Jumat, 23 Desember 2011

pagi

Entah mengapa, pagi ini menghidupkan sisi melankolisku. Segar harumnya sang pagi dan angin semilir lembut yang mengusap-usap wajahku kini cukup mampu menenangkan sedikit kecemasanku.
Deru suara mesin bis dan angin menyatu, meliuk-liukkan perasaan, sampai hatiku membulatkan tekad, beginilah harusnya aku!
Aku dan pagi. Sama. Selalu memiliki harapan, bahwa matahari pasti menepati janjinya untuk kembali terbit. Bahwa pagi selalu suci. Bahwa pagi tak pernah membenci. Bahwa pagi itu dicintai. Bahwa hadirnya sang pagi selalu dinanti. Bahwa pagi selalu memberi harapan dan semangat kepada setiap mereka yang berusaha.
Terharu.
Itu yang aku rasa ketika pagi bercerita. Melalui wajah-wajah para pencari nafkah. Melalui seragam-seragam yang dikenakan anak-anak dengan senyum merekah. Senyuman merenda cita-cita. Melalui tangan baja ibu-ibu yang berusaha terbaik untuk keluarganya.
Ah, alangkah ruginya mereka yang membuang keindahan paginya dengan sia-sia. Mungkin mereka buang dengan tidur, atau dengan bersedih, atau dengan mengeluh.
Pagi ini. Kembali aku tercenung dengan fenomena di sekelilingku.
Sering aku lalaikan pagiku.
Bahkan mungkin aku lupa mensyukurinya dengan kerja dan usaha terbaikku. Atau kau? Mungkinkah pernah mengeluh, mengapa sang pagi begitu cepat kembali.
Pagi itu indah.
Jika dimaknai indah, maka pagi akan memberikan seluruh energi positifnya sampai kau terlelap. Hingga kau rindu bertemu lagi dengannya. Untuk melanjutkan mimpi dan asa di pagi lainnya. Beruntunglah jika kita sapa pagi kita dengan kesyukuran. Karena dengannya kita telah titipkan sebuah harapan bahwa hidup adalah sebuah keindahan yang Allah berikan untuk kita.

#renungan dalam perjalanan di suatu pagi 20 Desember 2011 (06.00 wib)

Jumat, 23 Desember 2011

pagi

Entah mengapa, pagi ini menghidupkan sisi melankolisku. Segar harumnya sang pagi dan angin semilir lembut yang mengusap-usap wajahku kini cukup mampu menenangkan sedikit kecemasanku.
Deru suara mesin bis dan angin menyatu, meliuk-liukkan perasaan, sampai hatiku membulatkan tekad, beginilah harusnya aku!
Aku dan pagi. Sama. Selalu memiliki harapan, bahwa matahari pasti menepati janjinya untuk kembali terbit. Bahwa pagi selalu suci. Bahwa pagi tak pernah membenci. Bahwa pagi itu dicintai. Bahwa hadirnya sang pagi selalu dinanti. Bahwa pagi selalu memberi harapan dan semangat kepada setiap mereka yang berusaha.
Terharu.
Itu yang aku rasa ketika pagi bercerita. Melalui wajah-wajah para pencari nafkah. Melalui seragam-seragam yang dikenakan anak-anak dengan senyum merekah. Senyuman merenda cita-cita. Melalui tangan baja ibu-ibu yang berusaha terbaik untuk keluarganya.
Ah, alangkah ruginya mereka yang membuang keindahan paginya dengan sia-sia. Mungkin mereka buang dengan tidur, atau dengan bersedih, atau dengan mengeluh.
Pagi ini. Kembali aku tercenung dengan fenomena di sekelilingku.
Sering aku lalaikan pagiku.
Bahkan mungkin aku lupa mensyukurinya dengan kerja dan usaha terbaikku. Atau kau? Mungkinkah pernah mengeluh, mengapa sang pagi begitu cepat kembali.
Pagi itu indah.
Jika dimaknai indah, maka pagi akan memberikan seluruh energi positifnya sampai kau terlelap. Hingga kau rindu bertemu lagi dengannya. Untuk melanjutkan mimpi dan asa di pagi lainnya. Beruntunglah jika kita sapa pagi kita dengan kesyukuran. Karena dengannya kita telah titipkan sebuah harapan bahwa hidup adalah sebuah keindahan yang Allah berikan untuk kita.

#renungan dalam perjalanan di suatu pagi 20 Desember 2011 (06.00 wib)