ruang gerak bagi ikan termasuk faktor eksternal. Sedangkan faktor internalnya adalah keturunan, umur, resisten terhadap penyakit dan kemampuan dalam memanfaatkan pakan (Huet, 1979 dalam Maretha,2005). Ikan nila memiliki kebiasaan makan yang berbeda sesuai tingkatan usianya. Ikan muda membutuhkan protein lebih tinggi daripada ikan dewasa. Hal tersebut disebabkan karena ikan muda membutuhkan protein untuk pertumbuhan, sedangkan ikan dewasa menggunakan protein hanya untuk pemeliharaan. Ikan nila termasuk ikan omnivora, maka kebutuhan proteinnya berada di antara ikan karnivora dengan herbivora. Pada dasarnya dalam meramu pakan untuk ikan nila akan lebih mudah dan murah karena dapat memanfaatkan bahan baku yang ada di sekitar kita.
Menurut Lehninger (1994), protein yang dikonsumsi oleh ikan nantinya akan dihidrolisis dengan bantuan enzim-enzim pencernaan sehingga terbentuklah asam amino. Asam amino tersebut akan diserap ke dalam usus halus dan dibawa oleh aliran darah menuju ke sel-sel tubuh yang membutuhkannya. Di dalam sel yaitu di bagian ribosom yang melekat pada retikulum endoplasma dengan bantuan energi dari mitokondria dan di bawah perintah inti sel, asam amino tersebut akan dibentuk kembali menjadi protein. Protein baru yang terbentuk itu nantinya akan digunakan sel tersebut untuk mempercepat laju mitosis sehingga terjadilah pertumbuhan. Selain itu, adanya jumlah protein yang cukup diperlukan untuk penyusunan struktur-struktur sel dan meregenerasi sel-sel yang sudah tua atau rusak. Oleh karena itu, semakin banyak asam amino yang terserap memungkinkan untuk menunjang pertumbuhan ikan menjadi lebih baik.

Komposisi Sumber Protein Hewani
Ada perbedaan komposisi sumber protein hewani terutama yang berasal dari bekicot (Achatina fulica) dan silase jeroan ikan. Daging bekicot mengandung gizi yang cukup tinggi terutama protein, diketahui bahwa bagi ikan protein merupakan sumber zat pembangun yang paling utama. Daging bekicot dapat diolah menjadi pakan ikan yang berprotein tinggi dan jumlahnya pun berlimpah. Umumnya ikan membutuhkan protein lebih banyak daripada hewan-hewan ternak di darat lainnya seperti unggas dan hewan menyusui. Dari hasil penelitian Hasan (1997) diketahui bahwa kandungan protein daging bekicot 64,14%, lemak 3,92%, Ca 6,93%, dan P 0,92%. Menurut Wijiyati, 1982 dalam Maretha, 2005, daging bekicot memiliki 17 macam asam amino yaitu arginin, histidin alanin asam aspartat, asam glutamat, glisin, prolin, serin, isoleusin, leusin, lisin, metionin, sistein, fenilalanin, tirosin, treonin dan valin.
Sedangkan silase jeroan ikan merupakan penggunaan kembali limbah ikan guna memenuhi kebutuhan protein yang akan mendorong pertumbuhan ikan dan sebagai pakan yang efisien untuk ikan. Ditinjau dari ketersediaan bahan baku, pembuatan silase sangat cocok diterapkan di Indonesia karena memanfaatkan ikan-ikan yang tidak digunakan. Kelebihan dari produk silase menurut Afrianto dan Liviawaty (1989) adalah teknik pengerjaan mudah dan murah, tidak tergantung pada kuantitas atau kualits bahan baku yang digunakan, dapat dilakukan untuk memanfaatkan ikan-ikan yang tidak digunakan, dan pengolahan ikan menjadi silase tidak menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan. Proses pengolahannya dilakukan dengan memanfaatkan enzim-enzim yang terdapat dalam tubuh ikan itu sendiri. Untuk membantu mempercepat prosesnya serta untuk mencegah tumbuhnya bakteri dan cendawan, maka perlu ditambah asam yaitu asam formiat dan asam propionat (Mudjiman, 1995).
Silase ikan adalah bentuk hidrolisa protein dalam suasana asam sehingga mikroorganisme pembusuk tidak dapat hidup karena pH sekitar 4. Dalam suasana asam, hanya mikroorganisme tertentu yang dapat hidup (tumbuh), yang bukan bersifat pembusuk tetapi dapat menghidrolisa protein dan lemak. Keuntungan silase ikan yaitu proses pembuatannya yang tidak memerlukan energi tapi hanya memerlukan asam, dapat dilakukan dalam skala besar atau kecil dan pada pH yang lebih rendah dari 4,5, produk akan tetap steril. Silase ikan juga tidak menimbulkan pencemaran lingkungan karena tidak ada bahan yang terbuang (Rahardi dkk, 2001 dalam Isnaniati, 2004). Menurut hasil penelitian, 4 kg silase ikan setara dengan 1 kg tepung ikan. Silase yang dibuat dari ikan utuh mengandung 70-74% air, 18-20% protein, 1-2% lemak, 4-6% abu (Suyanto, 2002 dalam Isnaniati, 2004). Pada protein jeroan ikan terdapat juga17 jenis asam amino, yaitu asam aspartat, asam glutamat, treonin, serin, prolin, glisin, alanin, sistein, valin, metionin, isoleusin, leusin, histidin, tirosin, fenilalanin, lisin dan arginin.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa daging bekicot lebih baik sebagai pakan ikan. Pertimbangan ini didasari oleh beberapa hal berikut, yaitu kandungan protein bekicot lebih tinggi sehingga kandungan asam amino essensial lebih banyak , daging bekicot lebih segar dibandingkan jeroan ikan. Tingkat kesegaran daging merupakan faktor yang penting. Menurut Rustamaji (2009), bahan mentah yang akan dikonsumsi harus mempunyai kesegaran yang baik.

Pemanfaatan Protein Hewani untuk Pertumbuhan Ikan Nila
Pemanfaatan protein hewani sebagai pakan telah dilakukan oleh Maretha (2005) dan Isnaniati (2004). Dalam penelitian Maretha, pemberian daging bekicot dilakukan dalam perlakuan dengan formulasi 60 g tepung daging bekicot, dedak halus 30 g, tepung tapioka 9,5 g dan garam 0,5 g, dilakukan dalam lima kali ulangan. Benih ikan Nila GIFT yang dijadikan sampel berumur 3 bulan. Setiap hari ikan diberi makan sebanyak 4% dari total berat badan setelah pengukuran. Pemberian pakan dengan cara ditebarkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berat badan ikan Nila GIFT bertambah secara signifikan. Protein merupakan komponen utama yang membentuk jaringan tubuh ikan yaitu sekitar 65-75% dari total berat badan ikan.
Kebutuhan protein ikan Nila GIFT dalam pakan berkisar antara 20-30%, jadi daging bekicot dengan kandungan protein 35,56 % melebihi kebutuhan untuk pertumbuhan ikan. Kelebihan protein akan menghasilkan energi yang digunakan untuk proses pembongkaran atau deaminasi untuk membuang sisa metabolisme sehingga energi tersebut tidak digunakan secara maksimal. Hal tersebut dapat dilihat dari berat badan yang bertambah signifikan namun pertambahan panjang, tinggi dan lebar ikan kurang signifikan. Namun dari tabel 1 dapat disimpulkan bahwa parameter yang diukur mengalami pertambahan seiring dengan bertambahnya umur ikan. Pertambahan panjang total, panjang panjang baku, tinggi badan, lebar badan dan berat badan dihitung dari pengukuran saat umur ikan 5 bulan dikurang pengukuran saat ikan berumur 3 bulan. Daging bekicot juga mengandung lemak yang cukup tinggi. Dapat dilihat pengaruh kadar lemak tersebut dari berat badan ikan Nila GIFT yang mengalami pertambahan yang cukup signifikan.

Tabel 1. Pertumbuhan Ikan Nila GIFT yang Diberi Pakan Daging Bekicot (Maretha, 2005)
Parameter Umur Ikan (bulan) Pertambahan
3 3,5 4 4,5 5
Panjang total 5,07 6,76 6,86 7,63 7,99 2,92
Panjang baku 4,52 5,03 5,92 6,55 7,19 2,67
Tinggi badan 1,30 1,52 1,97 2,07 2,10 0,80
Lebar badan 0,64 0,76 0,84 1,02 1,07 0,43
Berat badan 3,04 6,64 18,73 32,81 35,78 32,74

Pemberian silase jeroan ikan pada ikan nila merah oleh Isnaniati (2004) dilakukan dengan pembuatan silase limbah jeroan ikan yang kemudian dijadikan sebagai bahan penyusun pakan. Prinsip penggunaan silase jeroan ikan adalah menurunkan pH jeroan ikan agar pertumbuhan dan perkembangan bakteri pembusuk berhenti. Kadar protein yang baik untuk ikan nila adalah 20-25%, sedangkan silase jeroan ikan hanya mengandung 18- 20 % protein. Pertambahan berat badan pada ikan nila merah yang diberi silase jeroan ikan lebih kecil dibandingkan pada ikan Nila GIFT yang diberi tepung daging bekicot (ditunjukkan pada tabel 2).
Kualitas silase tergantung dari bahan yang digunakan, teknik pembuatan dan kegiatan organisme. Pada penelitian Isnaniati, pembuatan silase menggunakan jeroan ikan yang mengandung kadar lemak cukup tinggi sehingga silase jeroan ikan yang dihasilkan memiliki kadar lemak cukup tinggi juga. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya oksidasi dari lemak yang akan menghasilkan senyawa peroksida dan akhirnya menurunkan mutu dari pakan tersebut. Silase dengan pH sekitar 4,5 diperkirakan masih ada mikroorganisme yang tidak diinginkan sehingga dapat menghambat pertumbuhan ikan (Ensminger dkk, 1990 dalam Isnaniati, 2004).

Tabel 2. Pertumbuhan Ikan Nila Merah yang Diberi Pakan Silase Jeroan Ikan (Isnaniati, 2004)
Parameter Umur Ikan (hari) Pertambahan
30 40 50 60 70
Panjang total 6,20 7,63 8,93 10,48 11,75 5,55
Panjang baku 150 156,50 167,00 175,50 190,25 40,25
Tinggi badan 120 124,50 132,25 139,00 150,50 30,5
Lebar badan 42,25 42,75 44,25 46,25 49,50 7,25
Berat badan 19,65 20,88 21,85 23,20 25,05 5,4

Berdasarkan informasi tersebut, daging bekicot dan silase jeroan ikan dapat dijadikan alternatif protein hewani untuk pakan ikan nila yang dapat meningkatkan laju pertumbuhan. Mengingat pentingnya protein bagi pertumbuhan, maka ikan nila harus mendapatkan protein yang cukup dan seimbang. Apabila protein yang dibutuhkan kurang, maka ikan akan merombak lemak dan karbohidrat yang dikandungnya. Jika terjadi perombakan lemak, maka kandungan asam amino esensial akan berkurang. Kekurangan akan asam amino esensial akan menyebabkan perubahan struktur membran sel dan mengakibatkan perubahan permeabilitas membran sel. Aktivitas enzim-enzim di dekat mitokondria menjadi terganggu karena perubahan permeabilitas itu. Selanjutnya akan terjadi gangguan metabolisme energi sehingga sintesis protein terganggu dan akhirnya pertumbuhan menjadi rendah (Fleisher dkk, 1962 dalam Isnaniati, 2004).
Protein diserap dalam bentuk asam amino, yang dibawa ke hati untuk dibentuk menjadi protein lagi, sesuai dengan kebutuhan ikan. Zat-zat makanan yang telah diserap oleh darah kemudian diedarkan ke seluruh tubuh untuk keperluan metabolisme, pembentukan zat-zat (senyawa) yang lebih kompleks disebut anabolisme, seperti pembentukan protein dari asam-asam amino. Pemecahan senyawa kompleks untuk menghasilkan energi disebut katabolisme, seperti pemecahan karbohidrat menjadi tenaga, air dan karbondioksida. Pada hewan darat, penggunaan sumber energi pertama yaitu karbohidrat, lalu lemak, dan terakhir protein. Pada ikan terjadi sebaliknya, pertama protein, disusul lemak, kemudian karbohidrat.
Protein dalam makanan (pakan) dapat menghasilkan asam amino dengan proses hidrolisis. Hidrolisis protein dengan asam atau basa menghasilkan suatu campuran asam amino bebas sebagai unit pembangunnya. Asam amino yang terbentuk akan diabsorpsi dan dibawa oleh darah menuju sel-sel yang membutuhkan. Di dalam mitokondria, terbentuk asetil koA yaitu senyawa penghubung antara metabolisme asam amino dengan siklus asam sitrat (merubah menjadi energi). Pada siklus asam sitrat, reaksi metabolisme asam amino meliputi reaksi pelepasan gugus asam amino dan perubahan kerangka karbon. Terjadi proses transaminasi yaitu katabolisme asam amino berupa pemindahan gugus amino dari suatu asam amino ke senyawa lain seperti asam piruvat, ketoglutarat atau oksaloasaetat. Sehingga (keto) senyawa tersebut diubah menjadi asam amino, sedangkan asam amino diubah menjadi senyawa keto. Senyawa-senyawa yang dihasilkan dari siklus asam sitrat akan diubah kembali menjadi asam amino sebagai protein baru. Protein yang baru terbentuk akan digunakan sel untuk mempercepat proses mitosis sel. Makin banyak protein yang dibentuk, maka makin mempercepat pembelahan sel sehingga terjadilah pertumbuhan (Unair, 2009).

Penutup
Daging bekicot dan silase jeroan ikan merupakan pakan alternatif yang mengandung protein hewani tinggi. Kandungan protein daging bekicot 35,56%, sedangkan silase jeroan ikan 20 % dapat memenuhi kebutuhan pertumbuhan ikan nila. Namun, daging bekicot lebih baik daripada silase jeroan ikan karena nilai proteinnya lebih tinggi dan tingkat kesegaran daging lebih tinggi sehingga lebih baik untuk pakan. Protein pada daging bekicot lebih tinggi sehingga kandungan asam amino juga lebih banyak, jadi pertumbuhan dapat berlangsung lebih cepat. Selain itu, daging bekicot mengandung lemak lebih tinggi sehingga menambah berat badan ikan nila.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Seputar Budidaya Ikan. http://www.scribd.com/doc/23026245/BUDIDAYA-IKAN-NILA. Diakses tanggal 12 Mei 2010.

Afrianto, E dan E, Liviawaty. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.
Bhaswaradharmacakti. 2009. Ikan Nila GIFT. http://bhaswaradharmacakti.blog.com/files/2009/08/nila-bogor-21-300x225.jpg. Diakses tanggal 17 Mei 2010.

Diskan. 2009. Ikan Nila Merah. http://www.diskan.jabar.go.id/images/galeri/Nila%20Merah.JPG. Diakses tanggal 17 Mei 2010.


Iskandar dan S. Astuti. 2000. Pengaruh Jumlah dan Frekuensi Pemberian Pakan terhadap Pertumbuhan Ikan Nila GIFT (Oreochromis niloticus). Laporan Penelitian. Fakultas Pertanian UNPAD. Bandung Jayanto, Adi D. Budidaya Ikan Nila.
Isnaniati, S. 2004. Pertumbuhan Ikan Nila Merah (Oreochromis sp.) yang Diberi Pakan Silase Jeroan Ikan dan Sumbangannya pada Pelajaran Biologi di SMA. Skripsi. FKIP Universitas Sriwijaya. Inderalaya.
Kurniawan, D. Upaya Meramu Pakan Ikan Tanpa Minyak dan Tepung Ikan. http://defishery.wordpress.com/2009/11/08/manajemen-pakan/. Diakses tanggal 12 Mei 2010.
Lehninger, A.L. 1994., Dasar-Dasar Biokimia. Alih Bahasa Maggy Thenawijaya. Erlangga. Jakarta.
Maretha, Delima Engga. 2005. “Efek Pemberian Pakan Campuran Tepung Daging Bekicot (Achatina fulica) dan Ampas Tahu Terhadap Pertumbuhan Ikan Nila GIFT (Oreochromis niloticus) dan Model Pembelajarannya Pada Mata Pelajaran Biologi di Sekolah Menengah Atas”. Skripsi. Inderalaya: Jurusan FKIP Biologi Universitas Sriwijaya.
Mudjiman, A. 1995. Makanan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Putra. 2009. Ikan Nila Merah (Oreochromis sp). http://whedacaine.wordpress.com/2009/08/01/ikan-nila-merah-oreochromis-sp/. Diakses tanggal 17 Mei 2010.

Rustamaji. 2009. Aktivitas Enzim Katepsin dan Kolagenase dari Daging Ikan Bandeng (Chanos chanos Forskall) Selama Periode Kemunduran Mutu Ikan. http://iirc.ipb.ac.id/jspui/ bitstream/123456789/ 13733/2/C09rus.pdf. Diakses tanggal 17 Mei 2010.

Unair. 2009. Metabolisme Asam Amino Protein. http://www.diskan.jabar.go.id/ images/ galeri/ Nila% 20-Merah. JPG. Diakses tanggal 19 Mei 2010.

Wirabakti, Murrod Candra. “Laju Pertumbuhan Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) Yang Dipelihara Pada Perairan Rawa Dengan Sistem Karamba Dan Kolam”. Journal of Tropical Fisheries (2006) 1(1) : 61-70.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar